PARBOABOA, Jakarta - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat kasus tindak kekerasan di lingkungan pendidikan sepanjang Januari-Februari 2023.
Dalam rentang waktu itu, dilansir dari laman resmi fsgi.or.id, telah terjadi kekerasan seksual sebanyak 10 kasus di lingkungan pendidikan terhadap anak-anak baik di sekolah umum maupun sekolah berbasis agama.
Keseluruhan pelaku berjenis kelamin laki-laki, yang di mana salah satunya merupakan pimpinan pondok pesantren.
Dari kesepuluh kasus, 9 di antaranya telah dalam proses penangan oleh pihak kepolisian. Sedangkan untuk satu kasus lainnya yang terjadi di Gunung Kidul, Yogyakarta, diselesaikan dengan memindahkan kelas mengajar serta pengurangan jam mengajar terhadap guru yang merupakan pelaku dari kejahatan keji ini.
Hukuman ini tentu dapat membahayakan kondisi psikologis dari korban. Pasalnya, keduanya memiliki peluang besar untuk bertemu karena berada di lingkungan yang sama.
Ringannya hukuman terhadap tindakan kekerasan seksual itu juga tidak membuat pelaku jera dan berpotensi melakukan hal serupa kepada anak lain.
Menurut FSGI, dari 10 kasus ini, 60% di antaranya berasal dari satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama (Kemenag) dan sisanya, yakni 40% berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat meminta para pemangku kebijakan harus lebih peduli lagi terhadap kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan.
"Perangkat hukumnya sudah ada meski kebijakan pendukungnya terus dilengkapi, para pemangku kebijakan harus meningkatkan kepedulian pada upaya pencegahan perlindungan peserta didik dari ancaman tindak kekerasan seksual," kata Lestari dalam keterangan tertulis, Jumat (05/05/2023).
Menurutnya, memaksimalkan sejumlah hukum serta kebijakan mengenai kasus ini dapat menjadi salah satu solusi dalam meminimalisir kasus serupa terulang kembali.
“Kesiapan para aparat hukum dalam menerapkan sejumlah aturan hukum terkait tindak kekerasan seksual harus benar-benar dipastikan,” ucapnya.
Dengan begitu, ia berharap kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan ini dapat sepenuhnya terhapuskan.
Lestari lalu mengingatkan kepada para aparat penegak hukum untuk memberikan respon yang baik terhadap kasus tindak kekerasan seksual tersebut.
Editor: Maesa