Mengenal Istilah Etika Politik: Fondasi Moral dalam Praktik Kekuasaan

Buku Etika Politik versi cetakan lama yang dikarang Frans Magnis Suseo (Foto: Instagram/@warungsejarahri)

PARBOABOA, Jakarta - Publik Indonesia tentu tidak asing dengan istilah 'etika politik'. Belakangan, istilah ini viral bersamaan dengan banyaknya persoalan politik di Tanah Air.

Pertanyaannya kemudian, apa yang dimaksud dengan 'etika politik'? Seberapa urgenkah ia dalam kehidupan berbangsa?

Secara harafiah, 'etika' berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu 'ethos' yang memiliki beragam makna, termasuk kebiasaan, akhlak, dan cara berpikir. 

Aristoteles (384-322 M) menggunakan kata 'etika'  untuk merujuk pada filsafat moral, sehingga etika bisa diartikan sebagai ilmu tentang adat kebiasaan. 

Walaupun asal usulnya berbeda, keduanya merujuk pada adat kebiasaan dalam konteks perilaku manusia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etika memiliki pengertian sebagai ilmu tentang sesuatu yang baik dan buruk serta hak dan kewajiban moral (akhlak). 

Pengertian lainnya yaitu gabungan asas atau nilai yang berkaitan dengan akhlak, dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. 

John L. Esposito menyebut etika sebagai studi yang berkaitan dengan pembenaran praktis, yang menilai tindakan dan sikap manusia berdasarkan prinsip moral.

Etika dan moral memiliki perbedaan mendasar. Moral lebih sering dikaitkan dengan kewajiban khusus dan norma yang bersifat imperatif. Moral menekankan baik-buruknya sikap, tindakan, dan cara ungkap manusia.

Sedangkan istilah 'politik', menurut KBBI, memiliki beberapa pengertian, antara lain pengetahuan tentang tata negara, semua urusan dan tindakan mengenai pemerintahan, dan kebijakan dalam menghadapi masalah. 

Ramlan Surbakti mendefinisikan politik sebagai interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan yang mengikat untuk kebaikan bersama. 

F. Isjwara menyebut politik sebagai perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan atau teknik menjalankan kekuasaan.

Secara etimologis, kata 'politik' berasal dari bahasa Yunani 'polis' yang berarti kota atau negara kota. 

Dari kata ini, lahirlah kata-kata seperti 'polites' (warga negara) dan 'politikos' (kewarganegaraan). 

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa etika politik adalah kumpulan nilai moral yang digunakan untuk mengatur dan memimpin kehidupan bersama. 

Etika politik merupakan filsafat moral tentang dimensi politik dalam kehidupan manusia. 

Tujuannya bukan memberikan nasihat praktis kepada politisi, melainkan memastikan bahwa semua klaim atas hak untuk mengatur masyarakat dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan prinsip moral dasar.

Fungsi Etika Politik

Istilah etika politik memiliki cakupan manfaat yang luas. Dalam konteks demokrasi, istilah ini menjadi pegangan untuk mengarahkan tingkah laku masyarakat. 

Etika politik berfungsi sebagai pedoman normatif untuk menilai kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan tolok ukur martabat manusia. 

Isu utama dalam etika politik adalah legitimasi etis kekuasaan. Setiap penguasa dituntut untuk mempertanggungjawabkan kekuasaannya, dan jika tidak mampu, maka kekuasaan tersebut dianggap tidak sah. 

Hal tersebut menunjukkan keterkaitan erat antara etika dan sistem atau pola pikir setiap individu dan kelompok masyarakat.

Dengan memahami etika politik, publik dapat menilai dan memastikan bahwa setiap tindakan politik dan kebijakan diambil berlandaskan prinsip moral yang kuat.

Semuanya bertujuan untuk membawa manfaat dan kebaikan bagi seluruh masyarakat, khususnya di Indonesia.

Etika Politik di Indonesia

Menurut Farah Sabilla Febriany (2021), dalam perspektif etika politik, manusia memiliki tiga dimensi utama, yakni makhluk sosial, manusia dengan dimensi kesosialannya, dan dimensi politis kehidupan manusia. 

Sebagai makhluk sosial, manusia bebas bertindak sesuai keinginannya, tetapi tindakannya baru bermakna saat berada di tengah-tengah orang lain. 

Keberadaan manusia diakui karena interaksi dengan orang lain dan kehidupan serta perkembangannya bergantung pada keberadaan orang lain. 

Dimensi kesosialan manusia merujuk pada penemuan jati diri individu saat bersama dengan orang lain. 

Sementara dimensi politis adalah fungsi pengaturan kerangka kehidupan masyarakat baik secara normatif maupun efektif (Pasaribu, 2013).

Kasus korupsi di Indonesia menjadi salah satu pelanggaran etika politik paling signifikan dan mendesak untuk ditangani. 

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia menurut Transparency International Indonesia pada tahun 2020 berada di skor 37/100, menduduki posisi 102 dari 180 negara. 

Sebelumnya, IPK Indonesia berada di kisaran 40/100, yang menunjukkan adanya penurunan. Kasus korupsi oleh pejabat publik mencerminkan betapa kotornya politik di Indonesia. 

Pejabat yang melakukan korupsi menunjukkan kehilangan dimensi mereka sebagai makhluk sosial, dimensi kesosialannya, dan juga dimensi politisnya. 

Manusia yang seharusnya menghargai dan menghormati hak-hak sosial justru menyalahgunakan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri. 

Tindakan ini menunjukkan bahwa dimensi politis yang seharusnya menata kehidupan secara normatif dan efektif tidak dijalankan dengan benar.

Pancasila sebagai Panduan Etis

Negara dan politik adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Politik riil merupakan pertarungan kekuatan dan etika politik turut menjadi panduan penting. 

Etika politik memberikan mekanisme berbicara dengan otoritas dan memastikan setiap tindakan politik memiliki legitimasi yang berkaitan dengan norma moral, nilai-nilai, hukum, dan peraturan. 

Etika politik juga mempertimbangkan perspektif korban, yang mampu memunculkan simpati serta memicu protes terhadap ketidakadilan.

Dalam keadaan baik dan normal, etika politik diperlukan untuk mencegah sikap dan perilaku politik yang bertentangan dengan visi, misi, dan tujuan negara. 

Etika politik memastikan kesejahteraan, keadilan, serta kebahagiaan tertinggi masyarakat dapat terwujud dengan memberikan pedoman kepada penyelenggara negara (Widiarto, 2019).

Memahami urgensi etika politik diperlukan pemahaman dan pemantapan nilai-nilai Pancasila. 

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengajarkan bahwa manusia wajib menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangannya. 

Dalam konteks etika politik, politisi melihat etika politik sebagai bentuk ketaatan terhadap Tuhan, dengan hal-hal yang harus dan tidak boleh dilakukan. 

Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menuntut tanggung jawab moral atas tindakan manusia, mencerminkan apakah individu tersebut beradab atau tidak. 

Nilai-nilai seperti cinta sesama manusia, kejujuran, persamaan derajat manusia, keadilan, dan keadaban terkandung di dalamnya (Eddy, 2018).

Sila Persatuan Indonesia menekankan pentingnya kesatuan tanpa konflik akibat perbedaan pandangan politik. 

Seringkali, dimensi kesosialan manusia hilang ketika mereka terkotak-kotakkan dalam pandangan politik yang berbeda-beda dan saling menjatuhkan. 

Oleh karena itu, Persatuan Indonesia mendukung penerapan etika politik di tengah masyarakat. 

Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan mengajarkan demokrasi, kejujuran, dan kebersamaan dalam pengambilan keputusan. 

Kebijakan yang hanya menguntungkan pihak tertentu mencerminkan etika politik yang buruk, menghambat tercapainya keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Pancasila sebagai ideologi nasional mampu mengendalikan berbagai paham perseorangan, golongan, suku bangsa, dan agama, memastikan semboyan Bhinneka Tunggal Ika diterapkan dalam kesatuan yang utuh. 

Pancasila berusaha menjunjung kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan tertentu. 

Sebagai ideologi bangsa Indonesia, Pancasila tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea 4 dan harus dilaksanakan secara berkelanjutan. 

Dengan maksud tersebut, Pancasila menjadi kesatuan pandangan, keyakinan, cita-cita, serta mutu bangsa Indonesia yang harus diterapkan di setiap aspek kehidupan (Febriansyah, 2017).

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS