PARBOABOA, Jakarta - Penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong mengejutkan publik.
Segera setelah kasus ini mencuat, banyak pihak yang mengaitkannya dengan politisasi hukum mengingat jejak TTL yang getol mengkritisi kekuasaan.
Pada Pilpres 2024, misalnya, ia menjadi Co-Captain Timnas Anies-Muhaimin yang getol menyerang kekuasaan Presiden Jokowi.
Basis kritikannya mengacu pada dugaan cawe-cawe politik oleh mantan Walikota Solo itu untuk kemenangan Prabowo-Gibran, Presiden dan wakil Presiden saat ini.
Bahkan, kedekatan Tom Lembong dengan Anies Baswedan, salah satu tokoh oposisi saat ini semakin menguatkan adanya dugaan politisasi tersebut.
Anies sendiri memang tidak secara gamblang mengakui penetapan tersangka Tom Lembong sebagai bentuk politisasi hukum.
Mantan Gubernur DKI itu hanya menegaskan Tom sebagai sosok yang berintegritas tinggi. Bahkan, selama 20 tahun bersahabat dengannya, kata Anies, "Tom selalu prioritaskan kepentingan publik."
"Ia juga fokus memperjuangkan kelas menengah Indonesia yang terhimpit," tambahnya dalam ciutan di akun resmi Instagram miliknya, Rabu (30/10/2024).
Menurut Anies, karena kejujurannya Tom selalu sukses membangun karier panjang di dunia bisnis dan mendapatkan penghargaan baik di tingkat domestik maupun internasional.
Kendati demikian, sembari memberi dukungan moril kepada Tom, dirinya menyampaikan proses hukum harus tetap dihormati.
Ia yakin bahwa penegak hukum akan menjalankan tugas mereka secara transparan dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
Dalam pesannya yang lain, Anies menyampaikan agar Tom tetap berpegang pada rasa cintanya kepada Indonesia dan melanjutkan dedikasinya kepada masyarakat.
Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia harus terus menegakkan prinsip negara hukum, sebagaimana tercantum dalam Penjelasan UUD 1945, agar tidak bergeser menjadi negara yang hanya berlandaskan kekuasaan.
Dalam keterangan terpisah, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menampik penetapan tersangka Tom Lembong sebagai bentuk politisasi.
Abdul menjelaskan, dalam hal penyidik menemukan bukti yang utuh terhadap suatu kasus, penetapan tersangka tidak dilakukan secara pilah-pilih dan diskriminatif.
Siapapun pelakunya, "kalau ditemukan bukti yang utuh, maka penyidik akan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," tegasnya.
Apalagi, proses penyidikan kasus ini, kata Abdul, telah berlangsung sejak Oktober 2023, dengan lebih dari 90 saksi diperiksa selama satu tahun.
Selain Tom Lembong, tersangka lain adalah CS yang menjabat sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Kasus yang menimpa Tom Lembong bermula pada tahun 2015, ketika dalam rapat koordinasi antarkementerian disepakati bahwa Indonesia mengalami surplus gula dan tidak memerlukan impor.
Namun, pada tahun yang sama, Tom Lembong yang saat itu menjabat sebagai Mendag, memberikan izin impor gula kristal mentah kepada PT AP, sebuah perusahaan swasta.
Padahal, berdasarkan aturan yang berlaku, kata Abdul impor gula kristal putih hanya boleh dilakukan oleh BUMN, bukan pihak swasta.
Lebih lanjut, impor tersebut dilakukan tanpa melalui koordinasi dengan kementerian terkait dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, sehingga kebutuhan riil gula di dalam negeri tidak terverifikasi.
Kemudian Pada 28 Desember 2015, diadakan rapat koordinasi perekonomian yang melibatkan sejumlah kementerian membahas potensi kekurangan gula kristal putih sebanyak 200 ribu ton untuk tahun 2016.
Abdul berkata, kekurangan ini perlu segera diatasi untuk menjaga stabilitas harga dan stok gula nasional.
Namun di saat yang sama, CS sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan staf senior untuk bertemu dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di sektor gula.
Meskipun aturan mengharuskan impor gula kristal putih secara langsung oleh BUMN, delapan perusahaan tersebut justru memproses gula kristal mentah menjadi gula kristal putih.
Anehnya, industri mereka sebenarnya hanya diperuntukkan untuk memproduksi gula rafinasi, yang seharusnya digunakan oleh industri makanan, minuman, dan farmasi.
PT PPI kemudian bertindak seolah-olah membeli gula tersebut, padahal kenyataannya gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor terafiliasi.
Harga jualnya mencapai Rp16.000 per kilogram, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang saat itu ditetapkan sebesar Rp13.000 per kilogram, dan tanpa dilakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga.
Serangkain proses inilah inilah, kata Abdul yang membuat Tom Lembong ditetapakan sebagai tersangka. Saat ini, ia dan CS ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari untuk kebutuhan penyidikan lebih lanjut.
Untuk diketahui, sebelum dikenal dekat dengan Anies Baswedan, Tom Lembong sebenarnya memiliki hubungan yang sangat baik dengan Presiden Joko Widodo.
Perjalanan politik Tom dimulai pada 2013, ketika ia menjadi penasihat ekonomi sekaligus penulis pidato untuk Jokowi yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Setelah Jokowi memenangkan Pilpres 2014 dan menjadi presiden, Tom Lembong ikut bergabung ke Istana dengan peran yang sama.
Ia terlibat dalam penyusunan beberapa pidato ikonik Jokowi yang kemudian menjadi sorotan. Salah satunya adalah pidato Game of Thrones yang disampaikan dalam pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali pada 2018. Tom juga menjadi kreator pidato Thanos, yang dibacakan Jokowi di Forum Ekonomi Dunia.
Pada 2015, Jokowi mempercayakan posisi Menteri Perdagangan kepada Tom Lembong. Setahun kemudian, Tom ditunjuk sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan menjalankan peran tersebut hingga 2019. Namun, ia tak lagi bergabung dalam pemerintahan saat Jokowi memasuki periode kedua.
Pada 2021, arah politik Tom mulai berubah. Ia memilih mendekat ke Anies Baswedan dan mendapatkan posisi sebagai Ketua Dewan PT Jaya Ancol. Ancol sendiri merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kedekatan Tom dan Anies berlanjut hingga Anies memutuskan maju dalam Pilpres 2024. Tom Lembong kemudian bergabung ke dalam Tim Nasional Anies-Muhaimin (Timnas Amin) dan menjabat sebagai Co-Captain.
Kehadirannya semakin mencuri perhatian publik, terutama karena kritik kerasnya terhadap kebijakan pemerintah di bawah kekuasaan Presiden Jokowi.