PARBOABOA, Jakarta – Kehadiran bayi prematur menjadi salah satu faktor penyumbang masalah stunting di Indonesia.
Bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu ini, seringkali memiliki berat badan di bawah normal atau Kecil Masa Kehamilan (KMK).
Menurut Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Lovely Daisy, bayi berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki dampak fatal yang sebanding dengan masalah stunting.
Hasil survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 mencatat prevalensi BBLR sebesar 6,0 persen di Indonesia.
Estimasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF bahkan menyebut bahwa prevalensi bayi prematur mencapai sekitar 10 persen di Indonesia.
“Kita ingin menurunkan stunting melalui pencegahan bayi lahir prematur,” kata Lovely di RSAB Harapan Kita Jakarta, Sabtu (16/12/2023).
Dalam upaya pencegahan ini, Daisy menekankan pentingnya deteksi dini sebelum hamil. Hal ini bertujuan untuk mencegah ibu hamil dari berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan BBLR dan stunting pada bayi.
Adapun intervensi pada ibu hamil melibatkan pemeriksaan minimal enam kali selama kehamilan, konsumsi tablet tambah darah, dan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dengan Kurang Energi Kronis (KEK).
Pencegahan juga melibatkan intervensi sebelum hamil, seperti skrining anemia dan konsumsi tablet tambah darah. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi risiko BBLR dan stunting pada bayi.
Sementara itu, perawatan bayi prematur dan BBLR memerlukan pendekatan yang berkelanjutan. Bayi perlu dijaga agar tetap hangat, memastikan asupan gizi terpenuhi, dan kesehatan, pertumbuhan, serta perkembangannya dipantau secara rutin.
Termasuk Jadi Penyebab Besar Kematian
Bayi lahir prematur atau BBRL merupakan salah satu penyebab utama kematian, menyumbang sebanyak 27,6 persen dari keseluruhan.
Bayi ini juga berkontribusi sebagai penyebab stunting pada 1/3 bayi dan memengaruhi 2/3 angka kematian bayi.
Kondisi tersebut dipicu oleh kekurangan lapisan lemak dan kelebihan ketebalan kulit pada bayi prematur, sehingga membutuhkan asupan nutrisi khusus.
Selain masalah fisik, bayi prematur juga memerlukan perhatian khusus, termasuk pemeriksaan penglihatan dan pendengaran secara rutin, terutama selama tahun pertama kehidupannya.
Dalam hal ini, pemberian kasih sayang sebagai dukungan emosional dan stimulasi intensif menjadi kunci penting. Oleh karena itu, deteksi dini dan manajemen risiko selama kehamilan menjadi kunci pencegahan prematuritas dan BBRL.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan telah menerapkan standar pemeriksaan kesehatan selama kehamilan.
Pemeriksaan tersebut dilakukan enam kali sepanjang masa kehamilan, yakni satu kali pada trimester pertama, dua kali pada trimester kedua, dan tiga kali pada trimester ketiga.
Pemeriksaan dilakukan oleh dokter, terutama pada trimester pertama dan ketiga, untuk mendeteksi faktor risiko dan komplikasi penyakit secara komprehensif.