PARBOABOA, Pematang Siantar - Masyarakat Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara mengaku resah dengan ulah oknum dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) yang tiba-tiba menagih tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang telah kedaluwarsa.
Menurut Derry (37), warga Kelurahan Tomuan, Kecamatan Siantar Timur, ia tiba-tiba diminta membayar piutang PBB yang tertunggak oleh seorang oknum Pemko Pematang Siantar.
"Tiba-tiba saja harus dibayar piutang dari tahun-tahun sebelumnya karena tidak bayar PBB beserta dendanya sekitar Rp400 ribu akhir tahun lalu (2022), yang biasanya cuma Rp60 ribu saat membayar PBB milik saya, soalnya PBB yang sudah kedaluwarsa ada 6 tahun," ujarnya kepada PARBOABOA, Selasa (15/8/2023).
Derry menilai, penagihan tunggakan PBB untuk rumah orang tuanya yang saat ini ia tinggali tidak memiliki regulasi yang jelas. Apalagi ia tidak pernah mendapat surat teguran atau peringatan dari BPKPD Pematang Siantar.
"Tidak ada sosialisasi jika PBB yang sudah kedaluwarsa harus dibayar. Ada itu tahun 1994, 1998, 2000, 2003, 2005 dan 2006. Soalnya tidak mengetahui mengadu kepada siapa karena rumah yang saya tempati milik orang tua yang telah meninggal dan tidak ada surat teguran. Jadi masyarakat yang susah," ketusnya.
Derry meminta Pemko Pematang Siantar melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait aturan penagihan tunggakan PBB yang telah kedaluwarsa, agar masyarakat tidak merasa dirugikan saat petugas datang.
"Perbaiki dulu cara sosialisasi terhadap Perda (Peraturan Daerah) tersebut. Kan bisa lewat media sosial atau cara manual, soalnya jangan jadi masyarakat yang terkejut saat mau membayarkan, tahu-tahu uang yang dibawa dan dibayarkan ke loket (BPKPD) atau ke bank terkait hanya untuk satu tahun (PBB), masyarakat jadi kesal," kesalnya.
BPKPD Pematang Siantar, lanjut Derry, juga diminta untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat membayar PBB tepat waktu dan memberikan informasi jika memang ada tunggakan PBB, termasuk yang telah kedaluwarsa.
"Seharusnya mereka (BPKPD) juga melaksanakan program pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak, membuat prosedur yang sederhana dan memudahkan Wajib Pajak membayar pajak serta menciptakan program pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang efektif, jangan malah menimbulkan kegaduhan dan tidak adanya solusi yang diterima masyarakat agar membayar PBB tepat waktu, setidaknya terhindar dari denda," katanya.
Sementara itu, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Henry Sinaga menilai, penagihan tunggakan PBB yang dilakukan Pemko Pematang Siantar karena banyaknya masyarakat yang menunggak membayar PBB lebih dari 5 tahun.
"Penagihan yang dilakukan mereka (BPKPD) bertentangan dengan Pasal 78 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 79 ayat (1) pada Perda (Peraturan Daerah) Kota Pematang Siantar Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, dimana banyak ditemukan yang ditagih PBB-nya telah melampaui waktu 5 tahun sampai dengan 25 tahun lebih, terhitung sejak saat terutangnya pajak," ujarnya dikonfirmasi kepada PARBOABOA. Selasa (15/8/2023).
Padahal dalam Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah mengatur PBB yang sudah lebih dari 5 tahun tidak bisa ditagih karena sudah kedaluwarsa.
Oleh karenanya Henry meminta agar Pemko Pematang Siantar memperhatikan ketentuan hukum, sehingga proses penagihan pajak tidak menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
"Jika tidak ada surat teguran yang terbit, kedaluwarsa dihitung dari saat terutangnya pajak tersebut, hak tagih hilang yang ada adalah pemutihan, kalau diteruskan akan menimbulkan cacat hukum dalam pemungutannya dan wajib pajak bisa mengajukan gugatan hukum atas proses penagihan tersebut," imbuhnya.
Respons BPKPD
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Pematang Siantar, Arrie Sembiring menjelaskan dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak dan Retribusi Daerah disebutkan penghapusan pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (Perda).
"Sejak 2013, Kantor Pajak Kota Pematang Siantar telah menyerahkan kewenangannya kepada kita (BPKPD) dengan piutang pajak dari masyarakat Kota Pematang Siantar sebesar Rp8 miliar dari tahun 1994 dan tunggakan PBB ini pastinya belum bisa dihitung bersama dengan tahun-tahun selanjutnya (tahun 2013 hingga 2023 menjadi kewenangan pemerintah kota), " ungkapnya.
Ia menjelaskan, dalam ayat 2 huruf B Perda 6/2011 juga disebutkan pengakuan utang pajak secara langsung adalah wajib pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang pajak dan belum melunasi kepada pemerintah daerah.
"Dan kita juga harus memenuhi kaidah-kaidah dan mekanisme sebagaimana diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023, dimana dalam pelaksanaan penghapusan secara mutlak dilakukan setelah penghapusan secara bersyarat yang bertujuan untuk menghapuskan hak tagih daerah maupun negara, ini punya tahapannya masing-masing," tegasnya.
Arrie menambahkan, BPKPD telah melakukan sosialisasi yang masif ke masyarakat terkait regulasi penagihan tunggakan PBB kedaluwarsa.
"Sudah disampaikan kepada masyarakat, dan masyarakat secara self assesment mengetahui sejauh apa hutang terhadap PBB. Kita di BPKPD melalui Bidang Pendapatan juga masih membuka diri bagi masyarakat untuk mengkonsultasikan terhadap tunggakan pajak dan retribusi daerah yang dimilikinya," imbuhnya.
Editor: Kurniati