Petani Pakel Banyuwangi Divonis 5,6 Tahun, KontraS : Pertimbangan Hakim Sangat Kacau

Tiga Petani Pakel Banyuwangi divonis bersalah 5 tahun 6 bulan penjara leh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi pada Kamis (26/10/2023). (Foto: Instagram/ @rukunpakel)

PARBOABOA, Jakarta – Persidangan tiga petani konflik agraria di Pakel, Banyuwangi, telah mencapai putusan vonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi pada Kamis (26/10/2023).

Petani Pakel bernama Mulyadi, Suwarno dan Untung dinyatakan bersalah dengan hukuman 5 tahun 6 bulan penjara lantaran kasus dugaan penyebaran berita hoax terkait status kepemilikan lahan.

Sebelumnya, mereka menyatakan bahwa tanah yang dikuasai perusahaan di sana merupakan lahan milik warga berdasarkan akta 1929.

Menanggapi putusan hakim tersebut, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pada Jumat (27/10/2023) lalu, menyatakan putusan yang diambil hakim sangat kacau karena tidak melihat fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan tentang konflik agraria ini.

Menurut Kontras, Desa Pakel merupakan korban dari ketimpangan penguasaan tanah yang mengakibatkan defisit penguasaan tanah oleh warga.

Putusan pengadilan tersebut, juga dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap aktivis pejuang lingkungan.

Senada dengan itu, Kuasa Hukum trio Pakel dari LBH Surabaya, Habibus Salihin, menyatakan bentuk kriminalisasi dapat dilihat dari awal penangkapan tiga petani tersebut.

Salihin menyebut, proses penangkapan trio Pakel ini dilakukan tanpa prosedur seolah-olah mereka dinyatakan bersalah sebelum putusan pengadilan.

Sebelumnya, pada Jumat (3/2/2023), Mulyadi, Suwarno dan Untung dihadang oleh orang yang tidak dikenal dan ditangkap saat hendak melakukan pertemuan menuju Desa Aliyan.

Konflik Agraria Pakel Banyuwangi

Petani Pakel Banyuwangi terlibat konflik tanah dengan PT Bumi Sari Maju Sukses (Bumi Sari) mengenai status kepemilikan lahan sejak tahun 2018.

Warga menyebut bahwa tanah yang ada, merupakan tanah mereka yang sudah digarap selama puluhan tahun dan mereka merasa lahannya diambil secara sepihak oleh perusahaan.

Warga yang merasa memiliki lahan itu, menggunakan Surat Izin Membuka Lahan yang dikeluarkan pada 1929 dan disahkan oleh pemerintah Belanda.

Dalam dokumen tersebut, warga Pakel diberi tanah untuk dikelola seluas 4000 bau.

Selain itu, mereka juga menggunakan rujukan surat Badan Pertanahan Banyuwangi No.280/600.1.35.10/II/2018.

Surat tersebut memuat bahwa tanah Desa Pakel tidak masuk dalam sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) PT Bumi Sari.

Editor: Atikah Nurul Ummah
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS