Sidang Gugatan Eks Wali Kota Pematang Siantar, R.E Siahaan ke KPK Ditunda Dua Pekan

Sidang ketiga perkara gugatan eks Wali Kota Pematang Siantar periode 2005-2010, Robert Edison Siahaan (duduk kiri) kepada pimpinan KPK senilai Rp45 miliar ditunda hingga dua pekan ke depan. (Foto: PARBOABOA/Putra Purba)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Sidang ketiga terkait perkara gugatan eks Wali Kota Pematang Siantar, Robert Edison Siahaan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) senilai Rp45 miliar terpaksa ditunda hingga dua pekan ke depan.

Pasalnya, tergugat empat yang merupakan ahli waris dari almarhum Esron Samosir atas nama Juliana Yukiko Andriani Pardede dan Monang Christian Samosir tidak hadir dalam sidang yang dilaksanakan, Rabu (6/9/2023), di Pengadilan Negeri Pematang Siantar.

"Persidangan kita akan diundur hingga tanggal 20 September 2023, dan kepada tergugat keempat akan dihadirkan," kata Pimpinan Majelis Hakim, Renni Pitua Ambarita didampingi Hakim Anggota Nasfi Firdaus dan Katharina Siagian.

Kuasa hukum Robert Edison Siahaan, Daulat Sihombing, mengaku menerima putusan Majelis Hakim.

"Para Hakim masih tergugah untuk memanggil tergugat keempat yang tidak dapat menghadiri persidangan dan kita (penggugat) menerima keputusan itu," ujarnya di pelataran PN Pematang Siantar.

Daulat menjelaskan dalam perkara yang telah didaftarkan dengan Register Perkara Nomor 73/Pdt.G/2023/PN.PMS itu, eks Wali Kota Pematang Siantar periode 2005-2010 ini meminta pengadilan memutuskan KPK membayar sekaligus kerugian materil dan immaterial senilai Rp45.250.000.000.

Robert Edison juga meminta KPK mengembalikan tanah seluas 702 meter persegi berikut bangunan di atasnya. Tanah tersebut diketahui telah dipecah menjadi 4 sertifikat.

"Adapun rumah yang berada di Jalan Sutomo No. 10, Kelurahan Proklamasi, Kecamatan Siantar Barat, Pematangsiantar, yang merupakan barang warisan mertua Pak R.E. Siahaan, yang dirampas oknum pejabat negara yang mengatasnamakan pegawai KPK RI itu tak ada kaitan dengan kasus pak R.E. Siahaan," ungkapnya.

Daulat beralasan, putusan perkara korupsi yang menjerat RE Siahaan pada tahun 2013 lalu mengenai pidana pokok maupun tambahan uang pengganti telah tuntas dieksekusi, dengan pidana penjara selama 12 tahun yang meliputi pidana pokok 8 tahun dan pidana tambahan uang pengganti selama 4 tahun penjara karena R.E. Siahaan tidak membayar pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp7,7 miliar

Namun pada Surat Perintah Penyitaan Dalam Rangka Eksekusi Pembayaran Uang Pengganti Nomor: Sprin.PPP-01/01-26/Ek.S/05/2015, tanggal 29 Mei 2015, tidak sesuai dengan putusan Pengadilan.

Daulat mengatakan gugatan yang dilayangkan kliennya R.E Siahaan berdasarkan pada Pasal 1365 KUHPerdata, karena KPK dinilai melakukan perbuatan melawan hukum.

"Perbuatan tergugat merupakan perbuatan melawan hukum berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata. Sebab secara penindakan, penggugat merampas dengan paksa tanpa ketentuan yang pasti, sebab tanah dan bangunan milik penggugat dalam SHM No. 302 Tahun 2004, tidak merupakan barang sitaan atau rampasan dari penyidikan, penuntutan dan peradilan dan juga tidak merupakan bagian dari objek putusan pengadilan," imbuh dia.

Sementara perwakilan KPK sebagai tergugat, Togi menegaskan akan terus menghadiri persidangan meskipun ada kendala saat penjadwalan ulang tadi.

"Kita akan memenuhi panggilan, tentu kita persiapkan segala macam hal dan secara detail akan disampaikan juru bicara KPK. Tugas kami hanya menghadiri persidangan," katanya ditemui usai pembacaan penundaan sidang.  .

"Jika PN (Pematang Siantar) meminta kita untuk tetap hadir, kita akan upayakan, sebab kami sudah sampaikan kepada hakim, ada beberapa kendala di tanggal yang sudah diputuskan (sidang lanjutan) tersebut," imbuh Togi.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS