DPRD Pematang Siantar Menolak Bahas LKPJ Wako

Dewan Perwailan Rakyat Daerah (DPRD) Pematang Siantar menyatakan tidak akan menggelar rapat paripurna pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) sebelum adanya keputusan dari Mahkamah Agung (MA). Rabu (05/04/2023). (Foto : PARBOABOA/Halima).

PARBOABOA, Pematang Siantar - Dewan Perwailan Rakyat Daerah (DPRD) Pematang Siantar, menegaskan tidak akan menggelar rapat paripurna pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Pematang Siantar, hingga keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pelanggaran yang dilakukan Wako.

Sikap ini ditunjukkan Ketua DPRD Kota Pematang Siantar, Timbul M Lingga, bersama Wakil Ketua, Mangatas Silalahi serta anggota DPRD lainnya menyusul Pemerintah Kota (Pemko) Pematang Siantar, telah menyerahkan LKPJ ke DPRD.

"Karena kami (DPRD) sudah memutuskan memberhentikan Wali Kota, dan sudah diputuskan di paripurna dan juga berkasnya sudah di serahkan ke MA. Maka ketika ada pembahasan LKPJ, kami tidak akan lakukan sebelum keluarnya hasil keputusan dari MA," kata Wakil Ketua DPRD Pematang Siantar Mangatas Silalahi, saat ditemui di kantor DPRD setelah usai rapat tertutup dengan anggota DPRD lainnya, Rabu (5/4/2023).

Ia juga mengatakan Idealnya, ketika DPRD Pematang Siantar resmi mengusulkan pemberhentian maka tidak mungkin lagi DPRD mengundang wali kotanya. Maka dari itu, pihaknya berharap MA segera mengeluarkan putusannya supaya rapat LKPJ dapat berjalan dengan semestinya seperti yang tertera di Permendagri Nomor 18 Tahun 2020, pada Pasal 19 ayat (1).

Mangatas Silalahi menyatakan, jika hasil keputusan MA belum juga selesai dari batas waktu yang sudah ditentukan sesuai Undang-Undang yakni 30 hari, maka tidak ada sanksi apapun atas keterlambatan pembahasan LKPJ.

"Tidak ada sanksi apapun, apabila sampai batas waktu yang ditentukan undang-undang yakni 30 hari LKPJ belum dibahas. Ini kan laporan keterangan pertanggungjawaban, jadi tidak apa-apa molor dari waktu tadi. Kecuali, laporan keuangan, kita lebih diskusi yang lebih mendalam lagi soal itu," katanya.

Adapun dugaan pelanggaran wali kota, yang menjadi alas DPRD Pematang Siantar untuk memberhentikan Susanti Dewayani dari jabatan Wali Kotanya, yakni Undang - Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan.

Selanjutnya PP Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS), PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan PP No 11 Tahun 2017 tentang Menajemen PNS, PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, Perpres Nomor 116 Tahun 2022 tentang Pengawasan dan Pengendalian, Pelaksanaan, Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Menajemen PNS, serta Permendagri Nomor 73 Tahun 2016 tentang Pendelegasian Wewenang Penandatanganan Persetujuan Tertulis untuk Melakukan Penggantian Pejabat di lingkungan Pemda.

Editor: Ibrahim Arsyad
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS