Parboaboa, Jakarta - Sekretaris Jenderal Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ade Jubaedah menyatakan, akses terhadap pelayanan perawatan menjadi salah satu tantangan utama yang tengah dihadapi sistem kesehatan di Indonesia.
Apalagi, data WHO menyebut hanya 38 persen penduduk Indonesia yang memiliki akses layanan kesehatan dasar.
"Ini sebagian dikarenakan minimnya infrastruktur dan sumber daya di daerah pedesaan dan banyaknya penduduk," katanya, Kamis (4/5/2023).
Mengatasi masalah ini, kata Ade, perlunya perluasan fasilitas dan layanan kesehatan di beberapa daerah, termasuk peningkatan pembiayaan kesehatan.
"Banyak tenaga kesehatan yang bersedia bertugas di tempat-tempat terpencil, tetapi tidak dapat bekerja secara maksimal," jelasnya.
Kondisi tersebut, lanjut Ade, karena kurangnya sarana baik fasilitas kesehatan maupun akses menuju faskes yang tidak diperhatikan pemerintah.
"Belum lagi masih tidak jaminan perlindungan dan keselamatan para tenaga kesehatan saat bertugas dari pemerintah setempat dan pusat,” tambahnya.
Selain itu, kata Ade, ada dua hal yang membuat IDI terpaksa melakukan rencana aksi.
Pertama, pembahasan RUU ini yang dari awal banyak yang disembunyikan dan sangat terburu-buru tanpa memperhatikan masukan dari kami, Organisasi Profesi Kesehatan Medis.
Kedua, lanjut Ade, ada upaya mengadu domba memecah belah masyarakat profesi yang tentu akan merugikan masa depan kesehatan.
"Terlebih, keberadaan organisasi profesi kesehatan yang selama ini mengabdi bagi negeri tidak diterima masukannya,” ungkap Ade.
IDI juga menilai pentingnya kolaborasi yang baik antara berbagai pemangku kepentingan di sektor kesehatan.
"Ini termasuk lembaga pemerintah, organisasi profesi, dan kelompok masyarakat sipil," ujarnya.
Kerja sama semua pihak bisa mengembangkan strategi yang efektif, guna mengatasi permasalahan layanan kesehatan di Indonesia, imbuh Ade Jubaedah.