PARBOABOA, Jakarta - Harapan Anies Baswedan untuk berlabuh bersama PDIP dalam kontestasi Pilgub Jakarta 2024, sempat mekar pada Senin (26/08/2023) pagi.
Sebelum berangkat ke Kantor DPP PDIP di Menteng, Jakarta Pusat, mantan Gubernur DKI Jakarta itu bertemu ibunya, Aliyah Rasyid Baswedan. Ia mencium tangan sang ibunda sekaligus meminta doa restu.
"Anies berangkat dulu ya, mohon doa restu semoga dilancarkan untuk hari ini,” ujar Anies.
Hari itu, pengumuman rekomendasi gelombang ke-III PDIP untuk Pilkada 2024 akan berlangsung. Sejumlah kabar berhembus, Anies bakal diusung partai besutan Megawati Soekarnoputri itu.
Sayangnya, peta politik berubah. Jagoan PDIP di Pilgub Jakarta dikocok ulang. Hingga menjelang pengumuman, Anies tak muncul di aula utama.
Namanya sama sekali tak disebutkan dalam daftar calon kepala daerah yang dibacakan Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto.
Tak berselang lama, Bendahara Umum PDIP, Olly Dondokambey, memberi klarifikasi. Menurutnya, PDIP mengusung Pramono Anung-Rano Karno, kader yang lahir dari rahim partai untuk bertarung merebut kursi gubernur.
Keputusan politik PDIP bergeser selepas Pramono Anung dipanggil Megawati untuk diminta mencalonkan diri pada Pilgub Jakarta 2024.
“Pak Pramono dipanggil ibu dan diminta untuk mencalonkan,” kata Olly.
Pram, demikian ia akrab disapa, memang bukan sosok baru dalam kancah politik Indonesia. Ia kader PDIP tulen yang pernah menduduki posisi Sekretaris Jenderal periode 2010-2015.
Sepak terjangnya di legislatif dan eksekutif pun patut diperhitungkan. Pram menjabat Wakil Ketua DPR RI pada 2009-2014 dan Sekretaris Kabinet di era Jokowi.
Begitupun Rano Karno dengan karir politik yang cukup moncreng. Politikus PDIP ini pernah menjadi Gubernur Banten dan Anggota DPR RI periode 2019-2024.
Rekam jejak kedua kader, setidaknya menjadi acuan di balik sikap politik PDIP untuk tidak menggelar karpet merah bagi kandidat di luar partai.
“Ya inilah surprise, bagaimana Mas Pramono Anung dengan pengalaman yang sangat luas sebagai seorang politisi dan negarawan,” kata Hasto di kantor DPP PDIP, Rabu (28/08/2023).
Pasca tersingkir dari KIM Plus, peluang Anies untuk merebut tiket Pilgub Jakarta memang cukup tipis. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60 memberikan angin segar.
Melalui putusan itu, MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tak punya kursi DPRD.
Partai yang tidak memperoleh kursi DPRD tetap dapat mengusung pasangan calon, asalkan memenuhi syarat persentase yang ditentukan berdasarkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT).
Untuk bisa mengusung pasangan calon, partai atau gabungan partai harus meraih suara sah antara 6,5 persen hingga 10 persen dari total DPT di provinsi tersebut.
PDIP yang hanya mengantongi 15 kursi di DPRD DKI Jakarta pun bisa mengusung pasangan calon sendiri.
Anies menangkap peluang ini dan mulai melakukan safari politik. Ia menyambangi DPD PDIP DKI Jakarta pada Sabtu (24/08/2024) lalu.
Ketua DPD PDIP DKI Jakarta, Ady Wijaya, memberi sinyal dukungan. Anies disebut memiliki kesamaan visi, terutama soal komitmen terhadap konstitusi dan aturan main.
Politisi PDIP, Masinton Pasaribu, yang juga hadir pada kesempatan tersebut memberi sinyal serupa, bahwa PDIP akan menyambut dengan tangan terbuka jika Anies ingin menjadi kader.
Pertemuan tersebut, kata Anies, lebih banyak membahas soal ideologi dan gagasan Sukarno, bukan kalkulasi elektoral ataupun angka survei. Ia juga menerima sejumlah buku khusus yang berisi pemikiran Bung Karno untuk dipelajari.
“Ibu Megawati berpesan untuk bicarakan hal-hal yang menyangkut ideologi ini,” ungkap Anies.
Keputusan PDIP untuk membatalkan dukungannya, boleh jadi bakal mematikan langkah politik Anies. Namun, Akademisi Cross Culture Ali Syarief, masih melihat kemungkinan Anies bisa bertarung di Pilgub Jakarta.
Menurutnya, jika mengacu pada keputusan MK yang menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah, maka koalisi sejumlah partai di luar PDIP dan KIM Plus, perlu segera dibentuk untuk mengusung Anies.
Partai-partai yang dimaksud Ali, yakni Partai Perindo, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Buruh, Partai Ummat, Partai Hanura, dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN).
“Bisa Usung Anies nyalon, menurut Hasil putusan MK, bila; Perindo: 2,64%, PPP: 2,53%, P. Buruh: 1,15%, P. Umat: 0,93%, P. Hanura: 0,44%, PKN: 0,32%. Total: 8,01%. Berkoalisi," ungkap Ali melalui cuitan di akun X pribadinya, Selasa (27/8/2024).
Sejauh ini, Partai Buruh menjadi salah satu partai non parlemen yang sudah menyatakan dukungan kepada Anies Baswedan. Presiden Partai Buruh Saiq Iqbal, menganggap Anies sebagai sosok yang mempunyai kedekatan dengan berbagai lapisan masyarakat, termasuk buruh.
Saat ini, Partai Buruh masih membangun komunikasi dengan sejumlah partai untuk memastikan nasib Anies Baswedan di Pilgub Jakarta.
Pengamat Politik Ujang Komarudin, menilai keraguan PDIP mengusung Anies Baswedan tak lepas dari pengalaman masa lalu dengan Jokowi yang dianggap kurang loyal terhadap partai.
Padahal, Jokowi merupakan kader PDIP yang dibesarkan partai, mulai dari karier politiknya sebagai Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga menjabat presiden selama dua periode.
“PDIP sudah pengalaman bahwa hubungan dengan Jokowi sangat tidak harmonis sekarang, karena kadernya pun masih bisa tidak loyal dengan PDIP, apalagi bukan kader,” kata Ujang kepada Parboaboa.
Dongan pengalaman traumatis masa lalu itu, menurut Ujang, PDIP akan lebih berhati-hati dalam menghitung langkah politiknya di Pilgub Jakarta.
“Bisa jadi ada keraguan kepada Anies yang bukan kader itu. Tetapi apapun itu hak PDIP untuk mengusung siapa pun,” jelanya.
Editor: Andy Tandang