PARBOABOA, Jakarta – Kepolisian Republik Indonesia selama Januari hingga Mei 2022 mengungkap ada 230 kasus penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan jumlah tersangka yang ditahan sebanyak 335 orang.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto pada konferensi pers pengungkapan kasus penyalahgunaan solar di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, pada Selasa, (24/5/2022).
"Khusus 2 bulan terakhir, karena mulai terjadinya antrean dan peningkatan angka subsidi BBM jenis Pertalite, solar, dan elpiji, tercatat ada 182 kasus yang diungkap, sedangkan tersangkanya ada 235 orang," kata Agus.
Ia mengatakan, kasus tersebut belum termasuk kedalam tiga kasus yang baru saja terungkap.
Sebelumnya, Kapolri sudah memerintahkan seluruh jajaran setelah dua bulan terakhir adanya insiden antrean pembelian solar dan Pertalite serta kelangkaan solar bersubsidi di beberapa wilayah.
"Hingga akhirnya diungkap kasus penyalahgunaan BBM maupun elpiji bersubsidi di sejumlah daerah, termasuk di Kabupaten Pati, dengan barang bukti solar bersubsidi sekitar 25 ton," ujarnya.
Ia menjelaskan, hal tersebut dilakukan guna menunjukkan keseriusan Polri mendalami kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi. Terlebih lagi, saat ini terjadi krisis energi global menyusul perang Rusia dengan Ukraina sehingga peningkatan harga komoditas energi dunia.
"Kepolisian dan Pertamina yang mendapatkan tugas negara menyiapkan bahan bakar minyak, tentunya akan melakukan upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan BBM bersubsidi, baik Pertalite, solar, maupun elpiji, yang besaran subsidinya akan selalu naik," ujarnya.
Dengan adanya penindakan tersebut akan memberikan efek jera dan menekan penyimpangan yang ada, sedangkan subsidi BBM dari pemerintah bisa tepat sasaran dan angka subsidinya tidak akan naik.
Penindakan tersebut tidak hanya berlaku terhadap penyalahgunaan BBM jenis solar dan Pertalite, pelaku penyalahgunaan elpiji bersubsidi juga akan ditindak lantaran adanya kenaikan subsidi setiap tahunnya.
Menurutnya, banyaknya kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi ini tidak lepas dari adanya perbedaan harga antara BBM maupun elpiji bersubsidi dan nonsubsidi.
"Disparitas harga ini diduga yang merangsang pelaku memanfaatkan peluang melakukan usaha yang menyalahi ketentuan sehingga hal itu bisa menimbulkan kerugian masyarakat yang sesungguhnya memiliki hak untuk mendapatkan Pertalite, solar, maupun elpiji bersubsidi," ujarnya.