PARBOABOA, Jakarta - Nasib warga di beberapa titik kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 berada di persimpangan jalan.
Pasalnya, pengerjaan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berlangsung di kawan tersebut disinyalir merugikan mereka.
Salah satu lokasi yang terdampak PSN adalah Kampung Alar Jiban, Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten.
Dua edisi investigasi PARBOABOA sebelumnya memperlihatkan bahwa masyarakat mengeluhkan kebijakan pemerintah yang memindahkan rumah mereka.
Sebagian besar warga Desa Kohod hanya mendapatkan ganti rugi sebesar Rp1,7 juta per meter persegi. Namun, banyak yang merasa jumlah tersebut terlalu kecil.
Kekhawatiran utama warga adalah bahwa uang ganti rugi tersebut tidak akan cukup untuk membangun rumah baru dengan kualitas yang sama seperti sebelumnya.
Selain itu, mereka juga tidak mendapatkan kepastian mengenai lokasi relokasi serta status kepemilikan tanah yang baru.
Sutoyo, sebut saja demikian, mengungkapkan bahwa dirinya tidak setuju jika hanya diberi arahan soal lokasi pindah tanpa kejelasan tentang legalitas surat-surat tanah.
"Kita enggak mau kalau sekadar ditunjuk: nih nanti pindahnya di sana-di sana, sementara legalitas suratnya gimana? Kita sekarang kan sertifikat hak milik," keluhnya kepada PARBOABOA.
Ia juga menyebutkan contoh kasus di kampung lain di desa yang sama, di mana warga yang setuju dengan skema relokasi belum mendapat kepastian mengenai lokasi pindah mereka.
Sutoyo menerangkan, warga sebenarnya tidak menolak proyek pembangunan PIK 2. Mereka hanya meminta agar prosesnya berjalan dengan transparan dan adil bagi para pemilik tanah.
Namun, situasi semakin rumit karena beberapa staf desa mendesak warga untuk menerima skema relokasi tanpa negosiasi yang adil.
Lebih buruknya lagi, warga yang belum bersedia melepaskan tanahnya menghadapi intimidasi dalam bentuk ancaman.
Salah satunya adalah ancaman bahwa mereka harus menerima ganti rugi melalui pengadilan, sementara tanah mereka tetap akan diuruk tanpa persetujuan jelas.
Dalam beberapa kasus, warga Alar Jiban juga menerangkan bahwa bangunan rumah mereka hanya dihargai sebesar Rp 1,7 juta per meter persegi. Angka yang jauh di bawah perkiraan.
Warga Alar Jiban nantinya harus membangun rumahnya sendiri di lokasi relokasi yang hingga kini masih belum memiliki status yang jelas.
Pelanggaran HAM
Isu relokasi yang dikeluhkan warga Desa Kohod sesungguhnya menjadi masalah umum yang jamak ditemukan dalam setiap pengerjaan PSN.
Ketidaksesuaian janji pihak pengembang yang mengeksekusi PSN memberi risiko fatal bagi kehidupan warga desa setempat.
Selain bahwa harga ganti rugi bangunan per meter tidak sesuai harapan, warga juga mengalami penelantaran pasca 'keluar terpaksa' dari rumah mereka.
Janji pemerintah untuk memberikan tempat relokasi ternyata hanya omong kosong belaka. Pengalaman sejumlah warga menunjukkan bahwa mereka harus luntang lantung mencari kediaman sendiri.
Dengan kata lain, skema relokasi yang semula disampaikan pengembang, berbeda jauh dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Rakyat menderita akibat kehilangan rumah dan tanah.
Hal ini bertolak belakang dengan visi PSN yang digagas Presiden Jokowi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Landasan hukum PSN pertama kali ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 3 Tahun 2016, yang kemudian diperbarui dengan Perpres No. 58 Tahun 2017, No. 56 Tahun 2018, dan No. 109 Tahun 2020.
Melansir laman resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, setiap proyek yang tergabung dalam PSN harus memenuhi tiga kriteria utama, yakni kriteria dasar, strategis, dan operasional.
Kriteria dasar mencakup kesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan rencana tata ruang, tanpa mengubah Ruang Terbuka Hijau.
Sementara, "kriteria strategis mengukur dampak proyek terhadap ekonomi, kesejahteraan sosial, serta keamanan dan pertahanan nasional," tulis laman tersebut.
Terakhir, kriteria operasional hendak memastikan adanya studi kelayakan awal dan nilai investasi proyek minimal Rp100 miliar atau proyek tersebut berperan penting dalam pengembangan ekonomi daerah.
Sejak program ini diluncurkan pada 2016 hingga akhir 2019, sebanyak 92 proyek PSN telah berhasil diselesaikan dengan total investasi mencapai Rp467,4 triliun.
Capaian ini setara dengan 41% dari total 223 proyek yang diusulkan dalam Peraturan Presiden No. 56 Tahun 2018, dengan kontribusi nilai investasi sebesar 11,4% dari keseluruhan total investasi yang mencapai Rp4.092 triliun.
Namun, beban keuangan pada BUMN akibat penugasan pemerintah, isu lingkungan, serta kendala dalam pembebasan lahan, pendanaan, dan pelaksanaan konstruksi menjadi persoalan tersendiri.
Khusus terkait pembebasan lahan, persoalan yang terjadi di Desa Kohod mempertegas hal serupa. Banyak warga yang rumahnya digusur dan tanahnya dipakai untuk PSN.
Skema relokasi yang tidak jelas dan penuh aroma intimidasi menjadikan PSN di wilayah PIK 2 menjadi salah satu persoalan pelanggaran HAM terhadap warga.
Pakar kebijakan publik dari Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengritik keras praktik pembajakan tanah oleh pihak pengembang di PIK 2 yang tidak memperhatikan nasib warga.
Achmad menyoroti pentingnya memperhatikan kepentingan publik terkait pembangunan Proyek PSN PIK 2.
Menurutnya, proyek ini tampak sebagai kelanjutan dari kawasan PIK 1 yang selama ini dinilai lebih bersifat eksklusif daripada inklusif.
Pembangunan Pulau Reklamasi Timur (Golf Island PIK) dan Pulau Reklamasi Barat (Ebony Island), misalnya belum memberikan dampak signifikan bagi kepentingan masyarakat.
Achmad menegaskan bahwa pembangunan reklamasi di kawasan PIK 1 lebih menguntungkan sekelompok kecil masyarakat dan lebih mengutamakan keuntungan pengusaha.
Ia bahkan menuduh bahwa PSN PIK 2 tampak sebagai alat untuk mengakumulasi keuntungan dengan menggunakan instrumen negara, sambil mengabaikan kepentingan masyarakat yang lebih luas.
“PSN PIK 2 ini jelas menunjukkan adanya permainan yang menggunakan kekuasaan negara untuk memperkaya pengusaha dan merampas tanah rakyat,” ujar Achmad medio September lalu.
Ia juga menyoroti backlog perumahan yang masih tinggi, terutama bagi masyarakat di Kabupaten Tangerang dan Jakarta yang kesulitan memiliki rumah.
Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih fokus pada penyediaan perumahan murah untuk rakyat daripada mendukung proyek yang terkesan eksklusif seperti PSN PIK 2.
“Pemerintah perlu lebih memperhatikan masalah defisit perumahan rakyat, bukan mengerjakan proyek yang belum tentu memberikan manfaat besar bagi publik,” pungkasnya.
Editor: Defri Ngo