PARBOABOA – Sindrom Cotard merupakan salah satu penyakit gangguan mental yang mana seseorang menyakini telah kehilangan organ, darah, atau bagian tubuh, dan bersikeras telah kehilangan jiwa atau mati.
Sindrom Cotard relatif langka. Kondisi ini pertama kali dijelaskan oleh Dr. Jules Cotard pada 1882.
Meskipun gejala yang timbul cukup ekstrem, sindrom Cotard masih bisa ditangani.
Sindrom ini dapat terjadi pada hampir semua usia, umumnya orang di awal usia 50-an.
Biasanya ini terjadi diiringi dengan kondisi depresi berat dan beberapa gangguan psikotik. Sindrom Cotard juga dapat disertai dengan penyakit mental dan kondisi neurologis tertentu. Sindrom ini juga dikenal sebagai sindrom mayat berjalan. Informasi selengkapnya mengenai sindrom Cotard ada di bawah ini.
Pengertian Sindrom Cotard
Sindrom Cotard adalah suatu delusi dimana individu yakin dirinya telah mati.
Hal ini dapat disertai dengan keyakinan bahwa dirinya membusuk, berbau tidak sedap, atau beberapa bagian tubuhnya tidak ada (delusi nihilistik). Individu juga dapat merasa yakin dirinya tidak mempunyai kepala, dirinya berupa bayangan, dan tidak bisa terlihat di cermin (Corlett,2010).
Sindrom Cotard merupakan suatu kondisi langka yang ditandai dengan adanya kepercayaan yang tidak tepat pada seseorang bahwa dirinya atau bagian tubuhnya telah meninggal atau tidak ada. Sindrom ini juga dikenal dengan istilah delusi Cotard.
Gangguan ini umumnya terjadi pada kondisi depresi berat serta beberapa jenis gangguan psikotik. Fenomena ini juga dapat menyertai kondisi kejiwaan maupun neurologis lainnya.
Sejarah Sindrom Cotard
Sindrom Cotard diambil dari nama Jules Cotard. Dia adalah seorang ahli syaraf dan psikiater Paris serta mantan dokter beda militer yang pertama kali menggambarkan sindrom Cotard (Enoch & Ball, 2001; Pearn & Gardner-Thrope, 2002).
Jules Cotard telah melaporkan kasus seorang wanita 43 tahun yang percaya bahwa dia tidak memiliki otak, saraf, dada, atau perut, dan hanya kulit dan tulang, tidak ada Tuhan atau setan, dia tidak membutuhkan makanan, untuk abadi dan akan hidup selamanya. Dia telah meminta untuk dibakar hidup-hidup dan telah membuat berbagai upaya bunuh diri (Berrios & Luque, 1995; Enoch & Ball, 2001).
Istilah Cotard untuk pertama kalinya dijelaskan pada tahun 1880. Istilah ini dirumuskan sebagai jenis baru dari depresi yang ditandai dengan gejala melankoli cemas, ide-ide hukuman atau penolakan, ketidakpekaan terhadap rasa sakit, delusi tentang ketiadaan tubuh sendiri dan delusi keabadian.
Pada tahun 1882, Cotard diperkenalkan dengan délire des négation sebagai terminologi baru untuk suatu sindrom (Debruyne et al, 2009).
Setelah kematian Cotard, perdebatan dimulai (1892-1900) apakah kondisi ini menggambarkan penyakit baru atau hanya bentukan parah dari melankolia. Regis menyarankan bahwa Cotard ingin menggambarkan “sindrom” yaitu kumpul gejala yang juga dapat ditemukan dalam gangguan mental selain melakoli (Berrios & Luque, 1995).
Regis (1993) pertama kali menggunakan istilah sindrom Cotard. Ia juga menyatakan bahwa sindrom ini tidak hanya terkait dengan depresi, tetapi bisa dihubungkan dengan gangguan kejiwaan lainnya.
Nama sindrom Cotard saat ini pertama kali digunakan oleh Seglas (1887) dalam bukunya Le délire des négation (Debruyne et al, 2009).
Ciri-ciri atau Gejala Sindrom Cotard
Salah satu ciri-ciri atau gejala utama dari sindrom Cotard adalah nihilisme. Nihilisme merupakan kepercayaan bahwa segala hal tidak memiliki nilai atau arti. Hal ini juga dapat mencakup kepercayaan bahwa tidak ada hal yang nyata.
Orang yang mengalami sindrom Cotard merasa bahwa mereka telah meninggal atau tidak nyata. Pada sebagian kasus, orang dengan kondisi ini juga dapat merasa bahwa mereka tidak nyata dan tidak pernah ada.
Sebagian orang dapat mengalami sindrom Cotard terkait dengan tubuhnya secara keseluruhan, dan sebagian lainnya hanya merasakan hal ini terkait dengan organ atau komponen tertentu dari tubuhnya, seperti lengan, tungkai, dan sebagainya.
Depresi juga memiliki kaitan dengan sindrom Cotard, di mana salah satu penelitian terkait sindrom ini menemukan bahwa hampir 89% pasien yang mengalami sindrom Cotard juga mengalami depresi pada saat yang bersamaan.
Ciri-ciri atau gejala lain yang dapat menyertai sindrom Cotard adalah:
- Ansietas
- Halusinasi
- Hipokondria, atau rasa bahwa tubuhnya memiliki penyakit tertentu
- Rasa bersalah
- Preokupasi untuk melukai diri sendiri atau kematian
Penyebab Sindrom Cotard
Para pakar belum mengetahui penyebab pasti dari sindrom Cotard. Namun, terdapat beberapa faktor risiko yang dikaitkan dengan kondisi ini.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa usia rata-rata orang yang mengalami sindrom Cotard adalah sekitar 50 tahun. Akan tetapi, kondisi ini juga dapat dialami oleh anak-anak dan remaja. Orang yang berusia di bawah 25 tahun dengan sindrom Cotard juga dapat mengalami depresi atau gangguan bipolar.
Wanita juga memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengalami kondisi ini dibandingkan dengan pria.
Beberapa kondisi kesehatan jiwa yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami sindrom Cotard adalah:
- Gangguan bipolar
- Depresi pasca-persalinan
- Skizofrenia
Cara Mengatasi Sindrom Cotard
Sindrom Cotard umumnya terjadi bersamaan dengan kondisi lain. Oleh sebab itu, pilihan penanganan dapat bervariasi. Beberapa jenis penanganan yang dapat dilakukan adalah:
- Pengobatan atau prosedur tertentu: Dokter dapat meresepkan pengobatan tertentu atau menginstruksikan untuk dilakukan prosedur tertentu, sesuai dengan hasil wawancara medis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
- Psikoterapi: Psikoterapi dan terapi perilaku dapat juga dilakukan oleh dokter untuk membantu seorang individu mengatasi kondisi yang dialami.
Pencegahan Sindrom Cotard
Karena penyebab dari sindrom Cotard belum diketahui secara pasti, maka belum ada metode pencegahan yang terbukti efektif secara sepenuhnya dalam menghindari terjadinya kondisi ini.
Penanganan untuk sindrom Cotard melibatkan terapi obat dan terapi bicara yang disebut terapi perilaku kognitif (CBT) atau psikoterapi.
Beberapa pengobatan yang dapat digunakan untuk menangani sindrom Cotard, yaitu:
- antipsikotik
- antiansietas
- terapi elektrokonvulsif (ECT)
Terapi ECT melibatkan pengiriman arus kecil melalui otak. Aksi tersebut dapat mengubah kimia otak untuk meredakan beberapa gejala.
Semoga informasi mengenai sindrom Cotard ini dapat membantu Anda sekalian untuk memahami ciri-ciri, penyebab, dan cara mengatasi hal tersebut. Semoga bermanfaat.