Buntut Vonis Preman Ancam Bunuh Jurnalis, Tiga Organisasi Profesi di Medan Minta Masyarakat dan Instansi Hargai Pekerja Media

Jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Pers. (Foto: AJI)

PARBOABOA, Medan - Tiga organisasi profesi yang tergabung dalam Komite Keselamatan Jurnalis Kota Medan, Sumatra Utara minta masyarakat dan instansi terkait agar tidak melakukan perintangan terhadap kerja-kerja jurnalis.

Tiga organisasi tersebut yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI). 

Permintaan itu disampaikan usai Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Medan memvonis preman bernama Jai Sanker alias Rakes yang mengancam membunuh jurnalis selama satu tahun penjara. 

Menurut Ketua AJI Medan, Cristison Sondang Pane, dalam melakukan tugasnya, jurnalis dilindungi Undang-Undang. 

"Dengan adanya kasus ini, semakin membuktikan bahwa siapa saja yang melakukan perintangan, mengancam, apalagi sampai melakukan kekerasan akan mendapat konsekuensi hukum,” katanya kepada PARBOABOA, Sabtu (15/7/2023). 

Tison, begitu ia akrab disapa mengatakan, ke depan, kasus pengancaman yang dilakukan Rakes menjadi contoh agar tindakan serupa tidak terulang. 

Ia juga mengimbau semua jurnalis menjalankan tugas secara profesional dengan mematuhi kode etik dan UU Pers.

“Jika jurnalis mendapatkan perintangan, pengancaman, apalagi kekerasan, sebaiknya segera melapor ke aparat penegak hukum. Jangan takut, karena kita bekerja untuk memenuhi kepentingan publik dalam menyampaikan informasi,” tegas Tison.

Sejauh ini masih banyak kasus pelanggaran terhadap kerja jurnalis di Sumatra Utara.

Bahkan dalam tiga tahun terakhir atau sejak 2021 - 2023 sebanyak 13 jurnalis yang menjadi korban kekerasan. 

"Kalau di tahun 2023 kita sudah mencatat ada 3 kasus kekeran penghambatan kerja kerja jurnalis, 2022 ada 5 korban dan 2021 ada 5 korban, totalnya 13 kasus menghambat kerja kerja jurnalistik di Kota Medan, ungkapnya. 

"Mulai dari 2018 sampai hari ini ada 33 kasus yang menghambat kerja  jurnalistik baik itu penghambatan dalam kasus liputan baik itu kasus kekerasan,” tambah Tison. 

Senada dengan Cristison, Sekretaris PFI Medan, Arifin Al Alamudi mengatakan, kasus Rakes menjadi peringatan bagi siapa saja yang menghalangi kerja jurnalis. 

Ia menegaskan, perintangan terhadap kerja-kerja jurnalistik bisa menimbulkan implikasi hukum.

“Bagi rekan-rekan jurnalis, dalam menjalankan tugas di lapangan, sebaiknya membawa dan menggunakan kartu identitas,” pinta Arifin. 

Sementara Ketua IJTI Sumut, Tuti Alawiyah Lubis meminta aparat penegak hukum memahami implementasi Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

Sehingga, lanjutnya, ketika terjadi kasus perintangan, pengancaman dan kekerasan terhadap jurnalis, aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian dapat memproses laporan yang dilayangkan korban.

Penegak Hukum Wajib Terima Laporan Jurnalis

Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Alinafiah Matondang menegaskan, aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian wajib menerima pengaduan masyarakat yang menjadi korban dugaan tindak pidana, terlebih rekan-rekan jurnalis yang menjadi korban kekerasan penghalangan kerja-kerja profesinya. 

Sebab, lanjut Ali, jurnalis merupakan pilar demokrasi.

“Jika profesi jurnalis dihalangi, maka masyarakat terhalang mendapatkan hak akan informasi. Menghalangi kerja jurnalis sama artinya menghalangi pemenuhan informasi kepada publik,” kata Ali. 

Ia menegaskan, informasi yang disampaikan jurnalis, seyogyanya menjadi sarana bagi masyarakat untuk mengontrol beragam kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah," imbuh Ali. 

Sebelumnya, kasus pengancaman terhadap kerja jurnalis bermula saat sejumlah jurnalis melakukan peliputan di lokasi pra-rekontruksi kasus penganiayaan dengan terlapor dua anggota DPRD Medan. 

Dari kronologi yang dihimpun sejumlah lembaga yang tergabung ke dalam Koalisi Jurnalis Anti Kekerasan, saat kericuhan terjadi, korban Alfiansyah dan Goklas Wesly yang baru tiba di lokasi peliputan didatangi Rakes disusul teman-temannya. 

Rakes juga mengatakan jika dirinya adalah anggota salah satu Organisasi Kepemudaan (OKP). Ia langsung melarang Alfian dan Goklas untuk melakukan pengambilan gambar.

Alfian sempat menanyakan maksud Rakes melakukan pelarangan. Namun dia bersikeras mengadang Alfian dan Goklas. 

Rakesh dan sejumlah rekannya terus mengerumuni Alfian dan Goklas dan mengintimidasi keduanya dengan melarang melakukan peliputan.Di saat bersamaan, Bahana Situmorang yang melihat Rakesh Cs mengerumuni Alfian dan Goklas langsung datang ke arah kerumunan itu. 

Bahana sempat mempertanyakan maksud Rakes melarang jurnalis melakukan peliputan. Keributan semakin parah. Rakes mengamuk yang kemudian temannya pun turut menimpalinya.

Suryanto kemudian datang ke arah Alfian, Goklas dan Bahana. Mereka kembali mencoba mengeluarkan ponsel untuk mendokumentasikan kekisruhan itu. 

Melihat itu, Rakes dan rekannya mencoba merampas ponsel milik jurnalis. Saat itu juga Rakes menantang jurnalis untuk melapor ke polisi.

Rakes bahkan diduga menendang Suryanto yang mengakibatkan luka lebam di bagian paha kanannya.

Aksi kekerasan itu hendak direkam oleh Bahana dengan ponselnya. Namun Rakes malah menepis tangan Bahana. 

Ponsel milik Bahana pun terlempar sekitar tiga meter. Ponsel Bahana mengalami kerusakan karena terjatuh.

Rakes juga sempat mengancam jurnalis dengan Undang-Undang ITE karena melakukan pengambilan gambar tanpa izinnya. Bahkan Rakesh mengancam akan membunuh Alfian dan Goklas.

Setelah peristiwa itu, jurnalis lantas melaporkan Rakes ke Kepolisian dan akhirnya dijatuhi hukuman 1 tahun penjara.

Hukuman terhadap Rakes ini jauh lebih berat ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Medan, Septian Napitupulu yang hanya menuntutnya 6 bulan penjara.

Editor: Kurnia
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS