Liburan di Labuan Bajo Berujung Penipuan, 20 Wisatawan Gagal Berlayar ke TNK

Panorama alam yang indah di Pulau Padar Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT (Foto: dok. Indonesia Travel)

PARBOABOA, Jakarta - Kasus penipuan yang melibatkan agen travel kembali mencoreng dunia pariwisata Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Sebanyak 20 wisatawan, terdiri dari 13 turis asing dan 7 wisatawan domestik, menjadi korban setelah gagal berlayar ke Taman Nasional Komodo (TNK), meski telah membayar biaya sewa kapal secara penuh.

Insiden ini terjadi pada Senin (02/6/2025), ketika para wisatawan hendak menaiki kapal Flores Kencana yang telah mereka pesan. 

Namun, pihak pengelola kapal menolak memberangkatkan mereka karena dinilai belum menyelesaikan pembayaran dari pihak agen, yakni Gratio Tour and Travel (GTAT).

Salah satu anggota rombongan, Ruth Krisnianti Utami, warga negara Indonesia yang kini tinggal di Amerika Serikat, mengungkapkan kekecewaannya. 

Ia baru saja melangsungkan pernikahan di Bali bersama suaminya, seorang warga negara AS dan membawa keluarga mereka berlibur ke Labuan Bajo. Namun, pengalaman pahit justru menodai momen tersebut.

Ruth menjelaskan bahwa mereka telah membayar lunas Rp 101 juta kepada GTAT untuk sewa kapal wisata dan tiket masuk TNK. 

Agen tersebut dioperasikan oleh seseorang bernama Dominikus, warga Labuan Bajo. Uang telah ditransfer sepenuhnya sesuai permintaan, termasuk untuk sewa kapal pinisi Flores Kencana milik Zada Ulla.

Namun, saat rombongan tiba di Pelabuhan Marina dan telah menerima boarding pass, kapal mendadak batal berangkat. 

Pihak operator kapal menyatakan hanya menerima pembayaran 30 persen atau sekitar Rp 24 juta dari agen perjalanan, dan menuntut pelunasan sebesar Rp 50 juta untuk bisa berlayar. 

Karena merasa sudah membayar penuh kepada agen, Ruth menolak membayar lagi. Situasi ini menimbulkan perdebatan selama hampir dua jam. Ia coba menghubungi Dominikus, namun tidak mendapat tanggapan.

Didorong rasa kecewa, Ruth lalu melaporkan kejadian ini ke kepolisian. Petugas kemudian mendatangi rumah Dominikus di Labuan Bajo, namun hanya menemukan istri dan adiknya. 

Ruth menyebut bahwa adik Dominikus datang ke kapal dan meminta maaf. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui aksi kakaknya dan keluarganya tidak memiliki uang untuk mengembalikan dana tersebut.

Belasan anggota kepolisian terlihat mengawal kasus ini di pelabuhan. Sementara itu, pihak kapal bersikukuh tidak akan memberangkatkan wisatawan sebelum pelunasan dilakukan. 

Ruth pun melaporkan kejadian ini ke Konsulat AS untuk meminta perlindungan atas keselamatan dan hak-hak 13 warga negaranya yang terjebak dalam persoalan tersebut.

Setelah negosiasi yang difasilitasi oleh pihak kepolisian dan keluarga Dominikus, rombongan wisatawan akhirnya diberangkatkan ke TNK pada sore harinya. 

Staf kapal Zada Ulla, Subali, menyatakan perjalanan tetap dilanjutkan karena mempertimbangkan waktu dan destinasi wisatawan, meskipun ada beberapa destinasi yang terpaksa dilewatkan.

Subali juga menegaskan bahwa pihak Zada Ulla merasa menjadi korban dalam kasus ini. Mereka hanya menerima pembayaran Rp 24 juta dari total tagihan sebesar Rp 80 juta. 

Masalah ini akan dikomunikasikan lebih lanjut dengan pihak GTAT selaku agen dan mereka belum menentukan apakah akan menyelesaikannya secara hukum atau kekeluargaan.

Tidak Memiliki Izin

Rian Thomson, seorang tour guide yang kerap menemani para wisatawan di Labuan Bajo mengakui bahwa kasus serupa memang kerap terjadi. 

"Ini bukan kasus baru. Sudah sering terjadi penipuan. Belum lagi soal keamanan para wisatawan yang memang patut diperhatikan oleh pemangku kepentingan di sini," ungkap Thomson melalui sambungan telepon, Kamis (05/6/2025). 

Soal agen GTAT, Thomson mengaku tidak mengetahui secara pasti keberadaan mereka. Sebagai pendatang yang juga mencari nafkah di Labuan Bajo, ia baru mendengar nama agen tersebut.   

"Kurang tahu soal GTAT. Memang kita di sini bergaul dengan banyak agen, tetapi saya sendiri tidak tahu mereka itu yang mana," tambahnya.

Terpisah, Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) NTT mengungkapkan bahwa agen travel GTAT tidak memiliki izin resmi dan bukan anggota dari lembaga resmi agen perjalanan wisata.

"Kami mendapat informasi bahwa penipuan ini sudah terjadi beberapa kali dan orang ini adalah agen travel yang tidak resmi di Labuan Bajo," ujar Ketua DPP Asita NTT, Oyan Kristian, Kamis (05/6/2025).

Menurut Oyan, pelaku penipuan tersebut telah berulang kali melakukan praktik serupa, namun tetap aktif menawarkan paket wisata melalui media sosial. 

Ia menyayangkan kenyataan bahwa individu yang pernah terlibat kasus serupa masih bisa menjalankan usahanya tanpa hambatan berarti.

Pihak Asita telah berkoordinasi dengan operator kapal wisata dan menemukan bahwa para korban penipuan telah menikmati perjalanan ke TNK. Namun, hingga kini agen travel GTAT belum melunasi pembayaran kepada pihak kapal.

"Mereka (pihak kapal) sudah datang langsung ke rumah yang bersangkutan, bersama dengan petugas untuk meminta pelunasan. Sepertinya sampai saat ini belum dilakukan pelunasan," jelas Oyan.

Oyan menekankan pentingnya bagi wisatawan untuk memastikan legalitas dan kredibilitas agen perjalanan sebelum melakukan pemesanan. 

Ia menyarankan calon wisatawan meneliti izin usaha agen, mengecek keberadaan mereka di dunia pariwisata melalui situs web, media sosial, serta melihat konsistensi aktivitas yang mereka tampilkan secara daring.

"Harus dipastikan punya izinnya, harus dilihat di websitenya juga, apakah benar perusahaan ini eksis di dunia pariwisata, kemudian di media sosialnya, postingannya sejak kapan, apa saja yang diposting harus dicek juga," terangnya.

Ia mengingatkan wisatawan untuk tidak mudah tergiur dengan harga murah maupun tampilan media sosial yang menarik. 

Ketelitian dan kecermatan dalam memilih agen travel menjadi kunci utama agar pengalaman liburan tidak berubah menjadi kerugian.

"Jadi costumer yang pintar, perlu pengecekan dari pihak terkait bahwa aktivitas pariwisata di Labuan Bajo ini dilakukan dengan baik dan benar," tambahnya.

Dalam konteks pencegahan, Oyan juga mengajak seluruh pelaku usaha perjalanan wisata di Labuan Bajo untuk mendaftarkan diri sebagai anggota Asita. 

Keanggotaan ini, menurutnya, memberi jaminan bahwa agen tersebut memiliki legalitas yang sah dan memenuhi seluruh persyaratan administratif yang ditentukan.

"Keanggotaan Asita sangat penting untuk kami bisa menyampaikan kepada semua pihak bahwa anggota Asita adalah agen perjalanan yang memiliki izin dan resmi," tegasnya.

Setiap anggota Asita diwajibkan memiliki dokumen legal seperti akta pendirian perusahaan, Nomor Induk Berusaha (NIB), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan identitas direktur. 

Selain itu, agen juga perlu membayar biaya pendaftaran untuk menjadi anggota resmi.

"Kita mengimbau semua pelaku usaha pariwisata di Labuan Bajo, mari melegalkan usaha kita dengan tertib administrasi dengan memiliki izin sesuai dengan apa yang diwajibkan oleh pemerintah. Jangan kita berusaha tanpa ada legalitas yang jelas," tutup Oyan.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS