PARBOABOA, Bone - Kasus poliandri berujung maut di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, viral di media sosial. Kasus tersebut ramai disorot setelah suami kedua tewas di tangan suami ketiga.
Peristiwa naas ini terjadi pada Senin (21/8/2023), sekira pukul 04.15 WITA, di Dusun Dusun Bekku, Desa Paccing, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Informasi yang dihimpun Parboaboa, kasus pembunuhan tersebut melibatkan seorang wanita berinisial SR (22) dengan suami keduanya, AS (31) dan suami ketiga berinisial SA (35).
Pembunuhan terjadi berawal dari pelaku SA yang pamit ke sang istri untuk buang air besar. Namun, pelaku ternyata menyambangi korban di rumah mertuanya.
Di sana, pelaku mendapati korban AS sedang tertidur lelap. Ia kemudian datang langsung membancok korban. Sejumlah bagian tubuh korban mengalami luka sobek hingga akhirnya meninggal dunia.
Usai melakukan aksinya itu, pelaku SA langsung melarikan diri. Kini pelaku masih dalam pengejaran aparat keamanan.
Hukum Poliandri di Indonesia
Mengutip Buku Ajar Hukum Perkawinan yang ditulis Prof. Dr. Jamaluddin, SH, M.Hum, poliandri diartikan sebagai pernikahan yang dilakukan oleh seorang perempuan kepada lebih dari satu orang laki-laki.
Di Indonesia, perkawinan poliandri dilarang, bahkan hampir semua agama mempunyai doktrin komprehensif yang sama, yakni tidak membenarkan pekawinan poliandri.
Hukum poliandri di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 3 ayat 1 tentang perkawianan berbunyi:
"Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami".
Sementara itu, dalam pasal 3 ayat 2 tentang perkawinan berbunyi: "Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan."
Sejumlah penjelasan pada pasal-pasal tersebut mengindikasikan bahwa seorang istri tidak boleh menikah dengan lebih dari satu suami. Jika seorang perempuan ingin menikah lagi, maka pernikahannya dengan sang suami harus diakhiri melalui perceraian.
Perempuan yang terlibat perkawinan poliandri masuk dalam hukum perzinahan dan akan mendaptkan sanksi pidana sesuai Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Penyebab Poliandri
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Volume 1 tahun 2017, menunjukan sejumlah faktor yang melatarbelakangi seorang perempuan melakukan poliandri.
Jurnal tersebut ditulis Misran dan Muza Agustina dengan studi kasus di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh.
Dalam penelitiannya, Misran dan Muza menemukan banyak faktor yang mendorong perempuan untuk melakukan poliandri, salah satu aspek dominan adalah ekonomi.
Persoalan ekonomi rumah tangga menyebabkan seorang perempuan melakukan poliandri. Hal ini menjadi solusi yang diambil di tengah krisis finansial dan tekanan ekonomi.
Selain soal ekonomi, faktor lain yang menyebabkan seorang perempuan melakukan poliandri adalah tidak terpenuhinya nafkah biologis.
Hal ini berkaitan dengan jarak tinggal antara istri dan sang suami, baik karena pekerjaan atau hal lainnya. Selain itu, kondisi sang suami yang sakit-sakitan membuat hasrat biologis istri selalu tidak terpenuhi.
Penelitian ini juga menunjukan sejumlah faktor lain, seperti aspek usia, di mana suami sudah berusia lanjut, yang menyebabkannya tak lagi mampu memnuhi nafkah sang istrih baik secara lahiriah maupun batiniah.
Selain itu, kurangnya keharmonisan dalam rumah tangga menjadi salah satu aspek dominan yang ditemukan kedua peneliti, yang membuat istri memilih untuk berpoliandri.
Hal tersebut terkait dengan kurangnya rasa kasih sayang yang diberikan sang suami, sehingga istri lebih memilih untuk melakukan poliandri.
Kemudian, faktor yang cukup banyak terjadi adalah lemahnya pemahaman agama sebagai kontrol sosial. Dalam temuan Misran dan Muza, perempuan yang melakukan poliandri berawal dari perselingkuhan sebagai akibat kurangnya iman dan pemahaman agama.