PARBOABOA, Jakarta - Pada hari ini, Rabu (22/2/2023), umat Katolik di seluruh dunia memperingati Rabu Abu atau Ash Wednesday. Rabu Abu adalah hari pertama masa Pra Paskah, yang menandai telah memasuki masa tobat 40 hari sebelum hari raya Paskah.
Dalam peringatan Rabu Abu, umat akan diberi tanda abu berbentuk salib di dahi. Abu yang digunakan dalam perayaan Rabu Abu merupakan abu dari daun palma di perayaan Minggu Palma tahun sebelumnya.
Abu menjadi tanda pertobatan misalnya pada pertobatan kota Niniwe. Kemudian dalam kisah penciptaan manusia dalam kitab Kejadian disebutkan manusia diciptakan dari debu tanah.
Saat penerimaan abu, pastor atau prodiakon akan berucap “Bertobatlah dan percayalah pada Injil” atau “Kamu adalah debu dan akan kembali menjadi debu”.
Mengapa hari Rabu?
Dikutip dari laman Katolisitas, puasa berlangsung selama 6 hari dalam seminggu tanpa menghitung Minggu. Sebab, hari Minggu dianggap sebagai peringatan kebangkitan Tuhan.
Oleh karenanya, puasa berlangsung selama 6 minggu plus 4 hari agar genap menjadi 40 hari. Jika dihitung mundur, maka awal masa puasa jatuh di Rabu.
Namun berdasarkan perjanjian lama, penggunaan abu dalam liturgi sudah ada sejak abad kelima sebelum masehi. Sesudah Yunus menyerukan agar orang berbalik kepada Tuhan dan bertobat, Kota Niniwe menyerukan puasa dan mengenakan kain kabung. Raja pun menyelubungi diri dengan kain kabung lalu duduk di atas abu.
Yesus juga menyinggung soal penggunaan abu kepada kota-kota yang menolak untuk bertobat dari dosa-dosa mereka. Setelah itu, Gereja Perdana mewariskan penggunaan abu untuk alasan simbolik yang sama.
Dalam abad pertengahan, gereja telah menggunakan abu untuk menandai permulaan masa tobat Prapaskah. Arti dari Rabu Abu bagi umat Katolik sebagai pengingat akan ketidakabadian dan penyesalan atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Umat Katolik yang menyesali dosa-dosanya menaburi diri dengan abu serta membalut tubuh mereka dengan kain kabung.
Praktik Rabu Abu
Pada perayaan Rabu Abu, abu berasal dari daun palma yang telah diberkati di hari Minggu Palma pada tahun sebelumnya yang dibakar. Abu berbentuk tanda salib itu dioleskan ke kening dan tidak perlu dipakai sepanjang hari.
Abu boleh dibasuh setelah Misa. Namun, banyak orang yang tetap memakai abunya sebagai kenang-kenangan hingga malam hari.
Ash Wednesday atau Rabu Abu mengingatkan manusia untuk menyiapkan diri dengan menyadari kesalahan yang telah diperbuat dan bertobat dengan cara berpantang dan berpuasa. Dunia ini hanyalah sementara dan Tuhan lah yang kekal.
Warna Liturgi Rabu Abu
Mengutip laman J. Oliver Buswell Library, Rabu Abu umumnya dilambangkan dengan warna ungu atau violet.
Selama masa Rabu Abu, pastor, misdinar, diakon dan prodiakon, serta petugas misa mengenakan busana berwarna ungu. Berbagai ornamen di gereja pun didominasi dengan warna tersebut.
Dijelaskan dalam buku Dasar-Dasar Liturgi, warna ungu merupakan simbol kebijaksanaan, keseimbangan, sikap hati-hati, dan wawas diri. Itu sebabnya warna ini dipilih untuk ibadat tobat, masa Adven, serta masa Prapaskah yang diawali dengan Rabu Abu.
Pada masa-masa tersebut, semua umat Nasrani diundang untuk bertobat dan mempersiapkan diri untuk perayaan agung Natal atau Paskah. Pakaian serba ungu yang dikenakan para umat pada perayaan Rabu Abu menjadi wujud kesiapan atas peringatan momen spesial tersebut.
Warna ungu juga dipandang sebagai lambang kesedihan dan ketenangan. Dalam tradisi Katolik, warna yang dipakai menjelang Paskah berkaitan erat dengan kisah sengsara dan wafatnya Yesus Kristus. Dikisahkan para prajurit memakaikan Yesus jubah ungu serta mahkota dari anyaman duri.
Tak hanya menjadi warna liturgi Rabu Abu, warna ungu juga identik dengan beberapa momen penting lainnya. Mulai dari masa Adven, ibadat harian, maupun misa arwah.
Puasa dan Pantangan di Rabu Abu
Mengutip Indah Bersahaja: Seni Flora dan Dekorasi Liturgis oleh C.H. Suryanugraha, di hari Rabu Abu ini, para jemaah mengadakan pantangan dan puasa. Umat juga hendaknya menghindari suasana kemeriahan sepanjang masa ini.
Puasa dan pantangan di rabu abu tersebut merupakan latihan rohani untuk mendekatkan diri pada Tuhan dan sesama. Dalam menjalankan kedua hal ini, umat juga dianjurkan untuk senantiasa berdoa serta beramal kasih bersama-sama dengan anggota Gereja lainnya.
Puasa, pantangan dan doa, semuanya akan bermuara pada mendekatkan dan menyatukan diri dengan Tuhan. Menjadikan kehendak Tuhan sebagai kehendak kita.
Berikut adalah ketentuan puasa dan pantangan rabu abu berdasarkan konferensi uskup di Indonesia, yakni:
1. Hari puasa dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Sedangkan hari pantangan dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan tujuh Jumat selama Masa Prapaskah sampai dengan Jumat Agung
2. Yang wajib berpuasa adalah umat Katolik berusia 18 tahun sampai awal tahun ke-60. Lalu, yang wajib melaksanakan pantangan adalah semua umat Katolik yang berusia 14 tahun ke atas.
3. Puasa memiliki arti makan kenyang hanya sekali sehari. Untuk pantangannya sendiri harus memilih salah satu, pantang daging atau ikan atau garam atau jajan atau rokok.
Memasuki masa Prapaskah, umat Katolik diajak untuk menjalankan kewajiban berpantang dan berpuasa sesuai dengan ajaran gereja. Sebab, puasa membantu membebaskan diri dari ketergantungan jasmani dan ketidakseimbangan emosi.