Mengevaluasi Strategi Pemerintah Menghalau Polusi

Langit Jakarta diselimuti polusi udara. (Foto: Parboaboa/Bina Karos)

PARBOABOA, Jakarta - Siang itu, Senin (13/11/2023), aktivitas lalu lintas di perempatan ujung Jalan Iskandarsyah Raya, Jakarta Selatan, tampak berjalan seperti biasa. Situasinya kontras dengan yang terjadi dua pekan sebelumnya.

Ketika pemerintah menerapkan razia uji emisi, 1 November lalu, beberapa polisi lalu lintas mondar-mandir di beberapa titik di sana.

Mereka menyetop kendaraan berusia di atas tiga tahun yang melintas untuk diarahkan ke pos pemeriksaan di mulut pintu keluar Terminal Blok M.

Tilang uji emisi menjadi jurus Pemprov DKI dan Polda Metro Jaya untuk menekan polusi udara. Emisi kendaraan, berdasarkan data versi Kementerian Lingkungan Hidup, berkontribusi 44 persen terhadap polusi di Jabodetabek.

Masalah polusi udara, khususnya di Jabodetabek, mulai jadi perbincangan warga sejak Juli lalu. Puncaknya terjadi di bulan Agustus ketika IQAir, perusahaan penyedia platform informasi kualitas udara, menempatkan Jakarta sebagai kota dengan kondisi udara terburuk di dunia beberapa hari berturut-turut. 

Pemerintah lantas mengambil langkah untuk menekan polusi. Tilang uji emisi satu di antaranya. Namun, razia pada awal November lalu hanya berjalan satu hari. Keesokan harinya, Polda Metro Jaya memutuskan meniadakan tilang uji emisi. 

Seorang petugas melakukan uji emisi ke mobil warga. (Foto: Parboaboa/Hari Setiawan)

Penolakan dari masyarakat dan minimnya sosialisasi jadi alasan utama pencabutan sanksi. Preseden ini bukan yang pertama. 

Pada 1 September 2023, pemerintah juga sempat menggelar razia emisi. Baru sebelas hari berjalan, kegiatan itu pun dihentikan. 

Ihwal tarik-ulur pemberlakuan tilang uji emisi, Humas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta, Yogi Ikhwan enggan berkomentar. “Itu (konfirmasi) ke polisi ya,” jawabnya singkat  saat dihubungi Parboaboa, Senin kemarin. 

Namun, ia memastikan bahwa razia uji emisi masih tetap dijalankan hingga akhir tahun 2023. “Masih, tapi nggak ditilang,” tegas Yogi.

Nantinya, polisi bersama DLH hanya akan memberikan surat wajib servis kepada masyarakat yang kendaraannya tidak lulus uji emisi saat terjaring razia. Mereka diminta segera memperbaiki kendaraannya, lalu melakukan uji emisi kembali.

Maju-mundur penerapan tilang uji emisi bikin Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Energi dan Iklim Greenpeace Indonesia, keheranan. Aturan uji emisi, menurut dia, sebenarnya bukan barang baru di Indonesia. 

Sejak 2009, UU nomor 22 tentang Lalu Lintas telah mewajibkan pemilik kendaraan melakukan uji emisi. Denda tilang uji emisi juga termaktub dalam Pasal 285 ayat (1) dan (2) undang-undang tersebut. 

Artinya, aturan tersebut telah berumur 14 tahun. Bondan mempertanyakan, kenapa pemerintah masih terkesan ragu. 

Nggak ada cerita lagi tarik ulur atau bikin sosialisasi lagi,” tegas Bondan kepada Parboaboa. 

Penegakan aturan soal uji emisi perlu lebih konsisten. Di balik itu, menurut Bondan ada hal lain yang jauh lebih penting: pengendalian jumlah kendaraan.  

Sebenarnya DKI Jakarta sudah punya Ingub (Instruksi Gubernur) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara. Di dalamnya terdapat aturan soal instrumen pembatasan kendaraan hingga pengendalian sumber polutan tidak bergerak.

Penampakan langit Jakarta yang diselimuti polusi udara. (Foto: Parboaboa/Muazam)

Bondan mempertanyakan implementasinya di lapangan. “Kalau memang itu harus ada kebijakannya ya harus ada penegakannya,” Ujar Bondan. 

Kendaraan pribadi yang kian membanjiri Ibu Kota jadi salah satu persoalan yang perlu dipecahkan. Jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta, merujuk laporan Badan Pusat Statistik pada 2022, mencapai 26,37 juta unit. 

Angkanya tumbuh 4,39 persen dibanding tahun 2021. Muhammad Aminullah, Juru Kampanye Walhi Jakarta, menilai pemerintah perlu berpikir lebih ke hulu untuk mengatasi persoalan polusi yang disebabkan emisi kendaraan. 

Ia berpendapat, polusi adalah masalah struktural yang perlu diatasi hingga ke akar. Tak bisa dimungkiri bahwa menjamurnya kendaraan pribadi menyiratkan persoalan transportasi publik yang belum bisa diandalkan.

“Masyarakat, mungkin nggak akan naik kendaraan pribadi ketika akses ke angkutan umum dipermudah,” ucapnya.

Di satu sisi masyarakat masih sulit mengakses angkutan umum. Akan tetapi, di sisi lain, pemerintah malah menambah program yang mempermudah akses terhadap kendaraan pribadi.

Juru Kampanye WALHI Jakarta, Muhammad Aminullah saat ditemui Parboaboa, Rabu (8/11/2023). (Foto: Parboaboa/Muazam)

Amin mencontohkan proyek pelebaran jalan, penurunan pajak, hingga program mobil murah. Itu sebabnya, dia menganggap kebijakan uji emisi yang belakangan dilakukan sebagai sikap reaktif pemerintah.

Strategi Pemerintah Hadapi Polusi

Penanganan polusi sebenarnya tidak menggunakan instrumen tilang uji emisi semata. 

Direktur Pengendalian Pencemaran Udara PPKL Kementerian LHK, Luckmi Purwandari menjelaskan, strategi penanganan polusi merujuk SK Menteri LHK nomor 929 tentang Langkah Kerja Penanganan dan Pengendalian Pencemaran Udara di Wilayah Jakarta Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Di sana terdapat tujuh langkah kerja, mulai dari mengidentifikasi sumber pencemar udara di wilayah Jabodetabek; mengawasi emisi gas buang kendaraan bermotor; pengawasan ketaatan izin dan peraturan bagi sumber tidak bergerak (industri, pembangkit listrik, pembakaran sampah, pembakaran limbah, stockpile batubara).

Langkah selanjutnya adalah penegakan hukum; penerapan modifikasi cuaca; penanaman pohon; pembinaan, pengawasan, koordinasi, dan supervisi pada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di wilayah Jabodetabek

“Jadi, serius KLHK melakukan perbaikan kualitas udara di Jabodetabek,” kata Luckmi kepada Parboaboa. 

Pemerintah telah memetakan sejumlah sumber polusi. Luckmi menyebut, sepanjang September-Oktober, ada 96 titik lokasi pembakaran sampah yang terpantau. Di sektor industri, 61 usaha masuk radar pengawasan pada rentang 20 Agustus hingga 29 September 2023, sementara 30 industri lain disegel.

Penindakan tersebut didasarkan temuan sensor milik pemerintah yang ada di sekitar Jabodetabek. Bila pemindai menunjukkan kualitas udara yang buruk, maka petugas akan menyisir radius 1-2 kilometer kawasan di sekitar.

Dengan begitu, kata Luckmi, sumber pencemaran yang ada di lapangan bisa diketahui pasti. 

"Di Jabodetabek–ada 15 stasiun pemantau kualitas udara," ungkapnya.

Namun, jumlah itu masih dianggap kurang. Bondan Andriyanu bilang, Jakarta dengan sumber daya yang begitu besar perlu setidaknya 43 sensor. 

Jumlah sensor yang memadai sangat penting. Sebab, alat itu yang nantinya akan menjadi ujung tombak pengumpulan data. 

Makin banyak sensor yang digunakan, semakin akurat pula identifikasi masalah polusi.

Data Sumber Polusi Pemerintah Diragukan 

Di kalangan masyarakat sipil sendiri, terdapat keraguan terhadap data polusi versi pemerintah. Informasi yang disampaikan pemerintah terlihat tidak konsisten. 

Yang paling kentara adalah simpang siurnya informasi soal sumber polusi. Kabinet setidaknya menggelar dua rapat terbatas (ratas) yang spesifik membahas polusi udara. 

Ratas pertama digelar pada 14 Agustus 2023. Selepas forum itu, Menteri Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya Bakar, menyangkal bahwa PLTU batu bara menjadi salah sumber pencemaran udara. 

Berselang 10 hari kemudian, pada 24 Agustus 2023, ratas membahas polusi udara kembali dilangsungkan. Kali ini pemerintah menyampaikan informasi yang berbeda, PLTU disebut punya andil 34 persen polusi.

Adapun emisi gas buang kendaraan punya kontribusi 44 persen. Sisanya bersumber dari rumah tangga, pembakaran, dll. 

Bagi Bondan, hal tersebut memunculkan syak wasangka: seberapa valid data pemerintah? Identifikasi masalah ini penting. 

Pasalnya, bagaimana mungkin masalah polusi diselesaikan tanpa analisis sumbernya dengan tepat.

"Harusnya datanya dibuka ke publik secara transparan, sebenarnya sumbernya dari mana sih?" kata Bondan. 

Kondisi kemacetan di Jakarta. (Foto: Parboaboa/Bina Karos)

Indonesia agaknya perlu mencontoh apa yang dilakukan Cina pada 2017. Negeri tirai bambu punya praktik bagus dalam penanganan polusi udara. 

Mereka menyebar alat pemantau polusi di banyak tempat. Dari sana dipetakan lokasi mana saja yang tercemar. 

Selanjutnya, kata Bondan, Cina melakukan penelitian untuk melacak lebih dalam sumber pencemaran. Dari identifikasi itulah ditemukan bahwa PLTU batu bara merupakan salah satu sumber pencemaran. 

Dibuatlah strategi transformasi. Yang pertama dilakukan Cina, kata Bondan, adalah menonaktifkan PLTU batu bara dan menggantinya dengan panel surya. 

"Jadi mereka punya 90 persen itu berasal dari energi terbarukan, karena dia tahu sumber (pencemarnya itu) diganti langsung," ujar Bondan. 

Cina kemudian melakukan transformasi di bidang transportasi dengan mulai mengadopsi penggunaan kendaraan listrik. Pembenahan di aspek transportasi jadi tahapan lebih lanjut, setelah PLTU.

"Jadi, sumbernya dulu dikendalikan, baru transportasinya," ujar Bondan. 

Komitmen Pemerintah dalam Penanganan Polusi 

Isu lain yang mengemuka adalah soal komitmen pemerintah terhadap penanganan polusi. 

Pemerintah baru bergerak setelah ramai keluhan soal polusi udara di media sosial. Padahal persoalan polusi udara sudah berlangsung lama. 

Pada 2019, misalnya, masyarakat sipil telah mengajukan gugatan Citizen Law Suit (CLS)  terhadap pemerintah ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait pencemaran udara. 

Pengadilan tingkat pertama dan kedua telah memenangkan gugatan. Tergugat, dalam hal ini pemerintah, terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum, dan harus melakukan banyak hal untuk pengendalian pencemaran udara.

Poster bergambar Jokowi dipajang di kantor WALHI Jakarta, di kawasan Pasar Minggu. (Foto: Parboaboa/Muazam)

Meski telah dimenangkan penggugat di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, Presiden dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Komitmen pemerintah dalam penanganan polusi pun dipertanyakan. 

“Ketika mengambil langkah kasasi itu, sungguh langkah yang bertolak belakang dengan apa yang dilakukan saat ini,” Bondan menegaskan. Ia mengharapkan keseriusan agar persoalan polusi bisa tuntas secara sistemik. 

Kini sudah lewat tiga bulan sejak persoalan polusi mencuat, apakah langkah yang diambil pemerintah telah efektif? Ketika Parboaboa melintas di Jalan Iskandarsyah, Jakarta Selatan, Senin (13/11/2023), indeks kualitas udara Jakarta siang itu menunjukkan angka 143 AQI US.

Indikator menunjukan warna kuning, yang artinya tidak sehat bagi kelompok sensitif, dengan konsentrasi particulate matter (PM) 2.5 mencapai 52,8 µg/m³ atau dua kali lipat dari nilai panduan kualitas udara organisasi kesehatan dunia, WHO yakni sebesar 25 µg/m³.

Reporter: Achmad Rizki Muazam

Editor: Jenar
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS