PARBOABOA,Jakarta - Pembahasan tentang pemisahan penyelenggaraan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) pada tahun 2029 semakin menguat di masyarakat.
Wacana ini pertama kali muncul dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai bagian dari keputusan Mukernas partai tersebut.
Selain itu, PKB juga mengusulkan peningkatan dana partai politik (parpol).
Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, menjelaskan bahwa rekomendasi eksternal Mukernas PKB mendorong revisi paket undang-undang politik.
"Harus ada pemisahan," katanya di The Sultan Hotel & Residence, Jakarta, Rabu, (24/07/2024).
Terkait pemisahan pelaksanaan pileg dan pilpres, PKB meminta perlunya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu.
Menurut PKB, langkah tersebut dipandang perlu untuk menghormati kedaulatan rakyat dalam memilih.
PKB menyoroti bahwa pada Pemilu 2024, fokus pemilih lebih mengarah pada pilpres, sehingga visi para caleg kurang menjadi perhatian masyarakat.
"Akibat keserentakan kemarin, jelas Jazilul, para calon anggota legislatif DPR RI tidak diperbincangkan, “nggak dianggap punya visi apa, semuanya terarah pada pilpres," ungkapnya.
Selain isu pemisahan pileg dan pilpres, PKB juga mendorong perubahan UU Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik untuk meningkatkan pendanaan partai.
"Langkah ini untuk menguatkan peran partai politik serta menekan praktik politik transaksional yang merusak demokrasi Indonesia," ujar Jazilul.
Peningkatan dana parpol ini dipandang penting untuk menambah alokasi dana terkait kegiatan parpol, mulai dari pembinaan hingga pendidikan politik kepada kader.
PKB menyoroti bahwa parpol masih belum mendapat kepercayaan publik secara menyeluruh, sehingga kualitas parpol perlu ditingkatkan melalui pembinaan tersebut dan lewat penambahan pendanaan.
Padahal lanjutnya, partai politik yang melahirkan calon-calon pemimpin.
Jadi bagaimana dari sumber yang tidak dipercaya melahirkan pemimpin yang dapat dipercaya, “nah ini kira-kira logikanya," ucap Jazilul.
Demokrat Sejalan
Senada itu, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyarankan agar pilpres dan pileg sebaiknya dipisah.
Menurut AHY, pelaksanaan pilpres dan pileg secara serentak membuat banyak calon anggota legislatif yang berkontestasi menjadi kurang dikenal oleh masyarakat.
Hal ini terjadi karena masyarakat terlalu fokus pada figur atau sosok yang bertarung dalam pilpres.
AHY menjelaskan bahwa ada beberapa pertimbangan terkait pemisahan ini.
Pertama harus memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat Indonesia, bagi para pemilih, termasuk konstituen di berbagai daerah atau dapil untuk lebih mengenal calon legislatif.
“Secara serius atau paling tidak memiliki konsentrasi khusus pada pileg,” kata Agus di Jakarta, Kamis (25/7/2025).
Kedua, jika pilpres dan pileg dilakukan secara serentak, pengalaman selama ini menunjukkan bahwa masyarakat hampir pasti akan lebih fokus pada pilpres.
"Itu sudah otomatis terjadi. Karena yang paling mendapatkan sorotan adalah pemilihan presiden, pemimpin bangsa,” tambahnya.
AHY juga tidak menginginkan kualitas wakil rakyat yang terpilih didasarkan pada asal-asalan tanpa memperhatikan kualitas dan rekam jejak mereka.
Selama ini, AHY berpendapat bahwa banyak anggota legislatif yang dipilih secara sembarangan oleh masyarakat.
Menurut Agus, negara ini seharusnya memilih wakil rakyat terbaik dari berbagai aspek.
Diantaranya, kapasitas yang baik, integritas yang baik, visi-misi yang jelas.
Partai politik, sambungnya, memiliki kewajiban untuk menyampaikan visi-misi dan program yang akan diperjuangkan jika kader dari partai tersebut terpilih menjadi wakil rakyat.
Pembenahan Ulang
Merespon wacana tersebut, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustiyati atau Ninis mengatakan, model keserentakan pemilu perlu dibenahi.
"Saya sepakat bahwa model keserentakannya perlu dibenahi," jelasnya, Kamis, (25/07/ 2024.
Diketahui, Putusan MK Nomor 55 Tahun 2019 menyatakan bahwa pemilu presiden, DPR, dan DPD harus diselenggarakan secara serentak pada hari yang sama, sehingga tidak bisa dipisah.
Menurut Ninis, yang ideal adalah memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah.
Pemilu nasional memilih presiden, DPR, dan DPD, sementara pemilu daerah memilih kepala daerah dan DPRD.
Ninis menambahkan bahwa perubahan model keserentakan memang perlu dilakukan melalui revisi UU Pemilu.
Namun, UU Pemilu harus tetap mematuhi putusan MK.
Ia mengatakan, MK menegaskan bahwa pemilu presiden, DPR, dan DPD harus serentak di hari yang sama.
“Variannya diserahkan kepada pembentuk undang-undang," ujar Ninis.