PARBOABOA, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan oleh staf Lokataru Foundation, Muzaffar Salim, dan admin akun media sosial @gejayanmemanggil, Syahdan Husein.
Keduanya diketahui menggugat penetapan status tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan penghasutan aksi demonstrasi yang berujung kericuhan pada akhir Agustus 2025.
Sidang praperadilan yang dipimpin oleh hakim tunggal Sulistiyanto Rokhmad Budiharto itu menetapkan bahwa seluruh permohonan dari pihak pemohon tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Mengadili, satu, menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya,” tegas hakim saat membacakan amar putusan perkara nomor 130/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL di ruang sidang PN Jaksel, Senin (27/10/2025).
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa seluruh proses penyelidikan dan penetapan tersangka terhadap Syahdan Husein telah dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Penangkapan maupun penyitaan terhadap barang bukti, disebut hakim, telah mendapatkan izin dari ketua pengadilan dan memenuhi syarat formal.
Selain itu, hakim menilai bahwa penyidik kepolisian telah mengantongi dua alat bukti permulaan yang cukup, sebagaimana diatur dalam KUHAP, untuk menetapkan Syahdan Husein dan rekan-rekannya sebagai tersangka.
“Penetapan tersangka telah didasarkan pada bukti permulaan yang cukup,” ujar hakim dalam sidang yang dihadiri sejumlah aktivis dan kuasa hukum pemohon.
Tak hanya Syahdan dan Muzaffar, pengadilan juga sebelumnya telah menolak permohonan serupa dari Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, serta aktivis mahasiswa Universitas Riau, Khariq Anhar, yang dikenal sebagai admin akun Instagram Aliansi Mahasiswa Penggugat (AMP).
Hakim menilai, semua proses hukum terhadap para tersangka sudah berjalan sesuai aturan dan tak ditemukan pelanggaran prosedural dalam penyidikan.
Dengan ditolaknya seluruh gugatan tersebut, penyidikan kasus dugaan penghasutan aksi unjuk rasa 25–30 Agustus 2025 dipastikan akan berlanjut.
Empat tersangka yang telah ditetapkan dalam perkara ini adalah Delpedro Marhaen, Khariq Anwar, Muzaffar Salim, dan Syahdan Husein.
Anakku Bukan Koruptor
Sementara ibu dari Delpedro Marhaen, Magda Anista, tak mampu menahan tangisnya begitu putusan dibacakan.
Ia menangis histeris dan berteriak memprotes keputusan hakim yang menolak gugatan anaknya terhadap Polda Metro Jaya.
“Anakku enggak bersalah! Anakku bukan pembunuh, bukan koruptor!” teriak Magda di tengah ruang sidang sambil dipeluk suaminya, Deni Rismansyah.
Tangis Magda makin pecah saat hakim membacakan amar putusan yang menolak seluruh dalil gugatan Delpedro.
“Kenapa kalian zalim? Kutuntut kalian di akhirat, Ya Allah. Kalian yang menzalimi anakku akan aku tuntut di akhirat,” serunya dengan suara parau, disambut isak sejumlah pendukung.
Di tengah kepanikan suasana ruang sidang, Delpiero Hegelian, kakak Delpedro, tampak berusaha menenangkan sang ibu.
Sementara di luar ruang sidang, para aktivis dan pendukung Lokataru yang hadir tetap menyuarakan protes mereka dengan lantang.
“Bebaskan Delpedro!” teriak massa yang berkumpul di halaman pengadilan.
Hakim Sulistiyanto Rokhmad Budiharto dalam amar putusannya menegaskan, penetapan tersangka terhadap Delpedro telah dilakukan sesuai hukum dan berdasar pada dua alat bukti yang sah.
Hakim juga menyatakan tidak menemukan pelanggaran dalam proses penyitaan maupun penangkapan yang dilakukan penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Sebelumnya, Khariq Anhar, mahasiswa Universitas Riau sekaligus admin akun Aliansi Mahasiswa Penggugat (AMP), juga mengalami nasib serupa.
Gugatan praperadilan yang ia ajukan dengan dua nomor perkara — 131/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka, dan 128/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL terkait sah atau tidaknya penyitaan — turut ditolak oleh pengadilan.
Dengan putusan ini, seluruh jalur praperadilan para aktivis Lokataru resmi tertutup. Penyidik kini melanjutkan tahapan hukum atas kasus dugaan penghasutan aksi demonstrasi 25–30 Agustus 2025 yang disebut berujung pada kericuhan di beberapa titik wilayah Jakarta.
