Drama Panjang Kasus Lukas Enembe: Divonis 8 Tahun Penjara, Hak Politik Dicabut

Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe dijatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta. (Foto: PARBOABOA)

PARBOABOA, Jakarta - Mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, dijatuhkan vonis delapan tahun penjara dan denda Rp500 juta dalam perkara suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Provinsi Papua. 

Dalam amar putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Rianto Adam Pontoh, politisi Demokrat itu dinyatakan terbukti bersalah dan secara sah melawan hukum.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Lukas Enembe delapan tahun dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan," kata Rianto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis (19/10/2023).

Selain hukuman penjara, hak politik mantan bupati Puncak Jaya itu juga dicabut selama lima tahun dan diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp19,6 miliar dalam waktu yang ditentukan oleh pengadilan. 

Hakim mengingatkan, jika Lukas tidak mampu membayar dalam waktu yang sudah ditentukan, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dengan alternatif pidana tambahan dua tahun penjara jika masih ada kekurangan.

Sementara itu, Hakim menyebut sejumlah hal yang meringankan hukuman, seperti kurangnya catatan pidana sebelumnya, kondisi kesehatan yang memburuk, dan tanggungan keluarga yang harus diemban Lukas.

Sedangkan, hal yang memberatkan Lukas, kata Hakim, adalah tindakan korupsi yang dilakukannya tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Sebelumnya, Lukas melalui kuasa hukumnya menyatakan keberatan terhadap tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang telah meminta hukuman lebih berat, yaitu 10 tahun 6 bulan penjara.

Perjalanan Kasus Lukas Enembe

Perkara dugaan suap dan gratifikasi yang menyeret Lukas Enembe menjadi pusat perhatian setelah terungkap melalui Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). 

Kejanggalan dalam pengelolaan uang pada tahun 2017 itu menjadi titik awal penyelidikan terhadap Lukas Enembe. Menurut laporan PPATK, transaksi yang mencurigakan mencapai ratusan miliar rupiah, termasuk penyetoran uang tunai ke kasino di Singapura dan pembelian barang mewah. 

Tak hanya itu, penyelidikan juga mencakup kasus korupsi terkait pengelolaan anggaran Pemerintah Provinsi Papua selama periode 2014-2017.

Namun, perjalanan kasus ini penuh drama, terutama karena Lukas Enembe sering kali menghindar dari proses hukum. 

Baru pada September 2022, KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka suap dan gratifikasi sebesar Rp1 miliar. Lukas mempermasalahkan status tersangka yang ditetapkan oleh lembaga antirasuah itu.

Pada 12 September 2022, saat dipanggil oleh KPK untuk pemeriksaan, Lukas memilih untuk tidak hadir dengan alasan sakit.

Kemudian, pada 25 September 2022, KPK menjadwalkan pemeriksaan kedua, tetapi Lukas sekali lagi absen dengan alasan sakit. Selain itu, ia meminta KPK untuk memeriksanya di lapangan sesuai permintaan masyarakat adat Papua.

Kasus ini semakin memanas ketika foto-foto aktivitas perjudian Lukas Enembe di tiga negara beredar, yang diungkap oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI). Meskipun pengacaranya, Aloysius Renwarin, menjelaskan bahwa perjudian tersebut hanya untuk hiburan.

Akhirnya, pada awal Januari 2023, KPK menetapkan Rijatono Lakka, Direktur PT Tabi Bangun Papua, sebagai tersangka yang memberi suap kepada Lukas Enembe. Tak lama berselang, Lukas ditangkap oleh KPK di sebuah rumah makan di Kota Jayapura, Papua.

Proses penangkapan ini tidak berjalan mulus. Sempat terjadi kericuhan yang dipicu oleh para pendukung Lukas yang melempar batu ke arah petugas Brimob. 

Bahkan, saat Lukas akan diberangkatkan ke Jakarta dari Bandara Sentani, massa pendukung Lukas memaksa masuk ke landasan pesawat, menyebabkan kerusuhan dan bentrokan dengan petugas gabungan Polri.

Kerusuhan ini berakhir setelah polisi terpaksa menggunakan tembakan peringatan. Sayangnya, tindakan ini mengakibatkan lima orang dari massa pendukung terluka dan satu orang tewas tertembak.

Setibanya di Jakarta pada 11 Januari 2023, Lukas Enembe langsung dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto. Pengacara Lukas, Petrus Balla Pattyona, mengklaim bahwa kliennya masih dalam keadaan sakit saat ditangkap.

Kasus Lukas Enembe telah menjadi sorotan nasional karena perkembangan dramatisnya, termasuk penghindaran dari proses hukum, kontroversi perjudian, dan aksi protes yang berujung tragis.

Editor: Andy Tandang
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS