PARBOABOA, Jakarta - Pengajuan penangguhan penahanan yang diajukan kuasa hukum tersangka penistaan agama sekaligus Panji Gumilang (PG) ditolak.
Hal itu disampaikan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (4/8/2023).
Sebelumnya, kepada wartawan pada Rabu (2/8/2023), Djuhandhani mengatakan alasan penahanan Panji Gumilang di antaranya ancaman hukuman lebih dari 5 tahun penjara.
Panji juga dinilai tak kooperatif. Dia mengaku demam hingga absen dalam pemeriksaan. Berbeda dengan keterangan pengacara yang menyebut tangan Panji patah.
Tersangka juga sempat mengirimkan surat sakit kepada petugas melalui pesan WhatsApp. Namun saat diminta surat aslinya, pihak Panji tidak memberikannya.
Penyidik juga khawatir Panji Gumilang akan menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya.
Pengacara Panji Gumilang, Hendra Effendy sempat mendatangi kantor Bareskrim Mabes Polri pada Kamis (3/8/2023). Kedatangannya untuk mengajukan penangguhan penahanan.
Menurutnya, Panji Gumilanng terbilangsudah lanjut usia. Maka dari itu, dia berharap penangguhan penahanan bisa diterima atas dasar kemanusiaan.
Panji Gumilang Terseret Kasus Penistaan Agama
Kasus ini bermula dengan viralnya kontroversi ajaran menyimpang yang diduga terjadi di Ponpes Al Zaytun di media sosial. Sejumlah pihak lalu melaporkan Panji yang merupakan pimpinan ponpes ke Bareskrim.
Total, ada 3 laporan yang diterima Bareskrim terkait kasus Panji Gumilang. Salah satunya Forum Advokat Pembela Pancasila yanng melapor pada Jumat (22/6/2023) terkait penistaan agama.
Selain penodaan agama, dia juga dituduh melanggar Undang-Undang ITE berdasarkan pernyataan yang viral di media sosial. Pernyataannya meresahkan dan berpotensi memecah belah masyarakat.
Panji Gumilang ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (1/8/2023) atas dugaan kasus penistaan agama, ujaran kebencian, dan penyebaran berita bohong. Penetapan tersebut dilakukan setelah dilakukan gelar perkara.
Kini dia ditahan di rumah tahanan Bareskrim selama 20 hari dari tanggal 2-21 Agustus 2023. Tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana di mana ancamannya 10 tahun.
Selanjutnya, Pasal 45 a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan dan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman enam tahun dan pasal 156 a KUHP dengan ancaman lima tahun penjara.
Editor: Umaya khusniah