Parboaboa, Jakarta - Indonesia mengaku masih kekurangan anggaran, mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.
Menurut Koordinator Tim Ahli di Sekretariat SDGs Bappenas, Yanuar Nugroho, kondisi tersebut membuat kesenjangan terkait pembiayaan pembangunan mencapai USD1 triliun (sekitar Rp14,6 kuadriliun).
"Ada financing gap sekitar USD1 triliun. Dan ketika Pak Jokowi diberi tahu COVID-19 membuat off track pembangunan, tetap target SDGs tidak mau diubah," kata Yanuar dalam Peluncuran Indonesia Impact Alliance, Rabu (10/5/2023).
Kondisi tersebut, lanjut Yanuar, membuat Bappenas melakukan sejumlah inovasi dan terobosan agar target SDGs 2023 terealisasi tepat waktu.
"Salah satunya kami menggandeng United National Development Programme (UNDP) dengan meluncurkan Intergrated National Financial Framework (INFF)," jelasnya.
Hal tersebut, lanjut Yanuar, menjadi inisiatif mendukung negara mengembangkan kerangka kerja sama keuangan yang terintegrasi di tingkat nasional.
“Dengan begitu, diharapkan dapat mempercepat tercapainya target SDGs di Tanah Air," ungkapnya.
Selain itu, Bappenas juga menjalin kerja sama dengan Indonesia Impact Alliace (IIA) sebagai inisiatif dengan mekanisme investasi berdampak lewat skema pembiayaan campuran.
"Kami yakin jika penerapan blended finance akan memperlancar aliran modal dari sektor wisata," katanya.
Dengan pembiayaan campuran, lanjut Yanuar, investor dipermudah mendukung perusahaan berdampak di Indonesia, terlebih wirausaha sosial.
"Masyarakat Indonesia tak perlu risau dengan kedatangan tenaga kerja asing (TKA), karena hal itu merupakan strategi untuk menarik investor asing. Hal itu juga telah diatur sebelumnya. Misalnya, untuk pekerja middle low-tech itu harus dari Indonesia. Kalau pekerja hi-tech baru boleh dari luar, tapi harus ada barter teknologi," tambahn