PARBOABOA, Jakarta - Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari diduga terseret kasus asusila dengan korban seorang perempuan yang merupakan mantan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).
Kasus ini pertama kali berhembus usai adanya laporan terduga korban yang memberi kuasa kepada Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI).
Oleh LKBH UI, laporan tersebut kemudian disampaikan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta, Kamis (18/4/2024).
Akademisi sekaligus advokat dari LKBH UI, Aristo Pangaribuan menerangkan, Hasyim bertemu korban sejak Agustus 2023 lalu saat ia melakukan perjalanan dinas persiapan pemilu 2024.
Namun, di luar dugaan kata Aristo, pasca pertemuan tersebut, Hasyim disinyalir berupaya melakukan komunikasi dan tindakan-tindakan yang menjurus ke perbuatan asusila kepada korban.
Hasyim, tambah Aristo melakukan hal itu dalam rentang waktu Agustus 2023 hingga Maret 2024 dengan cara, "merayu, mendekati untuk nafsu pribadinya."
Dalam keterangan terpisah, Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin meminta publik agar tidak terburu-buru melakukan justifikasi.
Menurut Ujang, isu-isu semacam ini harus melalui serangkaian validasi sehingga tidak berujung fitnah.
"Ya tentu kita harus lihat, apakah ada fakta-faktanya atau tidak. Apakah ada bukti-buktinya atau tidak," kata Ujang kepada Parboaboa, Sabtu (20/4/2024).
Tak hanya itu, dia juga mewanti-wanti adanya sentimen dan unsur politis di balik kasus ini, sehingga "semua kemungkinan bisa terjadi."
Ujang berkata, saat ini sedang ada proses politik dan di MK ada proses pemilu yang belum selesai, di mana KPU merupakan salah satu pihak terkait.
Salah satu target orang-orang yang tidak suka KPU tegas Ujang adalah "membusuk-busuki KPU, membusuk-busuki ketua KPU."
Namun untuk memastikan apakah kasus ini ada unsur politis atau tidak, Ujang menegaskan, "ya kita sudah tahu jawabannya, bahwa sejatinya KPU sedang menjadi target pembusukan dari pihak luar."
"Pokoknya kalau kebenaran ya, harus diungkap, nggak benar atau laporannya salah berartikan fitnah, itu aja," tutup Ujang.
Aristo Pangaribuan menampik pelaporan kasus ini lekat dengan unsur politis. Ia mengatakan, korban memilih melapor saat ini karena kasusnya tidak mudah.
Ditambah, adanya hubungan relasi kuasa antara korban dengan Hasyim, membuat korban membutuhkan waktu lama mengumpulkan niat dan keberanian untuk melapor.
Karena itu ia menegaskan, tidak ada kepentingan politik praktis, "selain kepentingan korban."
Untuk mendukung laporan, korban telah melampirkan sejumlah bukti, antara lain bukti percakapan, foto dan bukti-bukti lainnya.
Hasyim sendiri memilih tidak menanggapi laporan tersebut. "Nanti saja saya tanggapi," ujar dia singkat sambil menekankan menunggu waktu yang tepat.