PARBOABOA, Jakarta - Hendra Kurniawan, mantan Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri telah keluar dari tahanan sejak 2 Juli 2024.
Sebelumnya, anak buah Ferdy Sambo itu divonis 3 tahun penjara dalam kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Kepala Bagian Humas dan Protokoler Ditjen Pemasyarakatan, Deddy Eduar Eka Saputra dalam keterangannya di Jakarta, Senin (5/8/2024) mengatakan, Hendra keluar dari tahanan setelah mendapat pembebasan bersyarat.
Karena bebas bersyarat, konsekuensinya tegas Eka, Hendra Kurniawan tetap memiliki kewajiban untuk mengikuti bimbingan Badan Pemasyarakatan (Bapas) Klas I Jakarta Selatan selama 2 tahun.
Eks anggota Polri dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal (Brigjen) itu baru akan bebas murni setelah tanggal 8 Juli 2026.
Terpidana yang dibebaskan dengan syarat diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022, yang merupakan perubahan kedua dari Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018.
Pasal 5 ayat (1) peraturan tersebut menyatakan bahwa bebas bersyarat adalah program pembinaan yang bertujuan mengintegrasikan narapidana dan anak ke dalam masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Adapun syarat-syarat itu antara lain:
- Narapidana harus menjalani setidaknya 2/3 (dua per tiga) dari masa hukuman, dengan ketentuan bahwa 2/3 (dua per tiga) dari masa tersebut harus minimal 9 (sembilan) bulan.
- Selama menjalani hukuman, narapidana harus menunjukkan perilaku baik setidaknya selama 9 (sembilan) bulan terakhir, terhitung sebelum mencapai 2/3 (dua per tiga) dari masa pidana.
- Narapidana juga harus mengikuti program pembinaan dengan baik, menunjukkan ketekunan dan semangat.
- Masyarakat harus dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana.
Kemudian, pasal 83 Ayat 1 menjelaskan bahwa untuk memperoleh pembebasan bersyarat, narapidana harus memenuhi persyaratan dengan melengkapi beberapa dokumen berikut:
- Salinan putusan hakim.
- Berita acara pelaksanaan putusan pengadilan.
- Laporan perkembangan pembinaan yang ditandatangani oleh Kepala Lapas, sesuai dengan sistem penilaian pembinaan narapidana.
- Laporan penelitian kemasyarakatan oleh Pembimbing Kemasyarakatan yang diketahui oleh Kepala Lapas.
- Surat pemberitahuan ke kejaksaan negeri mengenai rencana usulan pembebasan bersyarat narapidana.
- Surat pernyataan narapidana untuk tidak melanggar hukum.
- Surat jaminan dari keluarga, wali, lembaga sosial, instansi pemerintah, perusahaan swasta, atau yayasan, yang telah disetujui oleh lurah atau kepala desa, yang menyatakan bahwa, narapidana tidak akan melarikan diri dan/atau melakukan tindakan melanggar hukum serta akan dibimbing dan diawasi selama menjalani program pembebasan bersyarat.
Hendra sebelumnya sempat mengajukan banding, tetapi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan tiga tahun penjara yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi menilai bahwa Hendra Kurniawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak yang mengganggu sistem elektronik atau membuat sistem tersebut tidak berfungsi dengan baik secara bersama-sama.
Pengadilan Tinggi sepakat dengan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bahwa mantan Brigadir Jenderal Polisi ini melanggar Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain Hendra Kurniawan, lima anak buah Ferdy Sambo juga terlibat dalam kasus perintangan penyidikan ini, yaitu Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, Arif Rahman Arifin, dan AKP Irfan Widyanto.
Para terdakwa terbukti merusak barang bukti elektronik berupa DVR CCTV atas perintah Ferdy Sambo.
Ferdy Sambo saat ini dijatuhi hukuman seumur hidup dan juga terjerat kasus obstruction of justice dalam perkara yang sama.
Editor: Gregorius Agung