Viral, Istilah Politik Dinasti dan Asian Value: Apa Artinya dan Sejarahnya?

Ilustrasi Politik Dinasti (Foto: Parboaboa/Norban Syukur)

PARBOABOA, Jakarta - Istilah Asian value mencuat dan menjadi perbincangan masyarakat luas setelah disebutkan dalam siniar Total Politik berjudul "Pandji Pragiwaksono Kaget Sama Jurus Andalan Prabowo?" pada awal April.

Dalam siniar tersebut, Pandji Pragiwaksono mengatakan, politik dinasti dapat memberikan dampak buruk bagi sistem politik.

Menurutnya, politik dinasti bisa merusak demokrasi dan mengganggu jalannya pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme karena adanya penyalahgunaan kekuasaan.

Ia berargumen bahwa efek jangka panjang dari politik dinasti akan menjadi contoh negatif bagi berbagai sektor di negara ini, khususnya di pemerintahan.

Namun, Arie Putra menanggapi pertanyaan tersebut dengan menyatakan bahwa politik dinasti adalah bagian dari hak asasi manusia, sesuai dengan Asian value yang ia anut.

Apa Itu Asian value?

Secara umum, nilai-nilai Asia merujuk pada budaya dan tradisi yang dianggap khas bagi masyarakat Asia.

Nilai-nilai ini sering dikaitkan dengan konfusianisme dan mencakup beberapa aspek berikut:

1. Penghormatan kepada orang tua dan leluhur: Menghargai pengalaman dan kebijaksanaan yang diwariskan oleh generasi terdahulu.

2. Harmoni sosial: Memelihara hubungan baik dengan sesama anggota masyarakat.

3. Pentingnya pendidikan: Mengupayakan pengetahuan dan ilmu sebagai kunci keberhasilan.

4. Kerja keras dan hemat: Bekerja giat dan tidak boros sebagai landasan kesejahteraan.

5. Kepentingan kolektif: Memprioritaskan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi

Berdasarkan publikasi ilmiah unwahas.ac.id dalam tulisan "The Politics of 'Asian Values", Richard Robison mengidentifikasi lima ciri nilai Asia, yaitu:

1. Titik tumpu kebersamaan (kekeluargaan) yang lebih utama daripada negara atau individu.

2. Kepentingan masyarakat lebih diutamakan.

3. Keputusan politik dicapai melalui konsensus, bukan melalui konfrontasi lembaga perwakilan.

4. Harmoni hidup bersama sebagai prioritas.

5. Pembangunan dan pertumbuhan menjadi hak warga negara.

Asal Usul Asian Value

Asian values lahir dari ajaran Konfusianisme yang menggabungkan pemikiran agama dan filosofis.

Ajaran ini mempengaruhi konsep pemerintahan dengan memunculkan demokrasi Konfusianisme, yang mendukung tindakan etis dalam hubungan pribadi dan publik.

Hubungan ini mencerminkan penerimaan hierarki dan keharmonisan sosial, rasa hormat terhadap keluarga, serta kebajikan dalam pemerintahan.

Ajaran politik Konfusianisme bertujuan untuk mengonsolidasikan otoritas negara demi mencapai kepentingan bersama, seperti dikutip dari archive.unu.edu.

Pemanfaatan Asian values mendapat perhatian khusus pada awal 1990-an, menjadi ideologi politik yang mencerminkan kesamaan unsur masyarakat, budaya, dan sejarah di Asia Tenggara dan Asia Timur.

Konsep ini didukung oleh Mahathir Mohamad (Perdana Menteri Malaysia 1981-2003) dan Lee Kuan Yew (Perdana Menteri Singapura 1959-1990).

Pada akhir abad ke-20, Asian values dipromosikan oleh beberapa pemimpin politik dan intelektual Asia sebagai alternatif.

Pendukung Asian values mengklaim bahwa perkembangan pesat ekonomi Asia Timur pasca-Perang Dunia II disebabkan oleh pengaruh budaya Asia, terutama Konfusianisme.

Mereka juga berpendapat bahwa nilai-nilai politik Barat tidak cocok dengan Asia Timur karena memupuk individualisme dan legalisme berlebihan yang mengancam tatanan sosial dan dinamisme ekonomi.

Dikutip dari Britannica, Asian values juga bertanggung jawab atas pertumbuhan ekonomi signifikan di kawasan Asia.

Sistem ini memprioritaskan masyarakat keluar dari kemiskinan dan mewujudkan identitas kolektif disertai kedaulatan, sehingga kepentingan warga lebih diutamakan.

Gagasan Asian values diekspresikan dalam Deklarasi Bangkok 1993 tentang HAM yang ditandatangani banyak pemerintah Asia.

Hoon Chang Yau, profesor di Universiti Brunei Darussalam, dalam makalahnya pada 2004 menyebut bahwa inti dari budaya dan identitas Asia bermuara pada nilai-nilai konsensus, harmoni, persatuan, dan komunitas.

Menurut teori Asian Values ini, terdapat empat poin penting yang serng jadi sorotan.

-Hak asasi manusia (HAM) tidak bersifat universal dan tidak bisa diglobalisasikan.

- Masyarakat Asia berpusat pada keluarga, bukan individu.

- Masyarakat di Asia lebih mengutamakan hak-hak sosial dan ekonomi dibandingkan dengan hak-hak politik individu.

- Setiap negara memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri, termasuk yurisdiksi domestik pemerintah atas HAM.

Hubungan Asian Values dengan Politik Dinasti

Dilansir dari laman mkri.id, Sabtu (22/06/2024), politik dinasti merujuk pada sistem di mana kekuasaan politik dipegang dan diturunkan dalam lingkup keluarga atau kerabat dekat.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mendefinisikan politik dinasti sebagai kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan munculnya politik dinasti antara lain:

1. Keinginan dalam diri atau keluarga untuk memegang kekuasaan.

2. Adanya kelompok terorganisir yang terbentuk melalui kesepakatan dan kebersamaan, sehingga muncul penguasa dan pengikut dalam kelompok tersebut.

3. Kolaborasi antara penguasa dan pengusaha untuk menggabungkan kekuatan modal dengan kekuatan politik.

4. Pembagian tugas antara kekuasaan politik dan kekuasaan modal yang menyebabkan terjadinya korupsi.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS