PARBOABOA, Jakarta – Kebakaran yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing, Kota Tangerang, berimbas pada pelayanan penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta).
Beberapa penerbangan bahkan sempat mengalami keterlambatan imbas asap tebal sisa kebakaran sampah yang memenuhi langit kawasan sekitar Bandara Soetta.
Kebakaran sampah di TPA yang jaraknya hanya 2,5 kilometer dari Bandara Soeta itu terjadi sejak Jumat (20/10/2023).
Dalam pernyataan persnya, Perusahaan Umum Lembaga Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Perum LPPNPI) atau Airnav Indonesia menyatakan 7 penerbangan dialihkan, imbas asap tebal dan memengaruhi jarak pandang saat pesawat mendarat di Soetta.
Sementara itu, pengamat penerbangan, Ziva Narendra Arifin mengungkapkan, asap tebal sisa kebakaran sampah bisa membahayakan penerbangan.
"Untungnya angin tidak terlalu besar, jadi tidak berdampak terlalu besar terhadap penerbangan. Namun jika asap tebal dan arah angin menyebar dengan cepat itu yang akan membahayakan penerbangan,” ujarnya kepada PARBOABOA, Senin (23/10/2023).
Asap tebal akibat kebakaran sampah di sekitar Soetta itu mengingatkannya pada kejadian yang sama di Bandara Changi Singapura. Saat itu Bandara Changi terimbas asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
”Bandara Changi kerap menghadapi kasus kebakaran hutan. Bandara itu sudah paham penangan terhadap bahaya asap bagi penerbangan, kebakaran yang terjadi di sekitar Soetta tak membuat penerbangan lumpuh total seperti Changi,” kata dia.
Selain itu, Bandara Soetta juga tidak mengalami kerugian yang signifikan, karena bandara terbesar di Indonesia itu memiliki 3 landasan, sehingga ada jarak lepas landas.
"Kerugian finansial hanya karena delay. Penumpang jadi lama menunggu akibat delay namun sudah bisa teratasi," jelas Ziva.
Ia juga menilai, bandara modern seperti Soetta pasti sudah mengetahui mitigasi terhadap hal-hal yang tidak terduga, salah satunya kebakaran TPA Rawa Kucing.
”Bandara Soetta masih bisa menggunakan bagian utara atau selatan karena kebakaran dari arah barat, hal ini pastinya bisa diatasi bandara sebesar Soetta,” jelasnya
Meski begitu, asap yang mengepul akibat kebakaran TPA Rawa Kucing, kata Ziva tidak terlalu menutup jarak pandang pilot.
Pilot di Indonesia, sudah paham dan terlatih menghadapi bencana asap seperti yang terjadi beberapa hari lalu. Mereka sudah tahu bagaimana menghadapi bencana asap.
"Sangat bersyukur angin sedang tidak terlalu kencang dan pilot bisa menganalisa arah angin dengan baik,” katanya.
Sayangkan Prosedur Penanganan Sampah yang Masih Tradisional
Meski tidak berdampak signifikan terhadap pelayanan penerbangan, pengamat penerbangan Ziva menyayangkan
prosedur penanganan sampah di TPA Rawa Kucing yang masih tradisional.
Kondisi itu, lanjut Ziva, harus menjadi perhatian pemerintah, agar segera mengevaluasi konsep pembuangan sampah yang lebih modern dengan tidak lagi menumpuk, apalagi pembakaran.
Ia juga menilai, pengelolaan sampah, menjadi pekerjaan rumah besar bagi DKI Jakarta dan sekitarnya. Apalagi akibat penumpukan sampah dan suhu udara panas ekstrim menambah risiko ditambah lagi TPA tidak jauh dari Bandara Soetta.
Ziva juga meminta pemerintah membuat strategi penyelamatan lingkungan, karena industri penerbangan sangat kompleks, beremisi tinggi.
"Isu lingkungan sudah saatnya menjadi isu utama, metode pengelolaan limbah juga harus dibuat modern yang tidak berdampak buruk terhadap lingkungan," imbuh dia.
Cuaca Panas Ekstrem Picu Kebakaran TPA Rawa Kucing
Cuaca panas ekstrem diduga menjadi pemicu kebakaran sampah di TPA Rawa Kucing.
Kebakaran besar itu terjadi pukul 13.45 WIB dan sudah mulai padam, Senin (23/10/2023) kemarin.
Melansir laman Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), cuaca panas terik dan panas ekstrem di beberapa wilayah diprediksikan masih dapat berlangsung hingga akhir Oktober 2023.
Hal itu disebabkan posisi semu matahari di akhir September 2023 menunjukkan pergerakan ke arah selatan ekuator. Artinya sebagian wilayah Indonesia seperti Jawa hingga Nusa Tenggara mendapatkan pengaruh dampak penyinaran matahari yang relatif lebih intens dibandingkan wilayah lainnya.
Namun, fenomena astronomis ini hanya menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis atau ekstrem di permukaan bumi.
Faktor lain seperti kecepatan angin, tutupan awan, dan tingkat kelembapan udara berdampak besar terhadap kondisi suhu terik seperti yang saat ini terjadi di Indonesia.
“Harus ada keterkaitan ilmu pengetahuan, kebijakan dan layanan iklim,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dilansir PARBOABOA dari laman BMKG.
Kondisi bumi seperti saat ini bisa mengancam keberlangsungan kehidupan seluruh makhluk hidup di Bumi.
Dwikorita mengatakan, ada masalah serius yang menunjukkan ketidakadilan kapasitas antar negara.
"Ketidakadilan iklim, dilihat dari di mana wilayah yang paling tidak berkembang akan menjadi wilayah yang paling menderita dari dampak perubahan iklim saat ini," imbuhnya.
Pantauan PARBOABOA di sekitar Bandara Soetta pada Senin (23/10/2023), tidak terlihat lagi asap tebal sisa kebakaran sampah di TPA Rawa Kucing.
Aktivitas penerbangan pun sudah normal seperti sedia kala. Cuaca di sekitar bandara mencapai 36 derajat celcius.