PARBOABOA – Intensitas gempa susulan di Kabupaten Cianjur semakin melandai dalam waktu empat hari ke depan sejak 22 November 2022 yang lalu. Hal itu dikatakan Kepala Bidang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati.
Hingga tanggal 23 November 2022 Pukul 08.00 WIB, jumlah gempa susulan yang tercatat BMKG ada sebanyak 162 dengan magnitudo terbesar 4.2 dan terkecil pada magnitudo 1.2.
Seperti diketahui, gempa bermagnitudo 5,6 mengguncang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11/2022) pukul 13.21 WIB. Gempa tersebut juga dirasakan di sejumlah provinsi di Jawa Barat, Banten, juga DKI Jakarta.
"Gempa-gempa susulan itu sebagian besar tidak dirasakan, dan yang bisa mencatat adalah alat, dan ada beberapa yang dapat dirasakan. Insya Allah, dalam kurun waku empat hari kedepan, gempa-gempa susulan tersebut sudah reda dan stabil," kata Dwikorita, Rabu (23/11/2022).
Memasuki puncak musim penghujan, kata Dwikorita, BMKG menghimbau kepada pemerintah daerah setempat dan masyarakat untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya bencana alam ikutan, seperti longsor dan banjir bandang yang membawa material-material reruntuhan lereng akibat gempa M5.6.
"Saat ini curah hujan sedang meningkat menuju puncaknya di bulan Desember hingga Januari nanti, jadi harus diwaspadai kemungkinan terjadinya bencana ikutan usai gempa kemarin. Material lereng yang runtuh seperti tanah, batu, pohon, kerikil, dan lainnya harus dibersihkan agar tidak terbawa air dan menjadi banjir bandang. Hal ini pernah terjadi saat gempa Palu dan Pasaman Barat," jelasnya.
Dwikorita juga menghimbau saat proses rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan semestinya menggunakan struktur bangunan tahan gempa. Menurutnya, banyak korban meninggal dan signifikannya kerusakan yang terjadi saat gempa tektonik bermagnitudo 5,6 selain akibat gempa dangkal, juga disebabkan struktur bangunan di wilayah terdampak tidak memenuhi standar tahan gempa.
"Mayoritas bangunan yang terdampak karena dibangun tanpa mengindahkan struktur aman gempa yang menggunakan besi tulangan dengan semen standar. Akibatnya, bangunan tersebut tidak mampu menahan guncangan gempa," katanya.
"Perlu dipahami, bahwa banyaknya korban jiwa dan luka-luka dalam gempabumi Cianjur bukan diakibatkan guncangan gempabumi, melainkan karena tertimpa bangunan yang tidak sesuai dengan struktur tahan gempabumi," imbuhnya.
Khusus untuk pemukiman warga di daerah lereng-lereng dan perbukitan, kata Dwikorita, maka opsi relokasi harus dipertimbangkan oleh pemerintah daerah dan masyarakat.
Berdasarkan analisa BMKG, gempa di Cianjur merupakan gempa yang berulang setiap 20 tahun dan kemungkinan dapat terjadi kembali.
Sementara, topografi di wilayah lereng dan perbukitan tersebut tidak stabil dengan kondisi tanah yang rapuh atau lunak dan sering jenuh air akibat curah hujan yang cukup tinggi.
Lebih lanjut, Dwikorita menyampaikan bahwa saat ini pihaknya tengah melakukan survei untuk mengidentifikasi wilayah mana saja yang aman terhadap guncangan gempa. BMKG juga akan memasukan data yang dimiliki dengan PVMBG terkait wilayah rawan gempa dan rawan longsor guna mendukung proses rehabilitasi dan rekonstruksi usai gempa bumi.
"Kepada masyarakat yang ada di pengungsian maupun di rumah, kami mengimbau untuk tetap tenang. Jangan percaya dengan kabar, berita, maupun informasi yang tidak jelas asal muasalnya yang justru menambah kecemasan. Pastikan informasi resmi hanya dari BMKG melalui kanal-kanal komunikasi resmi. Insya Allah, kondisi di Cianjur saat ini semakin stabil," pungkasnya.