Ahok Jadi Saksi Dugaan Korupsi LNG, Bagaimana Kronologi Kasus Karen?

Komisaris PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi mantan Direktur Utama PT Pertamina tahun 2009-2014 Karen Agustiawan, pada Selasa (7/11/2023). (Foto: Instagram/ @basukibtp)

PARBOABOA, Jakarta – Belum lama ini, mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus Komisaris PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (7/11/2023).

Ahok diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi terkait pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) yang dilakukan oleh mantan Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014, Karen Agustiawan.

Dalam agenda pemeriksaan oleh penyidik, Ahok diperiksa selama enam jam yang dimulai pukul 09.00 WIB dan baru meninggalkan Gedung Merah Putih KPK pada pukul 15.36 WIB.

Namun, saat ditanya terkait agenda pemeriksaan itu, Ahok enggan menjawab lebih lanjut. Ia hanya mengatakan bahwa dirinya dijadikan saksi untuk masalah dugaan korupsi yang menjerat Karen Agustiawan.

Terkait hasil pemeriksaan, Ahok memilih irit bicara dan mengimbau awak media untuk menanyakan hal itu ke penyidik secara langsung.

Ia hanya mengatakan, salah satu hal yang ditanyakan KPK adalah soal kontrak kerja antara PT Pertamina dengan perusahaan asal Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC yang masih panjang.

Yang mana, hal itu ada hubungannya dengan kasus yang menjerat mantan Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014, Karen Agustiawan.

Bagaimana Kronologi Kasus Dugaan Korupsi Karen?

Sebelumnya, pada Selasa (19/9/2023), KPK secara resmi telah menetapkan Karen sebagai tersangka dugaan kasus korupsi LNG.

Ketua KPK Firli Bahuri, saat itu menjelaskan bahwa KPK akan menahan Karen selama 20 hari terhitung sejak hari ia ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus bermula ketika pada 2012, Karen masih menjabat sebagai Dirut PT Pertamina.

Perusahaan minyak negara tersebut, berencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif dalam mengatasi defisit gas di Indonesia.

Saat itu, defisit gas diperkirakan terjadi pada kurun waktu 2009-2040, sehingga diperlukan pengganti gas alternatif untuk memenuhi beberapa perusahaan dalam negeri seperti PT PLN Persero.

Karen yang saat itu menjabat sebagai Dirut PT Pertamina, mengeluarkan kebijakan untuk mengadakan kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG dari perusahaan luar, salah satunya CCL LLC.

Dalam perjalanan agenda itu, Karen memutuskan secara sepihak untuk melangsungkan Kerjasama dengan perusahaan CCL LLC dan tidak melaporkan ke dewan komisaris PT Pertamina saat itu.

Hal lain yang dilakukan Karen yakni, tidak adanya pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sehingga tindakannya tidak direstui pemerintah.

Lalu dalam perjalanan kasusnya, LNG yang ada saat itu tidak bisa terserap oleh pasar domestik dan menyebabkan kargo LNG menjadi oversupply. 

Karena LNG yang ada saat itu oversupply, akhirnya PT Pertamina memutuskan untuk menjualnya di pasar internasional dengan harga murah.

Atas tindakan itu, KPK memperkirakan kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai 140 juta USD atau Rp2,1 triliun.

Firli Bahuri, mengungkapkan bahwa Karen sebagai tersangka telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah menjadi UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Namun, Karen telah menggugat KPK ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan atas penetapannya sebagai tersangka. Namun pada Kamis (2/11/2023) gugatan itu ditolak pengadilan.

Editor: Atikah Nurul Ummah
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS