PARBOABOA, Pematang Siantar- Gugatan warga ke walikota terkait nilai jual objek pajak (NJOP) 1.000 persen masih bergulir. Sidang mediasi lanjutan di Pengadilan Negeri Pematang Siantar belum juga menemui titik perdamaian.
Kuasa hukum penggugat, Daulat Sihombing mengatakan, gagalnya mediasi yang dilakukan oleh Hakim Mediator, Renni Pitua Ambarita karena kuasa hukum tergugat tidak siap membuat resume mediasi secara tertulis sehingga hanya diberi kesempatan menyampaikannya secara lisan bahwa tergugat I dan II merasa tidak melakukan perbuatan melawan hukum.
“Mereka terpaksa kali “ngeles” pas persidangan, malah berdalih tidak mengetahuinya secara detil. Tapi waktu yang diberikan hakim cukup untuk memersiapkan itu semua,” katanya saat dijumpai di kantornya, Rabu (25/01/2023).
Daulat menerangkan, gugatan perkara Nomor : 128/Pdt.G/2022/PN PMS yang dilanyangkan warga Pematang Siantar, oleh Sarmedi Purba sebagai Penggugat I, Pardomuan Nauli Simanjuntak sebagai penggugat II dan Rapi Sihombing, sebagai penggugat III terhadap Walikota Pematang Siantar sebagai tergugat I dan Kepala Badan Pengelola dan Keuangan Aset Daerah (BPKAD) Kota Pematang Siantar berlangsung tertutup pada Selasa (24/01/2023).
Ia menjelaskan para penggugat lengkap menghadiri persidangan atas mediasi tersebut dan secara prinsipal mengajukan resume mediasi sebagai tawaran perdamaian yang meliputi tiga hal, yakni tergugat I dan II membatalkan atau mencabut Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 04/2021 tentang penetapan nilai jual objek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan 2021 – 2023.
Perwal Pematang Siantar Nomor 05/2021 tentang pemberian pengurangan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar wajib pajak berupa stimulus untuk ketetapan nilai jual objek pajak bumi 2021, dan Keputusan Walikota Pematang Siantar Nomor 973/432/III/WK-THN 2022 tentang penambahan dan perubahan kode zona nilai tanah dan nilai jual objek pajak bumi Kota Pematang Siantar 2021.
Daulat melanjutkan, para tergugat mengembalikan besaran NJOP dan PBB-P2 Kota Pematang Siantar berdasarkan besaran NJOP dan PBB-P2 2020, sembari merumuskan kebijakan baru tentang penetapan NJOP dan PBB-P2 yang memberi berkepastian hukum, berkeadilan dan kemanfaatan hukum, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 208.07/2018 tentang pedoman penilaian pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, UU No. 1/2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
"Kemudian UU No. 30/2014 tentang administrasi pemerintahan para penggugat," jelasnya.
Secara khusus, lanjutnya, mengenai pejabat yang berwenang untuk membuat peraturan dan keputusan, UU Nomor 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dan UU No. 30/2014 tentang administrasi pemerintahan secara khusus tentang asas- asas ppemerintahan yang baik.
"Lalu para Penggugat mencabut dan membatalkan gugatan jika kedua hal tersebut dilakukan dengan segera, terangnya.
Sarmedi Purba sebagai tergugat I saat dikonfirmasi terkait kegagalan perdamaian ini mengatakan, kenaikan NJOP sama sekali tidak dapat diimplementasikan.
Ia sangat menyesalkan kesiapan dari kuasa hukum dan para tergugat, dalam hal ini Walikota Pematang Siantar, Susanti Dewayani atas kebijakannya tentang kenaikan NJOP hingga 1.000 persen. Menurutnya UU No. 1/ 2022, secara tegas memberikan batasan kenaikan NJOP maksimal hanya 100 persen.
“Janganlah menjadikan objek pajak untuk memeras warganya sendiri. Belajarlah menggali sektor lain untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD),” ujarnya.