Menparekraf: Pariwisata Jadi Motor Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2025

Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana. (Foto: Dok. Kementerian Pariwisata)

PARBOABOA, Jakarta – Sektor pariwisata kembali menunjukkan kekuatannya sebagai salah satu penggerak utama roda ekonomi nasional.

Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kemenko Perekonomian pada Senin, 5 Agustus 2025, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menegaskan bahwa kontribusi sektor ini sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama pada kuartal II-2025 yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,12% (year on year), mengungguli kuartal sebelumnya serta periode yang sama tahun lalu.

Dalam paparannya, Menteri Widiyanti menekankan bahwa empat sektor dengan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional berkaitan langsung dengan aktivitas pariwisata.

Hal ini, menurutnya, menjadi bukti nyata bahwa pariwisata telah bertransformasi menjadi tulang punggung pemulihan ekonomi pascapandemi dan menjadi pendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.

Sektor “jasa lainnya” mencatatkan pertumbuhan tertinggi dengan laju 11,31%, terutama dari subsektor hiburan dan rekreasi.

Lonjakan ini didorong oleh peningkatan jumlah perjalanan wisatawan nusantara yang mencapai 331,37 juta perjalanan, naik 22,32% dibandingkan periode yang sama pada 2024. Kunjungan wisatawan mancanegara pun mengalami kenaikan sebesar 13,96% dengan total 3,89 juta orang.

Tak hanya itu, tiga sektor lainnya juga memperlihatkan pertumbuhan yang menjanjikan. Jasa perusahaan tumbuh sebesar 9,31% didorong oleh meningkatnya aktivitas biro perjalanan dan agen wisata.

Transportasi dan perdagangan turut mengalami pertumbuhan sebesar 8,52%, yang dipicu oleh kebijakan insentif seperti diskon tiket pesawat, kereta api, serta akses tol.

Sektor akomodasi dan makan-minum pun tidak ketinggalan, dengan pertumbuhan 8,04% yang mencerminkan sinergi kuat antara industri perhotelan dan peningkatan aktivitas pariwisata.

Memasuki bulan kemerdekaan, pemerintah melalui Kementerian Pariwisata menjalin kerja sama strategis dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) untuk menghadirkan diskon hingga 80% di hotel dan restoran selama Agustus.

Widiyanti menyebut program ini sebagai langkah konkret mendukung mobilitas domestik, mendorong masyarakat untuk memanfaatkan libur nasional 18 Agustus dengan berwisata dalam negeri.

Program promosi tidak berhenti di situ. Sebanyak 58 gelaran dalam rangkaian Festival Karisma Event Nusantara masih berlangsung hingga akhir tahun.

Salah satu yang paling dinanti adalah Festival Pacu Jalur yang akan digelar pada 20–24 Agustus 2025, menjadi magnet budaya yang mengundang ribuan wisatawan lokal dan mancanegara.

Menyambut akhir tahun, pemerintah menyiapkan kampanye wisata bertema liburan Natal dan Tahun Baru 2025–2026.

Kampanye ini akan diluncurkan pada Oktober 2025, mencakup kerja sama dengan asosiasi pelaku usaha untuk menghadirkan paket-paket wisata menarik, serta pemberian stimulus ekonomi guna menjaga daya beli masyarakat.

Inisiatif ini diperkuat oleh sinergi antarkementerian: Menteri Perhubungan memastikan dukungan berupa subsidi dan diskon tarif transportasi, sedangkan Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan tengah menyusun skema insentif tambahan bagi pelaku industri pariwisata dan UMKM.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan bahwa lonjakan wisatawan, baik wisatawan mancanegara sebanyak 140.000 orang maupun wisatawan nusantara sebanyak 100.000 orang dalam periode puncak, menjadi bukti bahwa kebijakan pemerintah efektif dalam mendorong konsumsi domestik.

Ia menegaskan, peningkatan jumlah wisatawan nusantara secara tahunan mencapai 23,32%, dan dampaknya tidak hanya terasa di sektor pariwisata semata, tetapi juga menyentuh sektor transportasi dan logistik secara menyeluruh.

Meski pencapaian ini menggembirakan, beberapa tantangan fundamental masih mengemuka, khususnya dalam aspek regulasi dan keberlanjutan.

Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan memang telah mengatur kewajiban pemerintah dalam menjamin keberlanjutan lingkungan dan pelestarian budaya lokal.

Namun, implementasi pasal-pasal seperti Pasal 20 dan 26 masih menghadapi kendala, terutama dalam pengawasan dampak ekologis akibat pariwisata musiman yang semakin massif.

Isu lainnya muncul terkait kebijakan insentif fiskal jangka pendek seperti diskon transportasi besar-besaran.

Sejumlah pihak mempertanyakan apakah kebijakan ini merupakan solusi jangka panjang atau hanya sekadar stimulus ekonomi sesaat.

Di sisi lain, muncul pula pertanyaan mengenai kemampuan pemerintah dalam memastikan distribusi manfaat pariwisata secara adil, khususnya ke daerah-daerah terpencil yang selama ini belum tersentuh pembangunan infrastruktur memadai.

Menjelang akhir 2025, pariwisata Indonesia berada di titik krusial. Potensinya sebagai penggerak ekonomi tak lagi diragukan.

Namun untuk menjadikannya pilar pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan, dibutuhkan pendekatan yang lebih menyeluruh—yang tidak hanya berfokus pada angka pertumbuhan, tetapi juga pada keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, dan ketahanan ekonomi jangka panjang.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS