PARBOABOA, Jakarta - Kemiskinan menjadi salah satu persoalan krusial yang dihadapi bangsa Indonesia selama berpuluh-puluh tahun terakhir.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa per Maret 2024, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,22 juta jiwa atau 9,03 persen dari total populasi nasional.
Menghadapi persoalan ini, Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul menguraikan dua strategi utama untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
Strategi tersebut adalah pemanfaatan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) dan pengembangan Sekolah Rakyat.
Menurutnya, dengan merujuk pada DTSEN, penyaluran bantuan sosial dan program pemberdayaan dapat menjadi lebih tepat sasaran, efisien, dan berdampak maksimal.
Di sisi lain, Sekolah Rakyat sebagai salah satu program unggulan presiden Prabowo diharapkan mampu memutus mata rantai kemiskinan dari generasi ke generasi.
“Dalam Asta Cita Presiden yang ditekankan adalah peningkatan kesejahteraan sosial, salah satunya pengentasan kemiskinan,” ujar Gus Ipul dalam keterangan yang diterima, Jumat (11/4/2025).
Gus Ipul menegaskan bahwa kedua strategi ini memerlukan kerja sama lintas sektor agar berhasil. Sinergi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah, menjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan ini.
“Selama ini pengentasan kemiskinan diwarnai ego sektoral,” ujarnya.
Ia pun mengajak semua pihak untuk meninggalkan kebiasaan membuat data sendiri dan merayakan keberhasilan secara terpisah. Sesuai arahan Presiden Prabowo, DTSEN hadir sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
"Data ini dikumpulkan, divalidasi, dipadankan dengan NIK, diolah sesuai standar Badan Pusat Statistik (BPS)," jelas Gus Ipul.
Ia meminta agar DTSEN benar-benar dijadikan acuan oleh pemerintah daerah dalam menjalankan program pengentasan kemiskinan.
Dalam DTSEN, terdapat sistem peringkat berdasarkan desil yang memudahkan pemetaan kelompok masyarakat paling membutuhkan.
"Kita sasar di desil 1, desil 2, jika sudah tidak ada diluaskan ke desil 3. Itu data masyarakat miskin, miskin ekstrem, dan rentan. Akan kami serahkan ke gubernur, bupati, dan wali kota," tambahnya.
Gus Ipul juga menekankan bahwa semua elemen masyarakat bisa berkontribusi dalam memperbarui data DTSEN agar tetap akurat. Pembaruan ini dapat dilakukan melalui jalur formal, seperti RT/RW dan kelurahan, maupun lewat aplikasi digital.
“Lewat jalur formal yang melibatkan lurah, RT/RW. Kalau tidak bisa tembus di sini bisa lewat jalur partisipasi lewat aplikasi cek bansos,” jelasnya.
Lebih lanjut, Gus Ipul menyampaikan bahwa gagasan Sekolah Rakyat digulirkan untuk membuka akses pendidikan yang layak bagi anak-anak dari keluarga miskin, sebagai langkah konkret untuk memutus rantai kemiskinan.
Inpres Nomor 8 Tahun 2025
Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno menyebut bahwa kebijakan pengentasan kemiskinan yang dicanangkan pemerintahan Prabowo menunjukkan keberpihakan nyata terhadap masyarakat kecil.
Ia merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 yang juga memperkuat pelaksanaan pengentasan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem, sebagai tindak lanjut atas dasar yang telah diletakkan dalam Inpres Nomor 4 Tahun 2022.
Menurut Eddy, kebijakan ekonomi pemerintahan saat ini berpijak pada prinsip "no one is left behind", atau tidak ada satu pun warga negara yang tertinggal.
Ia menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional yang ditargetkan mencapai 8 persen harus disertai dengan pemerataan hasil pembangunan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Salah satu poin penting yang turut ditekankan dalam Inpres adalah urgensi pembentukan data sosial dan ekonomi tunggal yang menjadi dasar dalam perencanaan program pengentasan kemiskinan dan bantuan sosial.
Hingga kini, belum tersedia satu basis data terpadu yang bisa dijadikan acuan bersama seluruh kementerian dan lembaga, sehingga efektivitas program kerap terganggu oleh tumpang tindihnya informasi dan pelaksanaan di lapangan.
Eddy juga menyoroti pentingnya sinergi lintas instansi. Menurutnya, tanpa koordinasi yang solid, program yang disusun berpotensi tidak tepat sasaran.
Ia menambahkan, Inpres ini juga memainkan peran penting sebagai bantalan sosial dalam menghadapi tekanan ekonomi global seperti perang dagang atau fluktuasi kebijakan internasional.
Ia pun mendorong agar seluruh kementerian dan lembaga segera menerjemahkan isi Inpres tersebut dalam aksi nyata, dengan pendekatan yang cepat, adaptif, dan solutif.
Eddy mengingatkan bahwa upaya mengentaskan kemiskinan ekstrem bukan sekadar target angka, melainkan kewajiban moral negara untuk menjamin kehidupan yang layak bagi setiap warganya.