PARBOABOA, Jakarta – Dunia menyambut Paus baru. Robert Francis Prevost, yang kini bergelar Paus Leo XIV, resmi terpilih memimpin Gereja Katolik Roma menggantikan Paus Fransiskus setelah hasil conclave diumumkan pada Kamis (8/5) sore waktu Vatikan.
Ia menjadi Paus ke-267 setelah proses pemilihan berlangsung selama tiga putaran sejak Rabu (7/5).
Nama Paus Leo XIV langsung menjadi perhatian global. Ia merupakan Paus pertama dalam sejarah yang berasal dari Amerika Serikat, meskipun memiliki darah keturunan Peru.
Sebelum terpilih, ia menjabat sebagai Kardinal yang diangkat langsung oleh Paus Fransiskus.
Kini, sorotan tertuju pada bagaimana arah kepemimpinannya. Muncul pertanyaan besar: akankah Paus Leo XIV mengikuti semangat reformis dan progresif seperti Paus Fransiskus yang dikenal kerap mendobrak tradisi demi pembaruan Gereja?
Salah satu tantangan besar yang menanti Paus Leo XIV adalah konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina, khususnya agresi Israel ke Jalur Gaza yang kembali memanas sejak Oktober 2023 lalu.
Diketahui, Paus Fransiskus selama masa hidupnya konsisten menunjukkan solidaritas terhadap rakyat Palestina.
Ia bahkan menjalin komunikasi rutin dengan umat Katolik di Gaza yang menjadi korban dari kekerasan bersenjata.
Bentuk perhatian itu terlihat jelas saat Paus Fransiskus rutin menelepon pastor di Gereja Keluarga Kudus, satu-satunya gereja Katolik di Gaza.
Di tengah gempuran yang menghancurkan, suara sang Paus menjadi penguat iman dan semangat bagi mereka yang bertahan.
Dalam khotbah terakhirnya sebelum wafat pada 21 April lalu, Paus Fransiskus kembali menyerukan penghentian agresi terhadap Gaza.
Ia tak ragu mengecam kekerasan dan menegaskan posisinya di sisi korban yang tertindas.
Bahkan setelah wafat, warisan kasih Paus Fransiskus tetap terasa. Kendaraan kepausan miliknya, popemobile, disumbangkan untuk digunakan sebagai klinik keliling bagi anak-anak di Gaza—sebuah simbol kepedulian yang kuat dan tanpa batas.
Paus Leo XIV sendiri hingga kini belum mengeluarkan pernyataan publik terkait Gaza. Hal ini memunculkan tanda tanya: apakah ia akan melanjutkan kepedulian yang sama terhadap isu tersebut?
Meski begitu, dalam isu sosial lain, Paus Leo XIV dikenal cukup vokal. Ia sempat mengecam keras kebijakan imigrasi era Presiden Donald Trump, termasuk deportasi massal yang dinilainya tidak manusiawi dan bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani.
Di Palestina sendiri, terpilihnya Paus baru disambut penuh harapan. Komunitas Kristiani di Gaza menyambutnya dengan sukacita dan berharap kepedulian terhadap perjuangan Palestina tetap menjadi bagian dari kepemimpinannya.
George Antone, kepala komite darurat Gereja Keluarga Kudus, menaruh harapan besar pada Paus baru.
Ia menginginkan agar Paus Leo XIV tetap membawa Gaza di dalam hatinya, sebagaimana yang dilakukan Paus Fransiskus sebelumnya.
“Kami berharap beliau memandang Gaza dengan mata Paus Fransiskus dan merasakannya dengan hatinya. Kami percaya beliau akan memperjuangkan perdamaian,” ujar Antone kepada Reuters.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas pun mengucapkan selamat secara resmi, sekaligus menitipkan harapan agar Paus Leo XIV melanjutkan semangat perdamaian dan keberpihakan terhadap Palestina seperti pendahulunya.
Tidak hanya dari pihak pemerintahan, ucapan selamat juga datang dari kelompok Hamas.
Mereka berharap Paus baru tetap menjadi suara moral yang berpihak kepada kaum tertindas dan menentang kekejaman yang terjadi di Gaza.
Gereja Keluarga Kudus di Gaza saat ini menjadi rumah bagi sekitar 450 umat Kristiani. Tak hanya itu, gereja ini juga menjadi tempat perlindungan bagi anak-anak, lansia, bahkan bagi sekitar 30 warga Muslim yang mencari perlindungan.
Dari total populasi Gaza yang mencapai 2,3 juta jiwa, komunitas Kristen hanya berjumlah sekitar 1.000 orang—kebanyakan beraliran Ortodoks Yunani.
Walau belum secara terbuka menyinggung soal Gaza, publik tetap menaruh harapan besar pada Paus Leo XIV. Jejak kemanusiaan Paus Fransiskus menjadi patokan yang sulit diabaikan.
Al Jazeera mencatat bahwa Paus Fransiskus memiliki relasi kuat dengan komunitas Katolik Gaza.
Kepeduliannya bukan hanya simbolik, tapi diwujudkan dalam komunikasi langsung dan langkah nyata di masa-masa paling sulit.
Harapan itu kini dipikul Paus Leo XIV. George Antone menegaskan kembali pentingnya perhatian dari Vatikan terhadap Gaza.
Pengamat Vatikan, Marans, menilai bahwa meskipun tidak menyebut Timur Tengah secara spesifik, pesan damai Paus tetap relevan bagi wilayah-wilayah konflik, termasuk Gaza.
“Semua Paus menginginkan perdamaian,” ujarnya. Menurutnya, pesan itu melampaui batas agama dan diterima oleh umat Katolik, Yahudi, maupun pemimpin agama lainnya.
Latar belakang Paus Leo XIV yang dikenal sebagai pribadi progresif dengan semangat pastoral yang kuat memperkuat harapan bahwa ia akan menjadi suara moral penting dalam berbagai isu kemanusiaan, termasuk konflik Gaza.
Belum terdengar pernyataan tegas, tetapi harapan pada kepemimpinan baru ini terus tumbuh. Pendekatannya yang menekankan kasih dan dialog menjadi sinyal bahwa perannya akan signifikan dalam isu-isu global.
Isu LGBTQ+ dan Lingkungan
Dalam sejarahnya, Gereja Katolik cenderung menolak praktik homoseksualitas dan pernikahan sesama jenis.
Namun, perubahan mulai terasa sejak Oktober 2023 ketika Paus Fransiskus membuka pintu bagi pemberkatan pasangan sesama jenis dalam kondisi tertentu—selama tidak disamakan dengan pernikahan.
Masuknya Paus Leo XIV membuka lembaran baru. Ia belum memberi sikap eksplisit, tapi menyerukan agar isu ini dibahas mendalam oleh konferensi uskup regional, mempertimbangkan konteks sosial-budaya tiap negara, apalagi di wilayah di mana homoseksualitas masih dianggap ilegal.
Meski begitu, masa lalunya mengungkap sisi yang cenderung konservatif. Dalam wawancara tahun 2012, ia pernah mengkritik toleransi terhadap hubungan sesama jenis dan menolak "ideologi gender" dalam pendidikan di Peru.
Dibanding Paus Fransiskus yang lebih terbuka, pendekatan Paus Leo XIV terhadap isu LGBTQ+ tampaknya masih dalam proses. Ia membuka ruang dialog, tapi belum menetapkan arah yang pasti.
Sementara soal lingkungan, Paus Leo XIV tak tinggal diam. Ia percaya, menjaga bumi adalah tanggung jawab bersama.
Dalam wawancara dengan Vatican News, ia menyebut relasi manusia dan alam harus berbasis penghargaan, bukan eksploitasi.
Ia juga memperingatkan tentang dampak teknologi terhadap lingkungan. Di bawah kepemimpinannya, Vatikan terus berbenah, termasuk beralih ke energi bersih seperti pemasangan panel surya dan penggunaan kendaraan listrik.
Langkah konkret itu menunjukkan bahwa Paus Leo XIV ingin Gereja bukan hanya bicara, tapi juga bertindak nyata dalam melindungi planet ini.