PARBOABOA, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto resmi menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 mengenai pembentukan 80.000 Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih).
Instruksi ini ditandatangani pada Kamis (27/03/2025) dan menjabarkan secara rinci rencana pembentukan koperasi yang tersebar di berbagai desa di Indonesia.
Salah satu poin penting dalam Inpres ini tercantum dalam diktum kedelapan dari sembilan diktum yang ada, yakni mengenai skema pendanaan.
Pemerintah menetapkan bahwa sumber dana berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Selain itu, pendanaan juga dapat berasal dari “sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Instruksi Presiden tersebut juga menetapkan peran sejumlah kementerian dan lembaga negara dalam mendukung realisasi program ini.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan atau yang akrab disapa Zulhas, diberi mandat penting sebagai penggerak utama dalam pelaksanaan Kopdes Merah Putih.
Ia bertugas menyelaraskan koordinasi serta mengendalikan percepatan pembentukan koperasi desa tersebut.
“Saya dapat tugas yang sangat mulia, yaitu diminta Presiden sebagai Ketua Satgas untuk pembentukan Kopdes Merah Putih,” ujar Zulhas dalam konferensi pers di Graha Mandiri, Jakarta Pusat pada Selasa (08/04/2025).
Ia juga menyampaikan harapannya agar pembentukan koperasi ini dapat segera rampung. “Mudah-mudahan dalam berapa bulan ini bisa kita selesaikan,” tambahnya.
Pelaksanaan program Kopdes Merah Putih akan dilakukan melalui tiga strategi utama, yakni membentuk koperasi baru, melakukan revitalisasi terhadap koperasi yang sudah ada dan membangun serta mengembangkan koperasi yang telah berjalan agar lebih optimal.
Peluncuran resmi Koperasi Desa Merah Putih dijadwalkan bertepatan dengan peringatan Hari Koperasi Nasional pada 12 Juli 2025.
Terpisah, Menteri Koperasi dan UKM Budi Arie Setiadi menyebut, salah satu alasan dibentuknya Kopdes Merah Putih dikarenakan masih banyak desa yang belum memiliki lembaga ekonomi seperti koperasi maupun Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Budi juga menjelaskan bahwa satuan tugas yang telah dibentuk akan berperan dalam menyelaraskan peran dan kontribusi dari berbagai kementerian dan lembaga dalam pelaksanaan program koperasi desa ini.
Menurutnya, meskipun target operasional 70 ribu Kopdes Merah Putih ditetapkan dalam waktu enam bulan sejak pembentukan Satgas, proses pelaksanaannya tidak akan dilakukan secara tergesa-gesa.
Pembenahan Tata Kelola
Pengamat koperasi, Dewi Tenty Septi Artiany menyampaikan keprihatinannya terhadap rencana pemerintah membentuk Kopdes Merah Putih di 70 ribu desa di seluruh Indonesia.
Dewi menyebutkan bahwa tanpa pengelolaan yang serius, program tersebut berisiko menjadi sia-sia. Hal ini disampaikan dengan berkaca pada persoalan-persoalan terdahulu.
"Karena biasanya yang sudah-sudah seperti itu saja, seperti angin pada saat berhembus ada kemudian hilang. Nah, jangan sampai nanti 70 ribu ada pada saat pemerintahnya tidak mengurus koperasi ini secara baik," ujar Dewi dalam sebuah keterangan, Kamis (06/05/2025).
Menurut Dewi, koperasi yang muncul atas inisiatif pemerintah cenderung kurang berhasil jika dibandingkan dengan koperasi yang tumbuh dari inisiatif masyarakat sendiri.
Ia menyoroti kecenderungan kebijakan pemerintah yang lebih menekankan pada aspek kuantitatif, tanpa mempertimbangkan potensi pengembangan koperasi yang sudah ada.
Lebih lanjut, Dewi menekankan pentingnya edukasi terhadap masyarakat, terutama generasi muda, mengenai nilai-nilai dan fungsi koperasi. Kejelasan struktur permodalan juga menjadi sorotan.
"Nanti ada middle man lagi ya seperti dulu misalnya di BUMDes kan dikasih tuh melalui kepala desa, akhirnya ya kan ada konsentrasi modal-modal di orang-orang tertentu seperti itu," pungkasnya
Serupa, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, menegaskan pentingnya pengelolaan Koperasi Desa Merah Putih secara profesional.
Ia mengingatkan agar pemerintah tidak mengulangi kesalahan masa lalu yang terjadi pada Koperasi Unit Desa (KUD) di era Orde Baru.
Menurut Eliza, secara konsep koperasi desa seperti Kopdes Merah Putih maupun KUD sebenarnya memiliki potensi besar. Namun, ia menggarisbawahi tata kelola yang kerap lemah.
“Seringkali yang menjadi persoalan adalah tata kelolanya kurang baik dan tidak profesional sehingga berujung kegagalan,” kata Eliza melalui pesan singkat pada Rabu (19/04/2025).
Ia menyoroti bahwa kegagalan KUD di masa pemerintahan Presiden ke-2 Soeharto merupakan akibat dari pengelolaan yang tidak optimal. Masalah serupa, tambahnya, juga melanda Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang menjadi bentuk unit usaha desa lainnya.
Lebih lanjut, Eliza menyampaikan kekhawatirannya terhadap nasib Kopdes Merah Putih bila tidak ada pembaruan dalam sistem pengelolaannya.
“Berkaca dari pengelolaan BUMDes yang tidak optimal dan KUD zaman Orde Baru yang malah jadi bancakan elit desa,” ujarnya.
Padahal, menurutnya, kehadiran koperasi desa atau unit usaha seperti BUMDes sangat penting bagi perekonomian desa. Namun demikian, ia menyayangkan kenyataan bahwa BUMDes tidak berkembang secara maksimal.
“Nyatanya BUMDes tidak berkembang, bahkan usaha itu malah jadi saingan usaha eksisting (di desa),” tegasnya.