Ketua KPK Firli Bahuri Resmi Jadi Tersangka, Pengamat: Segera Tahan Dia!

Setelah ditetapkan sebagai tersangka pemerasan, ketua KPK, Firli Bahuri diminta untuk ditahan. (Foto: Instagram/@firlibahuriofficial)

PARBOABOA, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, pada Rabu malam (22/11/2023).

Keterlibatan Firli Bahuri dalam kasus ini mulai terkuak setelah Polda Metro Jaya menerima laporan masyarakat pada bulan Agustus lalu. 

Sejak saat itu, polisi melakukan serangkaian tindakan hukum untuk mengungkap fakta-fakta terkait dugaan pemerasan yang mencoreng citra lembaga anti korupsi tersebut.

Pengamat Hukum Edi Hardum, mengapresiasi kinerja kepolisian terutama Polda Metro Jaya dalam mengusut kasus ini. Namun demikian, ia mendesak agar penetapan tersangka Firli harus disusul dengan upaya penahanan.

Edi mewanti-wanti, penahanan terhadap Firli penting agar tidak menyulitkan Polda Metro Jaya dalam mengusut kasus ini lebih jauh, juga untuk mengindari manuver-manuver yang menghalangi proses hukum.

"Komentar saya yang pertama, saya salut kepada Polda Metro yang telah menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka. Permintaan saya yang berikutnya adalah segera menahan Firli Bahuri," kata Edi kepada PARBOABOA, Kamis (23/11/2023). 

Edi menambahkan, "Manuver-manuver semacam itu bisa mempersulit proses pengusutan, dan oleh karena itu, penahanan segera menjadi kunci untuk memastikan proses hukum berjalan dengan lancar".     

lebih jauh, Edi mengingatkan, apabila ada keterlibatan pihak lain selain Firli, harus diusut tuntas. Pihak lain yang dimaksud Edi adalah orang yang membantu tersangka dan terlibat dalam pemerasan.

"Kalau ada yang lain yang terlibat harus diseret juga. Misalnya, ikut membantu, mempertemukan Pak Firli dengan orang yang diduga menjadi korbannya, dan siapapun yang terlibat dalam peran apapun harus ditetapkan sebagai tersangka." katanya.

Advokat Senior di Ibu Kota ini mengatakan, "Polda Metro harus menjalankan penyelidikan yang komprehensif, tidak hanya terhadap Firli Bahuri tetapi juga terhadap pihak-pihak lain yang mungkin terlibat dalam skema ini". 

"Keterbukaan dan keadilan harus menjadi prinsip utama dalam menangani kasus ini," tambahnya. 

Polisi jadi Sapu yang Bersih

Edi Hardum juga menyoroti profesionalisme sekaligus keberanian kepolisian dalam mengungkap kasus ini, meskipun Firli adalah seorang Jenderal Polisi.

Ia mengatakan, profesionalisme ini memberikan pesan penting kepada masyarakat, bahwa penegakan hukum memang harus tegas dan tanpa pandang bulu.

"Penetapan Firli Bahuri ini sebagai tersangka sebenarnya memberi pesan kepada kita semua," Kata Edy.

Pertama, demikian ia melanjutkan, "bahwa polisi bekerja tanpa pandang bulu dalam menegakkan hukum. Meskipun seorang Jenderal seperti Firli Bahuri diseret ke muka hukum, polisi tetap tegas dalam menangani kasusnya".

Edy mengibaratkan kepolisian, terutama Polda Metro Jaya sebagai sapu yang bersih. Sebagai sapu yang bersih, lembaga ini sedang membersihkan dirinya dengan mengusut kasus-kasus yang melibatkan Jenderal polisi.

"Pesan yang berikut adalah bahwa polisi benar-benar menjadi sapu yang bersih. Polri ingin menjaga kebersihan lembaganya dengan mengusut kasus-kasus yang melibatkan jenderal polisi, seperti Suyitno Landung, Susno Duaji, dan lainnya," pungkas Edi.

Namun demikian, Edi mengendus, penetapan tersangka Firli Bahuri sebenarnya hanya puncak gunung es dari begitu banyaknya keterlibatan orang-orang di KPK dalam perkara korupsi. 

Menurutnya, bukan tidak mungkin kasus-kasus lain akan terungkap ke publik, terutama kasus-kasus sempat mencuat ke publik tetapi kemudian meredup.

"Ada Kasus-kasus terdahulu seperti 'kasus duren' menunjukkan bahwa mungkin ada penyidik yang terlibat dalam kegiatan yang tidak patut," ungkapnya.

Edi Hardum menyoroti kasus 'duren', yang mencuatkan nama seorang penyidik dengan julukan 'mister gentong'. 

Ia mengatakan, "mister gentong diduga mengambil suap dari seorang pembesar yang terlibat dalam kasus duren, sehingga kasus ini tidak berjalan dengan baik sampai sekarang".

"Meskipun ini bersifat dugaan dan isu, tetapi hal ini menunjukkan bahwa KPK mungkin menghadapi tantangan internal yang serius," tambahnya.

Karena itu Edi berpesan, ke depan, penegakan hukum dan pengawasan harus terus dilakukan. Kerja sama antara masyarakat dan aparat juga harus ditingkatkan.

Menurutnya, langkah yang diambil oleh Polda Metro dalam mengusut kasus Firli harus menjadi pembelajaran bagi semua lembaga penegak hukum bahwa saling mengawasi merupakan kunci kemajuan.

"Pesan saya ke depan adalah agar Polri terus mengawasi, dan masyarakat diharapkan proaktif melaporkan dugaan ketidakpatuhan," kata Edy.

Dia berujar, "Saling crosscheck antara KPK dan Polri menunjukkan pentingnya kolaborasi. Jika semua aparat penegak hukum dapat saling mengoreksi, negara ini dapat menuju kemajuan yang lebih baik".     

Pejabat Terseret Korupsi

Penetapan tersangka Firli Bahuri memperpanjang deretan pejabat yang tersandung kasus korupsi. 

Dalam catatan PARBOABOA, selama tujuh bulan terakhir, terhitung ada 3 pejabat setingkat Menteri dan Pimpinan Lembaga Tinggi Negara yang terseret korupsi.

Dimulai dari penetapan tersangka eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Jhonny G. Plate. Jhonny ditetapkan tersangka pada Mei (17/2023) dalam kasus korupsi pembangunan Menara Base Transceiever Station (BTS) 4G.

Jhonny telah mengikuti serangkaian proses hukum dan sekarang telah divonis hukuman 15 tahun penjara.

Setelah Jhonny, kasus korupsi kembali menyeret eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL). SYL diduga melakukan aksi pemerasan dan penerimaan gratifikasi di Kementerian Pertanian.

SYL juga sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Oktober (11/2023). Kala SYL berurusan dengan KPK, disitulah dugaan pemerasan yang melibatkan Firli Bahuri mulai tercium.

Sebulan berselang, korupsi kembali menyeret Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej.

Eddy ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis, (9/11/2023) dalam kasus dugaan gratifikasi. Ia diduga menerima gratifikasi pemberian layanan bantuan hukum dari seorang pengusaha yang berinisial HH.

Sementara itu, dalam kasus Firli Bahuri, ia diduga melakukan pemerasan terhadap SYL. Firli bahkan diancam penjara maksimal seumur hidup karena ia dijerat dengan pasal 12 huruf e, pasal 11 atau pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

   

 

Editor: Rian
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS