PARBOABOA, Jakarta - Kuala Lumpur menjelma menjadi pusat perhatian dunia saat KTT ASEAN ke-47 resmi dibuka pada 26–28 Oktober 2025.
Di balik kemegahan forum regional itu, dua peristiwa bersejarah terjadi, yakni bergabungnya Timor-Leste sebagai anggota ke-11 ASEAN dan kembalinya Presiden AS Donald Trump ke panggung Asia Tenggara.
Pesawat kepresidenan Air Force One mendarat di Kompleks Bunga Raya, Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA), pada Minggu (26/10/2025) pagi.
Trump disambut hangat oleh Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, bersama jajaran pejabat tinggi seperti Menteri Luar Negeri Mohamad Hasan dan Duta Besar AS untuk Malaysia, Edgard D. Kagan.
Setelah berjabat tangan dan berbincang singkat, keduanya menuju pusat kota Kuala Lumpur menggunakan mobil kepresidenan AS, The Beast, untuk menghadiri pertemuan puncak ASEAN.
Dalam pernyataannya, Anwar Ibrahim menyebut kunjungan tersebut sebagai langkah penting yang menandai kembalinya fokus Washington terhadap Asia Tenggara.
Menurutnya, “kehadiran Presiden Trump menjadi peluang memperkuat hubungan strategis antara Amerika Serikat dan negara-negara ASEAN.”
Kunjungan ini menjadi yang pertama bagi Trump ke Malaysia sekaligus penampilan perdananya dalam KTT ASEAN sejak kembali menjabat pada Januari 2025.
Ia menjadi presiden ketiga Amerika Serikat yang mengunjungi Malaysia setelah Lyndon B. Johnson pada 1966 dan Barack Obama pada 2014–2015.
Tandatangani Kesepakatan
Di sela-sela pertemuan ASEAN, Trump menandatangani serangkaian kesepakatan strategis dengan empat negara Asia Tenggara, yakni Malaysia, Kamboja, Thailand, dan Vietnam yang fokus pada perdagangan dan penguatan rantai pasokan mineral penting.
Langkah ini diambil untuk mengurangi ketergantungan terhadap ekspor logam tanah jarang dari Cina yang semakin dikontrol ketat.
Kesepakatan tersebut mencakup perjanjian perdagangan timbal balik dengan Malaysia dan Kamboja, serta pakta kerangka kerja dengan Thailand untuk mengatasi hambatan tarif dan non-tarif.
Washington juga menyepakati kerangka perdagangan serupa dengan Vietnam, yang sebelumnya dikenai tarif ekspor hingga 20 persen ke AS.
Dalam pernyataan resmi Gedung Putih, Amerika Serikat tetap mempertahankan tarif 19 persen untuk ekspor dari ketiga negara tersebut, namun akan menurunkannya menjadi nol untuk beberapa komoditas tertentu.
Sebagai imbalannya, Vietnam berjanji meningkatkan pembelian produk-produk Amerika guna mengurangi surplus perdagangan yang mencapai 123 miliar dolar AS tahun lalu.
Selain itu, Trump menandatangani dua kesepakatan khusus dengan Thailand dan Malaysia untuk memperkuat kerja sama dalam diversifikasi rantai pasokan mineral penting.
Malaysia bahkan menyepakati komitmen untuk tidak melarang atau membatasi ekspor unsur tanah jarang ke Amerika Serikat, meski belum dijelaskan apakah aturan itu berlaku bagi bahan mentah atau yang sudah diolah.
Kesepakatan itu muncul di tengah langkah Cina yang semakin memperketat ekspor teknologi pemurnian logam tanah jarang sebagai material vital bagi industri chip, kendaraan listrik, dan peralatan militer.
Reuters melaporkan bahwa Beijing tengah menjajaki kerja sama dengan Malaysia melalui dana kekayaan negara Khazanah Nasional untuk membangun fasilitas pemrosesan tanah jarang di wilayah Malaysia.
Bagi Washington, kesepakatan baru dengan negara-negara ASEAN ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang guna menciptakan rantai pasokan yang lebih aman dan seimbang di kawasan Indo-Pasifik.
“Ini adalah wujud kemitraan saling menguntungkan untuk memperkuat ketahanan ekonomi global,” demikian isi pernyataan bersama AS dan negara-negara Asia Tenggara.
Manfaat bagi Negara-Negara Mitra
Dalam ranah ekonomi praktis, sejumlah keuntungan langsung diperoleh oleh mitra dagang AS di kawasan. Malaysia mendapatkan pembebasan tarif untuk sektor kedirgantaraan, farmasi, dan komoditas seperti minyak sawit, kakao, serta karet.
Menteri Perdagangan Malaysia, Tengku Zafrul Aziz, menyebut kesepakatan ini sebagai peluang memperluas akses pasar global bagi produk dalam negeri.
Thailand pun berjanji menghapus tarif atas 99 persen barang impor dari AS serta melonggarkan pembatasan kepemilikan asing di sektor telekomunikasi.
Negara tersebut juga berkomitmen membeli 80 pesawat buatan AS senilai 18,8 miliar dolar AS, serta impor gas alam cair dan minyak mentah senilai 5,4 miliar dolar AS per tahun.
Sementara Vietnam akan memperkuat posisinya sebagai mitra utama ekspor pertanian dan manufaktur Amerika, seiring janjinya menambah pembelian produk agrikultura dan teknologi tinggi dari Washington.
ASEAN di Tengah Geopolitik Global
KTT ASEAN ke-47 yang bertema “Inclusivity and Sustainability” menjadi simbol solidaritas dan semangat baru kawasan dalam menghadapi ketegangan global antara kekuatan besar dunia.
Kehadiran para pemimpin seperti Donald Trump, Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, dan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi mempertegas peran Asia Tenggara sebagai mitra strategis dalam percaturan internasional.
Melalui momentum ini, ASEAN tidak hanya meneguhkan posisinya sebagai kawasan damai dan inklusif, tetapi juga sebagai pusat diplomasi ekonomi dunia yang berpengaruh.
Di tengah rivalitas global, langkah Amerika Serikat mempererat hubungan ekonomi dan energi dengan negara-negara ASEAN menandai babak baru kemitraan trans-Pasifik yang berorientasi pada keberlanjutan, stabilitas, dan kemakmuran bersama.
