Kebijakan WFH Diterapkan untuk Mengurangi Polusi Udara, Seberapa Efektifkah?

Pemberlakuan WFH bagi ASN merupakan langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mengurangi tingkat polusi udara. (Foto: PARBOABOA/Wenti Ayu)

PARBOABOA, Jakarta - Pemberlakuan bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan langkah yang diambil oleh pemerintah dengan harapan dapat mengurangi tingkat polusi udara dan dampak negatifnya terhadap kesehatan masyarakat serta lingkungan.

Nantinya, uji coba kebijakan WFH 50 persen bagi ASN di Jakarta akan dilakukan selama dua bulan mulai 21 Agustus hingga 21 Oktober 2023 mendatang.

Plt. Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik DKI Jakarta Sigit Wijatmoko menyampaikan bahwa pelaksanaan uji coba WFH akan dilakukan dengan persentase kehadiran 50 persen dan tetap melaksanakan kewajiban tugasnya,

Meskipun demikian, WFH tidak berlaku pada petugas pelayanan masyarakat, seperti RSUD, Puskesmas, Satpol PP, Dinas Penanggulangan Kebakaran, dan Penyelamatan Dinas Perhubungan hingga pelayanan di tingkat kelurahan,.

"Pemprov DKI memastikan pelayanan masyarakat tidak terganggu selama uji coba. Karena kebijakan WFH tidak diterapkan kepada ASN yang berdinas di bagian pelayanan publik," ujar Sigit dalam keterangan resmi, Selasa (22/8/2023).

Kebijakan WFH sendiri dapat mengurangi aktivitas perkantoran, termasuk lalu lintas kendaraan sehingga potensi untuk peningkatan kualitas udara di sekitar kawasan perkantoran dapat terjadi.

Selain itu, dengan berkurangnya jumlah ASN yang bepergian ke kantor, jumlah kendaraan yang beroperasi di jalan raya juga dapat berkurang. Hal ini dapat mengurangi emisi gas buang yang merupakan salah satu penyebab utama polusi udara.

Seberapa Efektif penerapan WFH untuk memerangi Polusi Udara?

Menanggapi hal tersebut, Pakar Kebijakan Publik sekaligus CEO Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengatakan bahwa kebijakan WFH bagi ASN tidak efektif untuk mengurangi dampak polusi udara, khususnya di DKI Jakarta.

Menurutnya, pemerintah harus tetap mempertimbangkan beberapa aspek, seperti tingkat kedisiplinan masyarakat yang masih keluyuran di jalan sehingga penerapan tersebut akan sia-sia.

"Penerapan WFH akan sia-sia karena kontribusi polusi udara terbesar merupakan dari kawasan industri sehingga polusi tidak berkurang," ujar Achmad kepada Parboaboa.

Kemudian, penerapan WFH kembali akan menurunkan dan dapat mengancam pertumbuhan ekonomi, seperti usaha kuliner, transportasi umum, dan sektor ritel.

"Seharusnya diciptakan solusi untuk mengatasinya, seperti diversifikasi sumber energi, investasi transportasi publik, pemberlakukan standar emisi yang ketat, dan edukasi masyrakat tentang bahaya polusi udara," ungkapnya.

Untuk diketahui, WFH dilakukan sebagai upaya mengurangi polusi udara merupakan langkah yang umum diambil oleh banyak pemerintah daerah di berbagai negara. Ini dilakukan dengan harapan dapat mengurangi tingkat polusi udara dan dampak negatifnya terhadap kesehatan masyarakat serta lingkungan.

Namun, ada juga beberapa potensi tantangan yang perlu dipertimbangkan, di antaranya infrastruktur teknologi yang memadai untuk mendukung komunikasi dan kolaborasi antara ASN yang bekerja dari rumah dan kantor, produktivitas dan pengawasan, ketidaksetaraan Akses, dan sebagainya.

Editor: Wenti Ayu
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS