PARBOABOA – Kebakaran hutan dan lahan (karhulta) adalah suatu fenomena yang sudah tak asing lagi terdengar di telinga kita. Sebab, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan frekuensi karhutla yang cukup tinggi.
Bencana ini tentunya menyebabkan kerugian besar baik bagi manusia, maupun ekosistem yang ada di dalam hutan. Tercatat, kasus kebakaran terjadi setiap tahunnya dan bahkan kebakaran hutan terbesar di Indonesia sampai memakan korban yang cukup banyak.
Kalimantan dan Sumatra merupakan dua wilayah dengan titik kebakaran hutan paling rawan di Indonesia. Mungkin masih teringat jelas dalam ingatan kita kasus karhutla yang pernah terjadi di Riau pada 2019 lalu.
Citra satelit pantauan BMKG menunjukkan, kepulan asap terdeteksi di wilayah Riau, Kepulauan Riau, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jambi, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, bahkan sampai ke semenanjung Malaysia dan Singapura.
Tak hanya kasus tersebut, berikut beberapa catatan sejarah mengenai peristiwa kebakaran hutan terbesar di Indonesia, yang bahkan telah dikaji oleh berbagai negara di dunia. Langsung saja, simak uraian selengkapnya berikut ini!
1. Kebakaran Hutan Tahun 1997-1998
Tragedi yang menghanguskan hampir 20 juta hektare (ha) lahan ini menjadi kasus kebakaran hutan terbesar di Indonesia sepanjang sejarah. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) lewat laman resminya, rentetan kebakaran yang terjadi mulai September 1997 hingga Juni 1998 di Riau dan Kalimantan, menjadi salah satu kasus kebakaran hutan terbesar di dunia.
Tercatat, luas lahan hutan yang terbakar mencapai 19,7 ha dan menimbulkan 240 orang tewas dan 100.000 orang terjangkit penyakit akibat asap. Selain itu, kebakaran tersebut juga menyebabkan musnahkan keragaman hayati, dan seluruh wilayah Asia Tenggara menjadi gelap karena tertutup kabut asap.
Kerugian ekonomi yang diakibatkan dari bencana ini mencapai 10 miliar dolar. Kabut asap yang memenuhi langit turut dirasakan hingga ke negara-negara tetangga di Asia Tenggara, seperti Singapura dan Malaysia. Kondisi tersebut membuat Air Pollution Index (API) mencapai level berbahaya hingga 849.
Berdasarkan analisis World Resources Institute (WRI), fenomena El Nino pada masa itu menjadi salah satu penyebab terjadinya kebakaran yang kemudian tersulut oleh ulah beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab dalam membuka lahan.
Hasil citra satelit menunjukkan bahwa kebanyakan titik kebakaran berasal dari perkebunan kelapa sawit dan areal Hutan Tanaman Industri (HTI). Kebakaran kemudian berlanjut hingga tak terkendali, bahkan melahap areal di sekitar kawasan hutan.
2. Kebakaran Hutan Tahun 1982-1983
Musibah yang terjadi di Kalimantan Timur ini tercatat sebagai kebakaran hutan Terbesar di Indonesia yang kedua. Beberapa pihak beranggapan bahwa kebakaran ini terjadi karena kelalaian pihak pengelola hutan dan fenomena iklim El Nino.
Fenomena El Nino mengakibatkan kekeringan parah antara Juni 1982 hingga Mei 1983. Selain itu, aktivitas ladang berpindah juga umumnya dilakukan dengan langkah membakar lahan baru sebagai wilayah perkebunan tanaman semusim, seperti jagung, padi, dan ubi.
Tak hanya itu saja, aktivitas pembalakan liar juga meninggalkan akumulasi limbah pembalakan yang turut serta menjadi penyebab titik kebakaran hutan terjadi.
Akumulaisi limbah tersebut kemudian ditumbuhi oleh lapisan vegetasi yang padat dan mudah terbakar dibandingkan lapisan penutup tanah yang tidak terlalu rapat.
Menurut World Resources Institute (WRI), kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran lahan hutan ini mencapai 9 miliar Dolar. Selain kerugian ekonomi, pencemaran udara yang diakibatkan oleh kabut asap juga mengganggu transportasi udara dan darat di wilayah negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia.
3. Kebakaran Hutan 2006
Jika peristiwa kebakaran yang sebelum-sebelumnya dipicu oleh fenomena iklim El Nino, berbeda dengan kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 2006. Saat itu, diketahui fenomena El Nino yang terekam cukup rendah.
Akan tetapi, aktivitas pembakaran lahan yang tak terkendali untuk keperluan pertanian menjadi faktor utamanya. Lebih dari 3 juta ha lahan terbakar dan mengakibatkan polusi udara yang levelnya berhasil terekam lewat instrumen National Aeronautics and Space Administration (NASA) yang disebut Measurements of Pollution in the Troposphere (MOPITT).
4. Kebakaran Hutan 2015
Kebakaran kawasan hutan ini terjadi sepanjang tahun 2015 yang melahap lebih dari 2,6 juta ha lahan di Indonesia. Tidak hanya di wilayah Sumatra dan Kalimantan saja, kebakaran ini juga terjadi di 29 provinsi lainnya, kecuali DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Kepulauan Riau.
Aktivitas manusia menjadi faktor utama munculnya si jago merah dan melahap habis banyak lahan di Indonesia. Kondisi itu semakin parah karena banyaknya lahan gambut yang menjadi kering akibat musim kemarau.
Hangusnya lahan akibat kebakaran itu menyebabkan hilangnya habitat orang utan dan beragam spesies yang terancam punah lainnya. Kerugian yang ditimbulkan dari kejadian ini mencapai 16 miliar dolar.
5. Kebakaran Hutan 2019
Kebakaran hutan ini menambah catatan sejarah kebakaran hutan terbesar di Indonesia 2019. Musibah ini mengakibatkan lebih dari 850 ha lahan hangus terbakar.
Menurut data Global Forest Watch, sebanyak 42% dari total area yang terbakar adalah lahan gambut. Seperti yang diketahui, kebakaran di lahan gambut sangat sulit untuk dipadamkan. Hal itu disebabkan karena material di dalam lahan gambut membuat api menjadi lebih besar dan menghasilkan banyak kabut asap.
Kebakaran lahan gambut juga menimbulkan problematika iklim jangka panjang, sebab 1 ha lahan gambut yang terbakar setara dengan mengemisikan 55 metrik ton karbon dioksida per tahun.
Demikian penjelasan tentang deretan kasus kebakaran hutan terbesar di Indonesia sepanjang catatan sejarah. Sebagai generasi muda, sudah selayaknya kita menjaga dan melestarikan Bumi guna mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan tidak terulang lagi.