Si Parjalang, Penjelajah yang Mencari Arti dari Perjalanan

Si Parjalang dengan wisatawan lain di Bandara Udara Leipzig, Jerman (Foto: Instagram/@siparjalang)

PARBOABOA, Pematang Siantar – Jutaan mil sudah langkah kakinya menjejak jelajahi tempat di beberapa belahan bumi. Kecewa, haru, takjub, bahagia menjadi teman perjalanannya. Layaknya seorang petualang, Si Parjalang, sebutan untuk Tumpak Winmark Hutabarat, merasakan ribuan ekspresi dalam hidupnya, semuanya dihadapi dan menjadi pengalaman bernilai tanpa batas.

Kepada Parboaboa, pria asli Siantar ini menceritakan pengalaman nya, tentang bagaimana tekadnya bermula menjadi seorang pejalan (traveller) dan hingga bisa di titik sekarang. Lewat itu semua, kemudian ia menemukan tentang sebuah makna kehidupan.

“Kuliah tahun ketiga dan harus mandiri karena orang tua mengalami kesulitan ekonomi. Ini jadi awal perjalanan ku sampai ke titik sekarang,” katanya, Sabtu, (13/8) di salah satu kedai kopi di Pematang Siantar.

Tumpak tidak putus asa dengan kenyataan itu, otaknya langsung bekerja bagaimana caranya untuk bisa survive (bertahan). Sebuah kesempatan akhirnya datang kepadanya, ia diterima bekerja di salah satu lembaga swadaya masyarakat atau Non Goverment Organization (NGO) berkantor pusat di Jakarta dengan posisi koordinator wilayah bidang komunikasi.

Sambil kuliah, Tumpak mencari pundi rejeki. “Tugasnya ya melatih teater, menulis naskah teater, membuat radio komunitas dan bulletin di wilayah kab/kota Sumatra Utara. Ke kantor Jakarta paling hanya sebulan sekali untuk rapat dan menyetor laporan,” ucapnya.

Lewat kempatan bekerja inilah perjalanannya untuk menjelajah dimulai. Tumpak mendapat kesempatan mengikuti Summer School Scholarship di Jerman dua kali. Pertama berlokasi di Dortmund membahas tentang politik pada 2013 dan yang kedua di Leipzig membahas tentang Perubahan Iklim pada 2018. Ia menerima banyak pengetahuan baru dan tentunya pengalaman berharga.

“Di sana belajar tentang organisasi, bagaimana anak-anak muda membuat sebuah festival, membahas tentang isu-isu aktual seperti green economy, suistanable development dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Menjadi Backpacker

Tumpak Winmark Hutabarat atau dikenal dengan nama Si Parjalang (Instagram/@siparjalang)

Tumpak hanya menghabiskan waktu dua tahun menjadi pekerja di lembaga internasional non pemerintah, memutuskan berhenti (resign) dan memilih menjadi backpacker dengan tinggal di Papua. Sekitar 3,5 tahun waktu yang dia habiskan, sambil berbisnis tekstil (pakaian), agen travel dan latihan menyelam (free diving).

Tentu ia tidak hanya menetap di satu tempat saja, seluruh wilayah Papua hampir di jelajahinya dengan menjadi backpacker.

“Seorang backpacker itu bukan orang yang tidak punya uang. Justru karena kita punya uang maka bisa traveling. Menjadi backpaker cara untuk bepergian hemat biaya. Seorang backpacker juga harus siap menerima kondisi yang terjadi di lapangan,” kata Tumpak yang seorang sarjana ilmu fisika murni di Universitas Negeri Medan (UNIMED).

Keliling Dunia

Kaki Gunung Himalaya, Nepal (Instagram/@siparjalang)

Ada banyak tempat yang sudah disinggahi Tumpak selama menjadi pejalan. Ia mengatakan sudah ke Australia, Ceko, Jerman, Turki, Cina, Macau, Hongkong, India, Myanmar dan Slovakia. Di mana, pengalaman yang paling tidak terlupakan adalah ketika berada di Mongolia saat akan buang air besar.

Karakteristik wilayah Mongolia padang savana, memaksanya untuk buang air besar dengan menggali lubang dan menutupnya dengan papan. “Saat mau membuang kotoran, ya tinggal diberi celah saja, agar kotoran masuk dan tertampung,” katanya mengenang.

Kembali ke Siantar

Festival 1000 tenda desa meat, Balige(Instagram/@siparjalang)

Merasa cukup dengan apa yang sudah dilakukan, Tumpak akhirnya memutuskan kembali ke kampung halamannya, Siantar pada 2017 dan menjadi penggagas kegiatan Siantarman Art Festival dengan tujuan memamerkan produk-produk kesenian anak-anak muda.

“Saya kembali ke Siantar karena ide-ide yang dimiliki lebih cocok disalurkan di kampung halaman,” katanya.

Kegiatan lain berlanjut pada 2019, Tumpak bersama temannya, Ojak Manalu, Director Event Komunitas Rumah Karya Indonesia menggagas kegiatan festival seni budaya bernama gerakan seribu tenda yang diselenggarakan di Paropo, Silalahi.

Sukses diselenggarakan di Silalahi, kegiatan serupa dibuat di Pantai Meat, Balige yang bekerjasama dengan pemerintah setempat dan masyarakat. “Tujuan kegiatan ini untuk membangkitkan gairah masyarakat dan mengenalkan kesenian serta kebudayaan kepada anak muda di Sumatra Utara,” ungkapnya.

Tumpak mengatakan, kegiatan yang diselenggarakannya lebih menekankan kepada hal budaya atau kesenian. Selain itu, ia ingin bisa mengkonstruksi pemikiran anak-anak muda agar bisa menghasilkan hal-hal baik yang dibangun di tempat kelahiran.

Tumpak menyebut, ia pernah membuat kegiatan dengan topik “Anak Muda Pemimpin Desa”. Tujuannya memantik dan membuka pola pikir anak muda agar berprinsip saat sudah sukses di kota tidak melupakan kampung halaman. “Sukses di kota tapi ada hal baik yang dibangung di desa,” imbuhnya.

Membentuk Komunitas

Tumpak mengaku berkepribadian aktif dan senang bersosialisasi dengan banyak orang. Berbekal itu, ia menginisiasi pembentukan beberapa komunitas, salah satunya Siantar Dicaster yaitu komunitas mobil Hotweels. Ini wadahnya menyalurkan hobi sekaligus membangun relasi.

Komunitas lain yang pernah ia inisiasi yaitu komunitas perupa, berupa kumpulan pelukis, pemahat, mural dan lain sebagainya. Lalu pembentukan pasar kreatif Parengge-parengge, di mana Tumpak mengumpulkan pedagang pedagang kreatif di Siantar dengan tujuan memajukan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Selain itu komunitas politik muda, wadah berkumpul membahas isu-isu aktual tentang politik.

Tumpak memiliki harapan besar bisa mengadakan festival di Danau toba. Idenya masih dipikirkannya dan targetnya bisa terealisasi. “Tujuan untuk menarik perhatian orang-orang dari luar Sumut untuk datang dan meningkatkan perekonomian UMKM,” ungkapnya.

Sebagai seseorang yang berdarah Siantar, Tumpak melihat anak-anak muda di tempat kelahiraannya banyak yang berjiwa menarik dan pintar kreatif, namun tidak tersalurkan dengan maksimal karena kurangnya dukungan, menjadi pemicu terbatasnya berkegiatan kesenian dan kebudayaan.

“Yang menjadi salah satu kelemahan pemerintahan Kota Pematang Siantar adalah tidak ada kelender kegiatan tahunan,” ucapnya

Kepada Parboaboa, Tumpak mengaku akan terus nyala dalam memajukan kota kelahirannya walau dengan banyak keterbatasan. Kegiatan-kegiatan dengan melibatan anak muda terus digalakkan, dengan harapan pemerintah kota bisa memberikan wadah atau saling berkolaborasi.

Tumpak berpesan untuk terus mengasah kemampuan dan memperluas pengetahuan. “Kita tidak akan mendapatkan kesempatan kalau kita tidak mempersenjatai diri kita dengan ilmu pengetahuan dan kemampuan. Kalau kita tidak mempersenjatai diri kita dengan itu, maka jangan berharap kesempatan lain akan datang lagi kepada kita. Siapapun bisa maju,” tandasnya.

Tumpak yang mempredikatkan dirinya sebagai Si Parjalang, memiliki arti sebagai seseorang yang suka berjalan (berjelajah). Banyak lika-liku kehidupan dan pengalaman telah dilaluinya, sebagai proses pendewasaan dan memberi makna untuk kemanfaatan bagi sekitar.

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS