Pemerintah Akan Terapkan Sanksi Pidana Penjara dan Denda bagi Pelaku Emisi

Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Rasio Ridho Sani. (Foto: Kominfo)

PARBOABOA, Jakarta - Pemerintah bakal menerapkan sanksi tegas bagi pelanggar baku mutu udara, termasuk hukuman pidana penjara dan denda hingga miliaran rupiah bagi pelaku emisi.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Rasio Ridho Sani mengatakan, pelanggaran baku mutu udara dapat dikenakan hukuman pidana hingga 3 tahun penjara dan denda mencapai Rp 3 miliar.

"Di bawah UU Lingkungan Hidup, melanggar baku mutu udara bisa berujung pada hukuman yang serius," kata Ridho dalam dialog bertajuk "Transportasi Publik, Solusi Perangi Polusi" yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), pada Senin (18/9/2023).

Menurut Ridho, pihaknya telah merinci, dari 504 jumlah kegiatan usaha yang ada di Jabodetabek, 59 di antaranya mempunyai emisi tinggi, sementara 49 jenis kegiatan usaha menggunakan pembangkit listrik sendiri dengan menggunakan pembakaran batu bara.

Dari total tersebut, ada 45 perusahaan teridentifikasi berpotensi mencemari udara, 21 perusahaan telah diberikan sanksi tegas berupa penyegelan dan pemasangan palang penghentian usaha.

Selain itu, KLHK juga telah memberlakukan 9 sanksi administrasi, serta 2 Pulbaket dan 26 perusahaan dalam proses sanksi administrasi dan 10 dalam pengawasan.

Tindakan yang dilakukan KLHK, kata Ridho, didukung oleh fungsi pengawasan lapis kedua yang sesuai dengan Pasal 22 angka 17, UU 6 tahun 2023. 

Pasal ini juga memberikan kewenangan kepada menteri untuk melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah memperoleh izin dari Pemerintah Daerah.

Ridho memaparkan, sanksi yang diberlakukan mencakup berbagai bentuk tindakan, mulai dari sanksi administratif hingga penegakan hukum pidana. Sanksi administratif melibatkan penghentian kegiatan, paksaan pemerintah, dan bahkan pembekuan atau pencabutan izin usaha.

Selain itu, ada opsi gugatan perdata yang dapat mengakibatkan tuntutan ganti rugi dan pemulihan lingkungan. Untuk kasus yang lebih serius, penegakan hukum pidana menjadi pilihan, yang mencakup pidana penjara dan denda, serta pidana tambahan untuk korporasi yang terbukti melakukan pelanggaran yang merugikan lingkungan.

Menurutnya, sanksi ini penting diterapkan, mengingat pencemaran udara adalah masalah serius, dan tindakan tegas diperlukan untuk melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Langkah-langkah tegas ini, kata Ridho, "adalah bukti nyata bahwa pemerintah dan lembaga terkait tidak main-main dalam menjaga lingkungan dan kualitas udara yang lebih baik."

Namun, kata Ridho, perlindungan lingkungan tidak hanya tentang menangani perusahaan besar, tetapi juga melibatkan pengawasan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Menurutnya,pengawasan terhadap UMKM ini merupakan aspek penting dalam menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. Contohnya adalah kasus usaha pembuatan tahu di daerah Kota Bekasi yang masih menggunakan bahan bakar kayu bakar.

Meskipun terlihat kecil, lanjutnya, penggunaan bahan bakar ini dapat berkontribusi pada polusi udara dan dampak buruk pada kualitas udara. 

Tindakan pengawasan yang dilakukan oleh Tim Satgas Pengendalian Pencemaran Udara (PPU) serta suku dinas LH DKI Jakarta Timur, bersama Satpol PP adalah langkah positif untuk mengatasi masalah ini.

Mereka tidak hanya menutup usaha pembuatan arang batok yang menyebabkan polusi, tetapi juga berupaya untuk mengganti bahan bakar kayu bakar dengan gas yang lebih ramah lingkungan.

Ia menambahkan, dengan penegakan hukum yang kuat, ditambah dengan fungsi pengawasan yang ketat, diharapkan kalangan usaha akan lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam mengelola dampak lingkungan dari kegiatan mereka.
 

Editor: Andy Tandang
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS