PARBOABOA, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia menyegel 100 ton ikan salem yang diimpor PT SSI dari Tiongkok karena diduga menyalahi aturan edar di pasar tradisional Porda Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang memicu harga ikan lokal anjlok dan nelayan merugi.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, Laksda TNI Adin mengatakan, PT SSI terindikasi kuat melakukan pelanggaran dalam berkegiatan usaha di bidang perikanan. Izin impor perusahaan tersebut memakai ikan sebagai bahan baku pemindangan, justru dijual langsung ke pasar.
"Sesuai dengan Perppu No. 2/2022 tentang Cipta Kerja dan PP 5/2021, PT SSI terbukti melakukan kegiatan usahanya tidak sesuai, maka operasionalnya untuk sementara dihentikan," kata Adin kepada Parboaboa dalam keterangannya, Senin (06/03/2023).
Adin menerangkan, sebelum dilakukan pembekuan izin usaha, jajaran Direktorat Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (PPSDP) dan Satuan Pengawas (Satwas) SDKP Pati turun ke lapangan untuk mengumpulkan bahan dan keterangan (pulbaket) terhadap berbagai pihak yang terkait dalam kasus tersebut.
Ironisnya dari hasil penyelidikan lapangan yang dilakukan Direktorat PPSDP, perusahaan tersebut kedapatan melakukan kegiatan jual beli hasil perikanan dan usaha penyimpanan ikan tanpa dilengkapi klasifikasi baku lapangan usaha di Indonesia (KBLI) dan sertifikat kelayakan pengolahan (SKP).
Adin menjelaskan, dari hasil wawancara petugas terhadap para pedagang, ikan salem impor yang seharusnya diperuntukkan hanya untuk pemindangan tersebut, dijual pedagang secara eceran di Pasar Porda Juwana dengan harga Rp17 ribu sampai Rp20 ribu per kilogram (Kg).
Di mana, katanya, harga tersebut lebih murah dibandingkan ikan jenis lain yang merupakan hasil tangkapan nelayan lokal, seperti jenis ikan layang, ikan banyak/kembung yang dijual dengan harga Rp22 ribu sampai Rp29 ribu per Kg.
"Para pedagang mengaku mereka memperoleh ikan salem impor dari gudang PT MLI," terangnya.
Adin melanjutkan, berdasarkan penelusuran di lapangan, keberadaan ikan salem impor di pasaran menurunkan nilai jual ikan lokal hingga 10 persen dan ini berdampak langsung ke perekonomian nelayan.
Selanjutnya, kata Adin, informasi yang didapat dari hasil penelusuran terhadap PT MLI, pemilik ikan salem impor di gudang tersebut adalah PT. SSI. Saat dilakukan penyegelan, masih terdapat sekitar 100 ton ikan impor di gudang es yang diduga berasal dari Tiongkok untuk kebutuhan pemindangan.
Menurut pengakuan PT SSI, ikan salem impor tersebut dibeli dari PT STKP dan K yang berdomisili di Jakarta.
“Setelah ini akan kami lakukan penelusuran lebih lanjut apakah memang ditemukan adanya dugaan pelanggaran ketidaksesuaian peruntukan impor pada PT STKP dan K," ujar Adin.
Adin menegaskan, bahwa pengawasan terhadap importasi komoditas perikanan akan terus dilaksanakan terhadap sejumlah 204 perusahaan importir, yang memperoleh persetujuan rencana kebutuhan importasi komoditas perikanan untuk selain bahan industri dari Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, KKP.
"Hal ini sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono yang terus berupaya memastikan kegiatan impor produk perikanan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga tidak merugikan nelayan dan pembudidaya, serta industri perikanan dalam negeri," tegas Adin.
Sebagai Informasi, penyegelan ini sebagai langkah cepat Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) untuk menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai banyaknya ikan salem impor di pasaran dan melindungi nelayan sesuai UU Nomor 7/2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam, agar produk importasi perikanan ikan salem dari Tiongkok tidak mengganggu pasar lokal dan hanya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pemindangan.
Editor: RW