PARBOABOA - Bila selama ini alat pengujian tes COVID-19 hanya dilakukan secara manual, para ilmuwan di University of California, Santa Barbara, Amerika Serikat (AS) telah merancang alat tes dengan menggunakan smartphone yang sering kita pakai ini.
Para ilmuwan memanfaatkan kamera ponsel untuk membuat sistem yang dapat melakukan tes COVID-19, tentunya dengan akurasi yang dapat menyamai tes PCR berbasis laboratorium.
Pada akhir pekan lalu, para ilmuwan tersebut mengumumkan bahwa mereka telah menciptakan alat berbasis kamera HP untuk tes corona, dengan akurasi setara tes swab PCR. Temuan tersebut telah dipublikasi jurnal JAMA Network Open pada Jumat (28/1).
Dalam studi yang diterbitkan di jurnal JAMA Network Open, para peneliti mengaku tes baru itu hanya memerlukan waktu selama 25 menit dan dapat diandalkan ketimbang tes yang saat ini ada di pasaran.
"Tes antigen cepat yang dibeli orang-orang memang tidak mahal dan cepat, namun belum tentu akurat," kata Michael Mahan selaku Profesor di Department of Molecular, Cellular, and Developmental Biology di University of California, dikutip dari NBC News, Selasa (1/2/2022).
"Sementara tes PCR adalah yang ideal karena hasilnya akurat dan sensitif, namun sangat mahal dan memerlukan banyak waktu," sambung Mahan.
Sistem tes Covid-19 yang dinamai smaRT-LAMP ini memerlukan kamera smartphone, aplikasi khusus, dan test kit untuk mengukur reaksi dari sampel air liur yang dicampur larutan kimia.
Dalam praktiknya, pengujian smaRT-LAMP juga mengandalkan sebuah aplikasi bernama Bacticount yang memanfaatkan kamera belakang ponsel untuk bisa mendeteksi adanya patogen yang terdapat pada cairan liur manusia.
Pengujian smaRT-LAMP menggabungkan kombinasi antara kamera ponsel, aplikasi Bacticount, sebuah heat block, piringan panas (hot plate), lampu LED, serta kotak kardus untuk mengisolasi sampel.
Untuk bisa mendeteksi virus Covid-19, para peneliti memasukkan sampel air liur manusia ke dalam alat tes yang ditaruh di atas piringan panas.
Selanjutnya, peneliti menuangkan larutan khusus untuk memperkuat RNA virus yang kemungkinan terdapat pada sampel air liur. Proses ini juga dikenal dengan nama Loop-mediated Isothermal Amplification atau disingkat menjadi LAMP.
Setelah larutan tersebut dituangkan, maka peneliti akan meletakkan sebuah papan kardus yang ditumpuk dengan lampu LED di atasnya. Dengan aplikasi Bacticount, peneliti bisa melihat sampel dari bagian atas kardus yang ditutupi lampu LED, dengan bantuan kamera ponsel.
Nantinya, akan muncul indikasi yang bisa membedakan apakah sampel air liur memang mengandung virus SARS-Cov-2 atau tidak. Apabila sampel air liur mengandung patogen virus, maka sampel tersebut akan terlihat bercahaya warna merah.
Jika ada muatan virus, solusinya harus membuat lampu merah terang. Jika muatan virus lebih besar alias lebih menular, lampu merah akan muncul lebih cepat. Aplikasi akan memperkirakan muatan virus berdasarkan seberapa cepat cahaya itu muncul dan terdaftar.
Menurut Gizmodo, biaya penggunaan pengaturan pengujian baru ini akan "kurang dari 100 dolar AS, ditambah harga smartphone yang Anda perlukan untuk menjalankan aplikasi."
Untuk setiap tes berikutnya, yang mungkin memerlukan alat tes baru, kamu bisa mendapatkan sekitar 7 dolar AS, setara Rp100 ribu– harga yang sangat murah dibandingkan dengan ratusan yang dibebankan oleh perusahaan asuransi untuk PCR dan tes cepat tertentu.
Para ilmuwan tersebut mengatakan metode pengujian ini dapat memiliki tingkat akurasi yang sama dengan tes PCR, dan dapat melakukan tes di rumah berpotensi memberikan hasil yang jauh lebih cepat daripada tes PCR yang dilakukan di kantor dokter yang menangani ratusan sampel sehari.
Namun, penting untuk dicatat bahwa penelitian ini memang memiliki ukuran sampel yang relatif kecil yaitu 50 orang, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut sebelum dapat diterapkan secara luas.
Peralatan uji awalnya dirancang untuk pengaturan terbatas sumber daya, tetapi kepala peneliti mengatakan kepada Gizmodo bahwa itu dapat dengan mudah diadaptasi untuk pengujian di rumah juga.
Namun, aplikasi Bacticount saat ini hanya kompatibel dengan Samsung Galaxy S9 karena kalibrasi kameranya yang spesifik. Ini bisa berubah di masa depan saat penelitian berlanjut, dan memungkinkan lebih banyak kamera ponsel pintar untuk memanfaatkan teknologi pengujian ini.
Untuk diketahui, teknologi dan metode peneliti ini bersifat open source, yang berarti siapa saja dapat menyusun dan menggunakan sistem.
Aplikasi ini dikembangkan untuk sistem operasi Android tetapi sekarang dapat diunduh dari Google Play store. Mahan berharap versi iOS akan tersedia di masa depan karena peneliti lain menggunakan alat ini dan memperbaikinya.
“Idenya bukan untuk mematenkannya. Ini gratis dan open source karena kami ingin menggunakannya. Orang-orang sedang berjuang, dan kami hanya ingin itu menjadi sesuatu yang baik bagi dunia," jelas Mahan.
Selain COVID-19, alat tes tersebut nantinya dapat mendeteksi kasus flu dan bahkan dapat diadaptasi di masa depan untuk menandai keberadaan patogen lain, termasuk salmonella atau E. coli. Demikian dikutip dari NBC News, (30/1).