PARBOABOA, Jakarta - Tragedi bus yang membawa rombongan anak sekolah terjadi lagi untuk kesekian kalinya.
Kali ini, bus yang mengangkut rombongan siswa SMK Lingga Kencana mengalami kecelakaan di Subang, Jawa Barat, pada Sabtu malam (11/05/2024).
Peristiwa naas ini terjadi saat rombongan siswa sekolah asal Depok itu mengadakan perpisahan kelas XII di Bandung pada 10-11 Mei.
Diketahui terdapat 112 siswa dan 28 guru ikut dalam acara tersebut dengan menggunakan tiga bus.
Kecelakaan tersebut terjadi setelah acara perpisahan berakhir. Bus Trans Putera Fajar bernomor polisi AD 7524 OG berangkat dari Bandung menuju Depok via Subang pada Sabtu itu.
Laju kecepatan bus seketika berubah jadi oleng saat melalui ruas jalan yang menurun dan menabrak sepeda motor yang berada di jalur berlawanan.
Bus kemudian terguling hingga posisi ban kiri di atas. Kejadian yang menelan korban ini terjadi pada pukul 18.45 WIB.
Pengurus Yayasan Kesejahteraan Sosial (YKS) kemudian memberikan pernyataan ke media soal kecelakaan tersebut.
Divisi Informasi YKS, Dian Nur Farida, menjelaskan, rombongan bus siswa dan guru SMK Lingga Kencana mengalami kecelakaan ketika hendak kembali ke Depok.
Dian menjelaskan bahwa pihak yayasan telah melakukan upaya koordinasi dengan baik demi penanganan siswa yang selamat, "Kedatangan mereka disambut Bapak Wali Kota Depok subuh tadi. Semoga mereka diberi kekuatan atas musibah ini," jelasnya kepada media, Minggu (12/05/2024).
Ia kemudian merincikan, siswa yang mengalami luka akan menjalani perawatan di RS Bhayangkara Brimob Kelapa Dua, sedangkan tiga orang lagi masih menjalani perawatan intensif di RS Subang. Adapun korban meninggal telah dimakamkan.
Diketahui, dalam kecelakaan tersebut, ada 11 orang yang meninggal, yang terdiri dari satu guru, dan 10 siswa. Adapun 33 orang lainnya mengalami luka-luka.
Menurut keterangannya, acara pelepasan siswa ke Bandung yang telah menjadi agenda tahunan itu merupakan kesepakatan antara pihak sekolah dan orang tua siswa.
Termasuk tentang pemilihan tempat untuk acara perpisahan siswa, menurut Dian, pihaknya sudah melakukan beberapa kali rapat dengan wali murid dan tidak langsung ditentukan lokasinya.
"Soal tempat tidak tiba-tiba ditentukan, sudah dipilah, disurvei dan beberapa hal kami lakukan persiapan," jelasnya.
Sementara terkait armada bus yang digunakan, Dian menjelaskan mereka sudah menggunakan perusahaan otobus (PO) resmi untuk acara perpisahan ini.
Pihak sekolah pun sangat yakin bahwa PO bus menggunakan bus yang layak. Alasannya, dua bus lainnya sampai dengan selamat.
"Kalau tidak yakin, tidak akan kami berangkatkan dari sini, kami selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk murid-murid kami," ujarnya.
Study Tour Harus Didesain Secara Akademis
Merespon peristiwa tersebut, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mendorong semua kepala sekolah, komite sekolah maupun orang tua murid agar bijak dalam mengambil keputusan melakukan kegiatan study tour.
Sebab, kata Dede, kegiatan seperti study tour dominan bersifat liburan dan pasti orang tua harus mengeluarkan banyak dana.
“Study tour, kenyataannya, tidak terlalu penting karena lebih cenderung untuk liburan ataupun juga membuat kegiatan-kegiatan yang sekadar mengeluarkan pembiayaan yang justru juga dikeluhkan banyak orang tua karena setengah dipaksa," kata Dede kepada media, Senin (13/5/2024).
Lebih lanjut, ia menegaskan korelasi kegiatan tersebut dengan dunia pendidikan tidak terlalu signifikan.
Menurutnya, alangkah bijaknya jika kegiatan siswa dialihkan dengan kunjungan wisata ke museum ataupun ke lokasi yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal.
Ia pun mengusulkan, akan lebih signifikan jika melakukan proyek dalam melakukan tema-tema pendidikan.
"Semisal destinasi pendidikan yang tidak jauh, karena pastinya tidak akan memberatkan biaya kepada orang tua," ucapnya.
Namun sebaliknya, lanjut dia, jika memang orang tua setuju melakukan study tour dan tidak berkeberatan dalam pembiayaan, maka harus diperhatikan betul kendaraan bus pariwisata yang akan disewanya.
Sementara sebelumnya, Koordinator Nasional (Kornas) Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriawan Salim, meminta untuk diterbitkan regulasi yang mengatur kegiatan study tour di sekolah.
Apalagi, jelasnya, kegiatan semacam itu, rutin dilakukan di semua satuan pendidikan di Indonesia.
Regulasi tersebut, menurutnya, terkait mekanisme pelaksanaan study tour yang diselenggarakan di luar sekolah. "Sebab kegiatan tersebut menjadi wahana belajar bagi siswa yang berbeda," jelasnya kepada media, Senin (13/05/2024).
Lebih lanjut, ia menerangkan dalam study tour, ada kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler yang seperti mengunjungi museum, tempat bersejarah, dan lainnya.
Kemudian, menurutnya, regulasi terkait study tour tersebut, bisa dibuat oleh Kemendikbud Ristek bersama pemerintah daerah (Pemda).
Hal-hal yang diatur seperti, mekanisme pemilihan armada transportasi, guru pendamping hingga standar kesehatan.
"Cek apakah jasa transportasi tersebut memiliki asuransi termasuk obat-obatan untuk mendukung kesehatan," tandasnya.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Umum Vov Point Indonesia Bidang Pendidikan Indra Charismiadji meminta kegiatan widya wisata atau study tour mesti dirancang secara akademis supaya tidak mengorbankan siswa.
"Jadi memang untuk sesuatu yang bermanfaat dan punya nilai penting untuk anak-anak sekolah, bukan untuk jualan jalan-jalannya saja, tetapi memang lebih ke sesuatu yang secara akademis bermanfaat," katanya kepada PARBOABOA, Senin (13/05/2024).
Menurut Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) ini, sekolah harus paham bahwa tujuan kegiatan widyawisata yang paling utama adalah untuk pendidikan, bukan sekadar kegiatan komersial.
Sepengetahuannya, kegiatan study tour banyak digunakan untuk kepentingan oknum pejabat sekolah, "jadi melakukan study tour tujuannya untuk komersial, ini yang saya tidak setuju. Urusan pendidikan itu pola pikirnya tidak boleh komersial, tetapi mindsetnya harus pendidikan," ucapnya.
Lantas, ia mencontohkan, di Kurikulum Merdeka ada Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang merupakan pembelajaran berbasis proyek, di mana anak-anak diminta membuat karya, yang bisa menjadi salah satu tujuan dari kegiatan widyawisata.
Menurutnya, hal itu bagus artinya tidak sekadar jalan-jalan saja, tetapi juga ada sebuah karya yang dihasilkan anak-anak dari study tour itu sendiri.
"Itu akan mengembangkan cakrawala anak-anak, khusus dalam mengenal lingkungan yang tidak sebatas lingkungan sekitarnya saja selama ini mereka tahu."
Tetapi, lanjutnya, anak-anak bisa melihat tempat-tempat yang baru bersama teman-temannya, itu sebuah hal yang gembira, dan seharusnya hal seperti itulah yang dibicarakan dari study tour.
Ia juga berharap Indonesia memiliki cetak biru pendidikan agar kegiatan widyawisata bisa dilakukan secara resmi dan didanai pemerintah.
Dalam cetak biru tersebut, ungkapnya, dapat diatur bagaimana agar transportasi juga disediakan dan diawasi oleh pemerintah, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa seperti yang dialami oleh para siswa SMK di Depok.
"Seperti transportasi, apakah pemerintah mempersiapkan transportasi yang aman, jangan sampai tujuannya baik tetapi nyawanya harus hilang, atau bahkan sampai jadi penyandang disabilitas karena transportasinya tidak memadai, tidak mumpuni," tandasnya.