PARBOABOA, Jakarta – Sejak 16 Oktober 2023, masa jabatan penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono kembali diperpanjang oleh Kementerian Dalam Negeri. Heru Budi akan melanjutkan memimpin ibu kota hingga 2024 mendatang.
Hanya saja, kinerja Heru Budi memimpin Jakarta masih dianggap mengecewakan dan menuai kontroversi.
Salah seorang warga Jakarta Pusat, Sani (50) menilai, kebijakan Pemprov DKI setelah Heru Budi ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta kurang populer.
Kepada PARBOABOA, Sani bahkan mempertanyakan kebijakan-kebijakan Heru yang berdampak langsung pada warga Jakarta.
”Emang dia (Heru Budi) udah bikin apa?,” tanyanya, Kamis (19/10/2023).
Sani mengaku kerap mendengar riuh pemberitaan soal kebijakan yang dikeluarkan Heru Budi. Misalnya saja sodetan kali Ciliwung yang sempat mangkrak di era Anies Baswedan.
”Saya sempat mengira benar itu sebuah kebijakan yang cukup populer dan murni atas prakarsa Heru Budi, tapi akhirnya diselesaikan Kementerian Pekerjaan Umum. Baru paham di situ, dia (Heru Budi) perpanjangan tangan Jokowi, tapi Heru mana mau mengakui?” kesalnya.
Pendapat berbeda diutarakan Erika (42) warga Jakarta Selatan yang justru menganggap kinerja Heru Budi cukup maksimal dalam menjalankan tugasnya memimpin Jakarta.
”Susah memimpin Ibu Kota dengan persoalan yang sulit sekali diatasi, kayak macet dan banjir. Itu semua gubernur juga kesulitan, mereka punya kebijakan ini itu, tapi cuma bisa mengurangi, tidak bisa mengatasi, apalagi Heru Budi yang hanya memimpin Jakarta karena ditunjuk dan harus patuh sama pemerintah pusat, itu sudah cukup bagus kok,” katanya kepada PARBOABOA.
Erika yang juga ibu rumah tangga ini menilai, ada kelebihan dan kekurangan gubernur yang ditunjuk pemerintah pusat.
Ia mencontohkan, Gubernur Ali Sadikin yang ditunjuk Presiden Soekarno.
”Dulu Ali Sadikin juga gubernur yang ditunjuk Soekarno, sama Heru Budi ditunjuk oleh Jokowi. Mereka mudah dalam berkomunikasi dengan pemerintah pusat, kekurangannya mereka tidak punya beban politik, jadi mereka patuh saja, syukur-syukur bisa bikin kebijakan yang populer,” kata Erika.
Kebijakan Heru Budi Tak Tegas, Cari Aman hingga Masih Rangkap Jabatan
Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah mengaku heran dengan Kementerian Dalam Negeri yang masih memperpanjang masa jabatan Heru Budi memimpin Jakarta. Trubus bahkan menilai, kebijakan Heru Budi tak tegas dan terkesan mencari aman.
Sorotan lain dilontarkan Trubus soal posisi Heru yang saat ini masih rangkap jabatan sebagai Kepala Sekretariat Kepresidenan.
"Awalnya kita optimis dengan Heru Budi, tapi setelah mulai bekerja, publik tak mendapatkan kemanfaatan yang banyak. Cenderung mengecewakan,” ucapnya kepada PARBOABOA, Rabu (18/10/2023).
Kekecewaan semakin tergambar setelah bekas Wali Kota Jakarta Utara itu tidak memiliki kebijakan apapun untuk mengatasi kemacetan.
"Awalnya dia bilang mau meneruskan kebijakan gubernur sebelumnya. Kenyataannya pengintegrasian Transjakarta, LRT dan MRT bahkan tidak berjalan, padahal transportasi umum itu akan mengurangi volume kendaraan di Jakarta untuk mengurai kemacetan,” kesal Trubus.
Ia juga menilai, kebijakan soal uji emisi pun 'masuk angin', karena Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 66 Tahun 2020 tak serius dijalankan Heru Budi.
"Akhirnya aturan tilang soal mobil tak lolos uji emisi juga tak jadi dijalankan. Artinya memang Heru Budi tak mampu tegas dalam menerapkan kebijakan. Rakyat pasti akan memahami jika untuk kebaikan publik, meski kebijakan itu kurang populer,” kata Trubus.
Kemudian kebijakan kurang cerdas dan masuk akal yang dikeluarkan Heru Budi soal mengatasi polusi udara akut di Jakarta dengan menerapkan kebijakan menyirami jalanan yang disebut sukses dilakukan oleh Cina.
"Banyak persoalan hanya diatasi dengan cara sekenanya, tak melihat akar permasalahannya. Akar permasalahan polusi udara di Jakarta adalah PLTU yang masih menggunakan bahan bakar batu bara, volume kendaraan dan berbagai macam lain. Terlihat kurang greget dan kurang kajian, jadi tidak memberikan dampak langsung pada penyelesaian polusi udara,” kata akademisi Universitas Trisakti itu.
Tidak hanya itu Heru Budi juga tidak melakukan apa-apa di peristiwa kebakaran ratusan rumah penduduk imbas ledakan di Pertamina Plumpang Mei 2023 lalu. Heru, lanjut Trubus, bahkan menjadikan musibah warga sebagai drama.
"Bikin pejabat hingga Presiden datang ke lokasi, tapi warga Plumpang justru tak dipedulikan. Heru tak punya inisiatif apapun terkait nasib warga,” cetusnya.
Kekecewaan lain, kata Trubus, soal pengentasan kemiskinan ekstrem di Jakarta, dimana Heru Budi tidak juga melakukan kebijakan efektif untuk mengatasi persoalan. Padahal di awal sumpah jabatan, Heru Budi berjanji akan menurunkan kemiskinan ekstrem hingga 0%, namun hingga kini tak jelas program kerja yang disampaikan.
"Misalnya menyalurkan dana untuk memberi program modal usaha untuk UMKM untuk menyerap tenaga kerja, ini belum juga terlihat, Heru tak mampu mendatangkan investasi, ini berimbas berkurangnya lapangan pekerjaan, kemiskinan akibat bertambah pengangguran juga makin besar,” bebernya.
Sebagai birokrat profesional, Trubus menilai Heru Budi seharusnya bisa lebih inovatif dan punya gebrakan. Hanya saja, apa yang dijalankan Heru budi cuma jabatan politik.
Terkait demokrasi di Jakarta, tambah Trubus, cenderung tidak berjalan baik di masa kepemimpinan Heru Budi.
"Jangan kira jika tidak ada demo artinya aman. Ini bisa diartikan bahwa demokrasi tidak berjalan dengan baik, tak ada demo bukan berarti minim konflik. Ini bisa di artikan pendemo juga tahu tidak akan ada solusi berteriak kepada pemimpin yang tidak akan melakukan apapun,” pungkasnya.
Diketahui, Kementerian Dalam Negeri resmi memperpanjang masa jabatan Heru Budi Hartono sebagai Penjabat Gubernur DKI Jakarta selama satu tahun. Keputusan tersebut dikukuhkan melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2023 Tentang Perpanjangan Masa Jabatan Pengangkatan Penjabat Gubernur.
Masa jabatan Pj Kepala Daerah adalah satu tahun dan dapat diperpanjang satu tahun berikutnya setelah dilakukan evaluasi dari Pemerintah Pusat.
Kebijakan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Dalam negeri (Permendagri) Nomor 4 Tahun 2023 Pasal 8 Ayat (1) tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Wali Kota. Adapun penunjukan Penjabat Kepala Daerah ini merupakan amanat Undang-Undang Pilkada dalam mengisi kekosongan jabatan hingga diadakan Pilkada serentak pada 27 November 2024 mendatang.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Jakarta, Heru Budi Hartono mengaku akan fokus melanjutkan program prioritas yang sudah berjalan dan berupaya maksimal menjalankan roda pemerintahan di Jakarta selama satu tahun ke depan.
"Kerja yang kemarin belum selesai, kita lanjutkan sekarang. Seperti penanganan kemacetan, kesehatan, polusi, sampah dan lainnya," imbuhnya.