Cari Keadilan untuk Anaknya yang Jadi Korban Salah Tangkap Polisi, Rusin Nekat Bersepeda dari Bekasi ke Jakarta

Rusin naik sepeda dari Bekasi ke Jakarta untuk mencari keadilan bagi anaknya, Fikry yang menjadi korban salah tangkap polisi,. (Foto: Dok Pribadi Rusin)

PARBOABOA, Jakarta - Rusin (49) tak akan pernah melupakan peristiwa pilu yang menimpa anaknya, Muhamad Fikry, 21 Juli 2021 sore.

Fikry ditangkap, dipaksa mengaku sebagai begal oleh polisi hingga harus mendekam di penjara selama 9 bulan. Bahkan penangkapan Fikry pun, kata Rusin, tanpa alasan yang jelas. Ia hanya tahu anaknya Fikry dituduh sebagai begal.

“Saya sempat nanyain, 'Pak anak saya mau dibawa kemana? Udah Bapak tenang aja, anak Bapak mau dibawa ke Polsek Tambelang, aman. Kalau nggak salah juga pasti dilepas,” ujar Rusin menirukan perkataan polisi kala menangkap Fikry.

Kepada PARBOABOA, Rusin menceritakan dirinya lantas bergegas mencari ke kantor polisi setelah Fikry ditangkap, tapi tidak juga ditemukan. Ia baru bisa bertemu Fikry, selang seminggu setelah penangkapan di Polsek Tambelang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Saat bertemu Fikry, Rusin mendapati anaknya dalam kondisi memprihatinkan. Mukanya penuh luka pukul dengan rambutnya acak-acakan. Rusin lantas diberitahu Fikry bahwa anaknya itu dituduh sebagai begal.

Setelah mengetahui bahwa Fikry dituduh begal, Rusin pun bergegas mencari pengacara untuk membela anaknya, karena ia yakin betul anaknya itu tidak melakukan pembegalan seperti yang dituduhkan polisi. Rusin bahkan berusaha mengumpulkan bukti-bukti yang dapat membantah tuduhan anaknya sebagai begal, seperti melihat rekaman CCTV yang ada di musala dekat rumahnya.

Dari rekaman itu, Fikry terlihat tengah tertidur di musala saat pembegalan berlangsung pada 24 Juli 2021, sekitar pukul 1.30 dini hari. Meski memiliki bukti rekaman CCTV, Fikry tetap dijadikan tersangka kasus pembegalan oleh Polsek Tambelang. Pria berusia 21 tahun itu lantas diseret ke meja hijau di Pengadilan Negeri (PN) Cikarang.

Nekat Bersepeda dari Bekasi ke Jakarta

Rusin nekat bersepeda dari Cibitung ke Jakarta untuk mencari keadilan bagi anaknya. (Foto: Dok Pribadi Rusin) 


Rusin tak putus asa memperjuangkan keadilan bagi anaknya. Ia pun nekat bersepeda dari rumahnya di Cibitung, Kabupaten Bekasi ke Jakarta untuk menemui sejumlah lembaga negara.

“Mungkin di Jakarta banyak orang-orang baik. Saya pergilah naik sepeda, itu saya modal nekat, satu rupiah pun saya nggak bawa duit. Saya minum dikasih orang, Alhamdulillah ada aja orang yang ngasih Aqua, ada yang ngasih Rp10 ribu, ada yang ngasih nasi padang,” ceritanya.

Rusin datang ke Gedung DPR RI untuk mengadu. Di sana, ia tertahan selama 4 jam karena tidak diperbolehkan masuk.

Saat itu pandemi COVID-19 tengah melanda Indonesia, sehingga DPR RI mewajibkan setiap pengunjung menunjukkan surat vaksin dan hasil tes antigen. Sementara Rusin tak memiliki syarat itu semua.

“Alhamdulillah dari Partai NasDem, saya enggak kenal. Tiba-tiba staf ahli dari Taufik Basari datang turun ke depan gerbang DPR RI—akhirnya saya disuruh masuk ke lantai 18,” ujarnya.

Di ruangan anggota DPR itu, Rusin akhirnya menceritakan kasus anaknya kepada staf ahli Taufik Basari itu. Ia juga memberikan berkas-berkas perkara.

“Ya, dia (staf ahli Taufik Basari, red) berjanji akan mengawal kasus ini,” ucapnya.

Setelah DPR, Rusin juga mendatangani Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan bersepeda, keesokan harinya.

Hanya saja di kantor Komnas, Rusin tidak berhasil menemui seluruh komisioner Komnas HAM. Petugas di kantor itu mengatakan, komisioner tengah bertugas ke luar daerah. 

Di Komnas HAM, Rusin hanya bisa menitipkan berkas perkara Fikry kepada satpam. Oleh satpam, ia disarankan mendatangi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta untuk meminta bantuan hukum.

Bapak tiga anak itu pun bergegas ke kantor LBH Jakarta. Di sana, ia ditemui oleh pengacara publik LBH Jakarta.

Rusin (tengah) menemui lembaga negara untuk menjelaskan kasus Fikry. (Foto: Dok Pribadi Rusin) 


Setelah dari LBH Jakarta, Rusin juga mendatangi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Rusin pun diterima aktivis KontraS.

“Kalau ke KontraS saya memang ada niat dari dulu, itu atas rekomendasi Fikry, karena Fikry memang pengagum Munir,” ucapnya.

Setelah dua hari di Jakarta, Rusin pulang ke rumahnya. Ia dijemput anak tertuanya di Stadion Patriot, Kota Bekasi.

Sayangnya, usaha nekat Rusin ke sejumlah lembaga itu tidak langsung berbuah manis.

Kepolisian tetap menyatakan anaknya Fikry bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan dan divonis 9 bulan hukuman penjara oleh PN Cikarang.

Tak terima dengan putusan itu, pengacara Fikry dari LBH Jakarta dan KontraS lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung hingga akhirnya melalui putusan Nomor 170PID/2022/PTBDG menyatakan, Fikry bebas dari segala dakwaan, karena tidak pernah berada di lokasi kejadian dan waktu tindak pidana sebagaimana yang didakwakan.

Putusan bebasnya Fikry ini juga diperkuat dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1351 K/Pid/2022 pada tingkat kasasi. Pengadilan memerintahkan agar nama Fikry
direhabilitasi.

Meski anaknya sudah dinyatakan tak bersalah, Rusin masih menaruh dendam pada polisi yang menyiksa dan menuduh Fikry. Apalagi tidak ada satupun dari polisi yang telah menyiksa Fikry meminta maaf kepada Rusin dan anaknya.

“Wajah polisi itu seumur hidup saya, akan saya ingat. Bahkan nanti di pengadilan akhirat, akan saya pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan,” tegas dia.

Editor: Kurnia
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS