PARBOABOA, Jakarta - DPR RI akhirnya memberikan jawaban resmi atas desakan "17+8 Tuntutan Rakyat" yang belakangan menggema dalam aksi demonstrasi maupun ruang publik.
Dalam rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan fraksi-fraksi yang digelar pada Kamis (4/9/2025), dihasilkan enam poin keputusan penting.
Hasil rapat tersebut diumumkan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Gedung DPR, Jakarta, pada Jumat (5/9/2025).
Dasco menyampaikan rapat ini difokuskan pada "langkah konkret terkait pemangkasan fasilitas anggota dewan, penghentian sementara perjalanan dinas, serta peningkatan transparansi lembaga legislatif."
Ia menegaskan, keputusan tersebut telah ditandatangani oleh seluruh pimpinan DPR, termasuk Puan Maharani, dirinya sendiri, Saan Mustopa, dan Cucun Ahmad Syamsurijal.
Enam keputusan DPR itu meliputi:
- Penghentian tunjangan perumahan bagi anggota DPR mulai 31 Agustus 2025.
- Moratorium kunjungan kerja luar negeri sejak 1 September 2025, kecuali jika ada undangan resmi kenegaraan.
- Pemangkasan tunjangan dan fasilitas, termasuk biaya langganan listrik, telepon, komunikasi intensif, serta transportasi, yang akan dievaluasi lebih lanjut.
- Anggota DPR yang dinonaktifkan partainya tidak lagi menerima hak-hak keuangan.
- Pimpinan DPR meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) berkoordinasi dengan mahkamah partai untuk menindaklanjuti kasus penonaktifan anggota DPR yang tengah diproses internal partai.
- Penguatan transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi maupun kebijakan lain di parlemen.
Lebih Luas
Sementara itu, 17+8 Tuntutan Rakyat yang diajukan melalui gelombang demonstrasi berisi seruan yang jauh lebih luas.
Di antaranya mendesak pembentukan tim investigasi independen atas kasus kekerasan aparat dalam aksi 28–30 Agustus, penghentian keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil, serta pembebasan seluruh demonstran tanpa kriminalisasi.
Rakyat juga menuntut penegakan hukum terhadap aparat yang melakukan kekerasan, penghentian kenaikan gaji maupun fasilitas anggota DPR, hingga dorongan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki harta pejabat legislatif yang mencurigakan.
Selain itu, tuntutan rakyat juga menyoroti persoalan hak-hak pekerja, seperti jaminan upah layak, pencegahan PHK massal, perlindungan buruh kontrak, serta dialog terbuka dengan serikat pekerja terkait upah minimum dan sistem outsourcing.
TNI pun diminta kembali sepenuhnya ke barak dan tidak memasuki ranah sipil.
Adapun tenggat tambahan hingga 31 Agustus 2026 menegaskan delapan agenda reformasi besar, mulai dari pembersihan DPR, reformasi partai politik, perbaikan sistem perpajakan, pengesahan UU perampasan aset koruptor, penguatan independensi KPK dan UU Tipikor, reformasi kepolisian agar lebih profesional, penguatan Komnas HAM, hingga evaluasi kebijakan ekonomi dan ketenagakerjaan.
Respons DPR dengan enam poin keputusannya dinilai sebagai langkah awal. Namun, masih menjadi pertanyaan apakah langkah tersebut mampu menjawab keseluruhan desakan rakyat yang terangkum dalam 17+8 tuntutan tersebut.
Masih Banyak PR
Ferry Irwandi, influencer dan perwakilan masyarakat sipil menilai bahwa enam keputusan yang dihasilkan DPR belum sepenuhnya menjawab tuntutan masyarakat.
CEO Malaka Project itu merinci setidaknya enam tuntutan penting dan mendesak yang belum dijawab DPR sebagaimana diajukan beberapa waktu lalu.
"Masih banyak yang belum terjawab, soal tim investigasi independen, nasib teman-teman yang masih ditahan, penarikan TNI dari pengamanan sipil, reformasi institusi Polri dan beberapa poin lain," tulis Ferry di laman instagramnya, Jumat (5/9/2025).
Ia juga mengajak masyarakat untuk tidak cepat puas dengan keputusan yang dihasilkan DPR, tetapi setia memantau dan mengawal lahirnya tindakan konkret pemerintah yang berpihak pada kepentingan masyarakat.
"Kita tunggu tanggapan lanjutan dari semua institusi terkait. Mari kita pantau dan kawal bersama," imbau Ferry.