Demonstrasi Ribuan Sopir Truk Tuntut Revisi UU ODOL

Truk over dimension overloading (ODOL) tampak sedang melintasi jalan raya (Foto: PARBOABOA/David)

PARBOABOA, Jakarta - Aksi unjuk rasa digelar ribuan sopir truk di berbagai kota di Pulau Jawa sebagai bentuk penolakan terhadap aturan tentang Over Dimension dan Over Load (ODOL). 

Aturan ini dianggap membebani para sopir karena pelanggarnya kini terancam sanksi pidana. Protes tersebut menggema mulai dari Kudus, Solo, hingga Sidoarjo.

Di Kudus, Jawa Tengah, sekitar 800 sopir dari berbagai wilayah turun ke jalan dan memblokade Jalan Lingkar Selatan pada Kamis (19/6/2025). 

Aksi serupa terjadi di beberapa kota lain, termasuk pemblokiran jalur utama Surabaya-Sidoarjo, serta penghadangan di jalan arteri menuju Karanganyar oleh para pengemudi truk di Solo.

Spanduk protes dipasang di berbagai kendaraan peserta aksi. Beberapa di antaranya bertuliskan, “Tolong Revisi UU ODOL", "Welcome to Indonesia Sopir Truk ODOL Dipenjara", dan "Sopir Bukan Kriminal".

Koordinator II Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT), Angga Firdiansyah, menyampaikan para sopir mendesak pencabutan UU tersebut karena dianggap tidak memperhitungkan kondisi riil para sopir.

“Kami meminta UU ODOL dicabut sebagaimana penerapan kebijakan ODOL dilakukan tanpa mempertimbangkan realita sopir di lapangan,” ujarnya mengutip Antara, Jumat (20/6/2025).

Menurut Angga, desakan industri dan kebutuhan pasar memaksa para sopir mengangkut barang melebihi kapasitas truk, bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Ia menambahkan bahwa para pengemudi tidak memiliki alternatif solusi di tengah belum siapnya industri beradaptasi dengan ketentuan tersebut. 

Dalam tuntutannya, GSJT meminta pemerintah membuka ruang dialog dengan para pelaku di lapangan, mengevaluasi kebijakan logistik, memperhatikan kesejahteraan sopir, serta memberikan perlindungan hukum.

“Selama ini masalah hukum selalu menjadi beban sopir. Kami ingin pemerintah beri perlindungan hukum, karena Indonesia belum siap menjalankan aturan ODOL secara utuh,” kata Angga.

Penegakan Dimulai Agustus

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa aksi penanganan zero ODOL sedang dalam tahap perencanaan bersama sejumlah kementerian dan lembaga, termasuk Polri. 

Tujuannya adalah memastikan penegakan aturan dimensi dan muatan kendaraan berlangsung efektif.

Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, Ernita Titis Dewi, menjelaskan bahwa pengawasan terhadap kendaraan ODOL telah berjalan, namun implementasinya belum optimal. 

Oleh karena itu, langkah-langkah lanjutan dengan pendekatan yang lebih tegas dan terstruktur tengah disiapkan.

Pemerintah juga telah menyusun tahapan pelaksanaan program Zero ODOL. Mulai Juli 2025, akan dilakukan masa peringatan dan sosialisasi kepada pemilik barang serta perusahaan pengangkut. Penegakan hukum akan diberlakukan pada Agustus 2025.

Program ini juga mencakup pencatatan kendaraan dengan sistem elektronik, optimalisasi pengawasan, penyesuaian alur kendaraan dengan kelas jalan, serta penguatan moda alternatif seperti kereta api. 

Pemerintah juga merancang insentif dan disinsentif untuk transporter, serta peningkatan standar kerja sopir.

Namun sejatinya, masalah ODOL bukanlah hal baru. Pemerintah sudah lama mencoba menertibkan truk kelebihan muatan, antara lain lewat jembatan timbang. 

Sayangnya, praktik pungli di lapangan membuat sistem ini mandul. Bahkan, sejumlah daerah memilih menutup jembatan timbang karena dianggap tidak efektif. 

Upaya pemasangan CCTV dan pemberlakuan tilang elektronik pun tidak mampu mengurangi pelanggaran secara signifikan.

Rencana zero ODOL sebelumnya sudah beberapa kali dicanangkan, seperti pada tahun 2017 dan 2023. Namun, realisasinya selalu kandas. Truk-truk kelebihan muatan masih melenggang bebas di jalanan. 

Komisi V DPR RI bahkan memperkirakan bahwa kerusakan jalan akibat truk ODOL menelan biaya pemeliharaan hingga Rp 40 triliun setiap tahunnya.

Adapun ketentuan terkait ODOL diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 60 Tahun 2019 dan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009. 

Di dalamnya disebutkan bahwa pengemudi dan perusahaan wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan, dan kelas jalan. Pelanggar bisa dikenai sanksi pidana dua bulan atau denda maksimal Rp500 ribu.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS