MK Umumkan Taspen Tak Jadi Lebur ke BPJS, Apa Artinya?

ilustrasi

PARBOABOA, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 2011 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kedua pasal di atas adalah pasal peleburan Taspen ke BPJS.
"Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 2011 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan channel YouTube MK, Kamis (29/9).

Pasal 57 huruf f berbunyi:

Perusahaan Perseroan (Persero) PT DANA TABUNGAN DAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI atau disingkat PT TASPEN (Persero) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 38), berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890), dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri

Sedangkan Pasal 65 ayat 2 berbunyi:

PT TASPEN (Persero) menyelesaikan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.

Menurut MK, pasal di atas bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945. Dan amanat bagi negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

"Sebagaimana termaktub dalam Pasal 34 ayat 2 UUD 1945," kata hakim konstitusi Saldi Isra.

Judicial review itu diajukan oleh mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA), Prof Dr M Saleh, yang menggugat UU Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS. Ia bersama 14 pensiunan PNS lainnya meminta PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen) tidak ikut dilebur ke dalam BPJS.

Menurut UU BPJS, Taspen baru melebur dengan BPJS mulai 2029. Hal itu dinilai merugikan M Saleh. Sebab, BPJS yang hanya melebur BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, hak M Saleh dalam memperoleh program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun yang dikelola secara khusus oleh Taspen berpotensi dirugikan karena akan menurunkan standar layanan prima dan manfaat yang diperoleh/akan diperoleh para pemohon.

Hal yang akan terjadi jika Taspen lebur ke BPJS:

1. Tunjangan istri dan anak akan dihapus

Di PT Taspen, tunjangan istri memiliki dasar hukum yakni dalam Pasal 8 UU No 11/1969 jo Pasal 16 ayat (1) PP No 51 Tahun 1992 yang proporsinya adalah 10 persen dari pensiun pokok. Namun jika melebur ke BPJS TK, ini ditiadakan, yang mana diatur dalam PP 45/2015.

2. Tunjangan beras akan dihapus

Aturan PT Taspen dalam Pasal 8 UU 11/1969 jo Pasal 3 ayat (2) Perdirjen Pemberdayaan PER - 3 PB 2015 menetapkan tunjangan beras. Namun tidak akan ada tunjangan beras jika PT Taspen melebur ke BPJS TK. Pensiunan pegawai negeri, Achyar Hanafi juga menyebut uang pensiun yang ia terima Rp 4.536.700 bakal berkurang signifikan akibat berbagai tunjangan yang dihapus.

3. Gaji 13 akan dihapus

Pensiun 13 (bagi pensiunan) atau disebut gaji 13 (bagi PNS yang masih bekerja) juga tidak diterima bagi pensiunan jika aturan peleburan ke BPJS TK diberlakukan. Pensiun 13 mencakup pensiun pokok dan tunjangan istri.

4. Tunjangan hari raya ditiadakan

Tunjangan hari raya yang mencakup pensiun pokok dan tunjangan istri juga ditiadakan sesuai dengan PP 45/2015.

5. Uang duka wafat ditiadakan

Uang duka wafat dalam pengelolaan PT Taspen merupakan 3 kali pensiun pokok. Hal ini diatur dalam Pasal 2 PP Nomor 4 Tahun 1982. Jika pensiunan meninggal dunia, keluarga atau ahli waris juga hanya mendapat manfaat sedikit.

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS