Proyek PIK 2 Mengancam Hutan Lindung dan Mengabaikan Partisipasi Publik

Proyek PIK 2 ancam hutan lindung dan abaikan partisipasi publik. (Foto: Parboaboa/Achmad Rizki Muazam)

PARBOABOA, Jakarta -  Proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di Kabupaten Tangerang, Banten kembali menuai kontroversi. 

Setelah mencaplok pesisir dengan pagar laut sepanjang 30,16 km, kini Pj. Gubernur Banten, Al-Muktabar, mengusulkan perubahan kawasan hutan lindung di daerah itu menjadi hutan produksi.

LBH Jakarta, LBH Pijar dan Pena Masyarakat menduga, perubahan ini dilakukan demi kelancaran Proyek Strategis Nasional (PSN) Pariwisata Tropical Coastland di PIK 2 yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sendiri, Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa dari total 1.705 hektar wilayah yang masuk dalam PSN tersebut, sekitar 1.500 hektare merupakan kawasan hutan lindung.

Ketiga organisasi masyarakat sipil di atas mengatakan, alih-alih menjalankan mandat konstitusi untuk melindungi lingkungan dan hak hidup warga, Al-Muktabar justru diduga memiliki kepentingan dengan pihak pengembang PIK 2.

Dugaan ini, kata mereka semakin kuat setelah terungkap bahwa pada 2023, Al-Muktabar mengeluarkan surat dukungan untuk PSN PIK 2 yang ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. 

Selain itu, terjalin pula perjanjian antara dirinya dengan direksi PT. Intan Mutiara Permai, anak perusahaan PT. Agung Sedayu Group, selaku pengembang PIK 2.

"Di tahun 2023, Al-Muktabar mengeluarkan surat nomor 000.7.2./3526-BAPP/2023 perihal dukungan untuk pengusulan PSN yang ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yakni Airlangga Hartarto" tegas mereka dalam keterangan tertulis yang diterima Parboaboa, Rabu (5/2/2025).

Lalu, bak gayung bersambut, Pemerintah Pusat melalui Menko Perekonomian menetapkan PIK 2 sebagai Proyek PSN Pariwisata Tropical Coastland berdasarkan Perpres No. 109 Tahun 2020. Namun, kebijakan ini memicu berbagai kontroversi di tingkat daerah.

Pada 25 Juli 2024, Pemprov Banten melalui Al-Muktabar mengusulkan perubahan kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi dalam surat resmi kepada Perum Perhutani dan Kementerian Kehutanan. Keputusan ini menuai kritik karena Kepala DLHK Banten dan beberapa anggota DPRD Banten mengaku tidak dilibatkan.

Berdasarkan sejumlah temuan tersebut, organisasi masyarakat sipil menilai, proyek lanjutan PIK 2 hanya memperlihatkan sejumlah ketidakberesan, antara lain:

Pertama, terjadi Abuse of Power. Al-Muktabar, sebagai Pj. Gubernur, kata mereka, tidak berwenang membuat kebijakan strategis jangka panjang seperti perubahan kawasan hutan. 

"Selain itu, ia menjabat Pj. Gubernur hingga tiga kali, yang melanggar Pasal 8 ayat (1) Permendagri No. 4 Tahun 2023."

Kedua, kebijakan ini diambil tanpa melibatkan masyarakat terdampak, bertentangan dengan PP No. 21 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang dan PP No. 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang. 

"Seharusnya, Pemprov dan Pemerintah Pusat mengedepankan partisipasi publik dan perlindungan lingkungan," kata mereka.

Ketiga, proyek PIK 2 berisiko merusak lingkungan, mengurangi sawah eksisting di Banten hingga 5%, serta mengabaikan pola ruang RTRW. Jika dilakukan tanpa kajian lingkungan yang memadai, ini melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Itulah sebabnya LBH Jakarta, LBH Pijar, dan Pena Masyarakat mendesak agar pemerintah segera mengambil tindakan tegas terkait proyek PSN PIK 2 yang berpotensi merampas ruang hidup warga dan melanggar hak asasi manusia. 

Presiden RI dan Menko Perekonomian diminta untuk meninjau ulang dan mencabut status PSN PIK 2 guna mencegah dampak negatif yang lebih luas.

Selain itu, pemerintah Provinsi Banten harus segera mencabut Surat Nomor B.00.7.2.1/1936/BAPP/2024 yang mengusulkan perubahan kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi serta menghentikan segala bentuk dukungan yang memperlancar proyek tersebut. 

Menteri Kehutanan juga didesak untuk menolak perubahan status kawasan hutan lindung di Kabupaten Tangerang demi menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah eksploitasi yang tidak bertanggung jawab.

Lebih lanjut, Ketua Ombudsman RI dan Ketua KPK RI harus segera mengusut dugaan maladministrasi dan tindak pidana korupsi yang terkait dengan pengusulan perubahan kawasan hutan ini. 

"Investigasi menyeluruh diperlukan untuk memastikan bahwa proses pengambilan kebijakan berlangsung transparan, akuntabel, dan tidak merugikan masyarakat maupun lingkungan," kata mereka.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS