PARBOABOA, Jakarta – Masalah kemacetan menjadi isu krusial yang dihadapi masyarakat DKI Jakarta selama beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data Tomtom Traffic Index, Jakarta menempati peringkat ke-29 sebagai salah satu kota paling macet di dunia.
Warga Jakarta memerlukan waktu 53 persen lebih lama untuk mencapai tujuan selama jam sibuk dibandingkan dengan perjalanan pada waktu normal.
Berhadapan dengan fakta ini, tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta diperkenankan menyampaikan strategi mereka untuk menangani masalah tersebut.
Isu klasik ini juga menjadi salah satu topik debat perdana bertema "Penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Transformasi Jakarta Menuju Kota Global" yang berlangsung pada Minggu (06/10/2024).
Calon Gubernur Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil, mengusulkan solusi unik dengan mengembangkan sistem transportasi air di 13 sungai Jakarta.
"Di masa depan, kami coba berinovasi dengan menghadirkan river way, yaitu transportasi perahu yang melintasi 13 sungai di Jakarta," jelasnya saat debat.
Selain itu, mantan Gubernur Jawa Barat ini juga mengusulkan perluasan jalan layang (flyover) untuk mengurangi kepadatan lalu lintas.
Lebih lanjut, Ridwan Kamil berencana mengurangi mobilitas warga dengan cara mengembangkan wilayah-wilayah yang sudah maju, seperti PIK, Kelapa Gading, TB Simatupang, Meruya, dan Ancol, selama lima tahun ke depan.
"Kami juga akan menerapkan skema kerja dari rumah (WFH) secara bergiliran, misalnya Senin untuk industri media, Selasa untuk industri hukum, sehingga pergerakan masyarakat berkurang."
Sementara itu, calon gubernur nomor urut 3, Pramono Anung, menilai bahwa Transjakarta saja tidak cukup untuk mengatasi kemacetan.
"Langkah paling penting untuk mengatasi kemacetan di Jakarta adalah memperluas cakupan Transjabodetabek, bahkan hingga wilayah Puncak dan Cianjur," ujar Pramono.
Untuk mendorong peralihan ke transportasi umum, Pramono juga menyatakan akan menggratiskan biaya angkutan umum bagi lima belas golongan masyarakat.
"Kelima belas golongan yang saat ini sudah mendapatkan layanan gratis di busway, nantinya juga akan mendapat akses gratis di MRT dan LRT, baik dari Bekasi, Tangerang Selatan, Bogor, maupun wilayah lainnya, jika fasilitas tersebut tersedia," jelasnya.
Di sisi lain, Dharma Pongrekun, calon gubernur nomor urut 2, menegaskan agar para pesaingnya tidak terlalu banyak beretorika dalam menyikapi isu kemacetan.
Menurut Dharma, solusi dari Ridwan Kamil dan Pramono memang masuk akal, namun implementasi harus diprioritaskan.
"Kita hanya punya waktu lima tahun, tidak bisa hanya berbicara tanpa tindakan nyata. Semua harus segera dieksekusi, bukan sekadar wacana,” tegas Dharma.
Dharma juga menyoroti pentingnya perbaikan manajemen transportasi sebagai langkah awal mengatasi kemacetan di ibu kota.
Optimalisasi manajemen transportasi dapat dilakukan melalui penambahan armada, penyesuaian rute, dan perbaikan interval kedatangan angkutan umum.
"Dengan mengoptimalkan manajemen yang ada, tidak perlu langsung menambah armada. Cukup perbaiki manajemennya dan pastikan setiap jalur memiliki jarak kedatangan yang konsisten, maksimal 10 menit," jelasnya.
Selain itu, Dharma berkomitmen meningkatkan kualitas transportasi umum agar masyarakat merasa nyaman dan tidak ragu beralih ke angkutan umum.
"Keamanan harus dijamin, terutama bagi penyandang disabilitas, lansia, ibu hamil, dan anak-anak. Armada juga harus nyaman, dengan AC yang dingin, serta dijauhkan dari hal-hal negatif," tambahnya.
Realistis atau Tidak?
Ketua Institut Studi Transportasi (INSTRAN), Darmaningtyas, menilai gagasan Ridwan Kamil dan Pramono Anung terkait solusi kemacetan di Jakarta cukup realistis untuk diterapkan.
Keduanya memiliki landasan konsep yang kuat dengan pengalaman masa lalu yang relevan.
Menurut Darmaningtyas, ide Ridwan Kamil mengenai transportasi air di 13 sungai Jakarta sebenarnya telah memiliki pijakan sejak era Gubernur Sutiyoso pada 2007.
Walaupun program tersebut tidak berlanjut, rencana ini sudah tercantum dalam Pola Transportasi Makro (PTM), yang menunjukkan bahwa gagasan tersebut bukan sekadar wacana.
"Landasan hukumnya sudah ada, tinggal bagaimana mengimplementasikannya," ujar Darmaningtyas pada Senin (07/10/2024).
Namun demikian, untuk merealisasikan transportasi air ini diperlukan investasi besar untuk menata sungai-sungai di Jakarta.
Di sisi lain, menurut Darmaningtyas, program river way dapat menjadi kesempatan untuk merawat sungai-sungai agar tetap terjaga dengan baik.
Salah satu syarat utama adalah debit air yang harus stabil, baik di musim hujan maupun kemarau, sehingga transportasi air dapat berjalan lancar sepanjang tahun.
"Debit air bisa diatur dengan mengeruk dan membersihkan sungai, serta mengelola pintu air," tambahnya.
Sementara itu, Darmaningtyas juga mendukung gagasan Pramono Anung untuk memperpanjang rute Transjakarta menjadi layanan Transjabodetabek.
Menurutnya, ini adalah langkah yang realistis karena sudah diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ).
UU ini memungkinkan Jakarta untuk memberikan subsidi transportasi bagi wilayah Bodetabek yang terhubung dengan Jakarta.
"Sudah saatnya Transjakarta diperluas hingga wilayah Bodetabek, sehingga dapat mengalihkan pengguna kendaraan pribadi ke transportasi umum," jelasnya.
Meski begitu, Darmaningtyas juga mengingatkan bahwa perlu ada perhitungan matang terkait besaran subsidi (PSO) yang akan disediakan Pemprov Jakarta.
Hal tersebut, terutama jika layanan gratis bagi 15 kategori masyarakat di Jakarta akan diterapkan di seluruh wilayah Jabodetabek.
Sedangkan terkait gagasan Dharma Pongrekun untuk memperbaiki manajemen transportasi sebelum menambah armada, Darmaningtyas menilai hal ini dapat diterima.
Namun, ia menekankan bahwa masalah utama transportasi di Jakarta bukanlah pada manajemen, melainkan pada kurangnya komitmen pemerintah daerah di sekitar Jakarta.
Sejauh ini, pemerintah kurang memperhatikan perbaikan transportasi. Kendala lain adalah soal rendahnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan transportasi umum.
Dharma Pongrekun menilai, meskipun layanan transportasi umum di Jakarta sudah memadai, banyak yang masih enggan beralih dari kendaraan pribadi.
Editor: Defri Ngo